’’Kemungkinan” bahwa manusia akan menghadapi suatu kerugian atau suatu kehilangan sudah menjadi suatu masalah bagi setiap umat sejak manusia tidak lagi bertempat tinggal di taman Firdaus (di mana segala kebutuhan hidup sudah tersedia) dan harus berusaha dengan tenaga dan pikirannya untuk mencukupi hidupnya, untuk memiliki harta kekayaan demi kelangsungan hidup (Francis T. Allen and Sidney I. Simon, Insurance General Principles, 1974, halaman 1). Harta kekayaan sebagai hasil jerih payah ini tentu akan dipertahankan oleh setiap manusia supaya tidak hilang, tidak rusak, tidak musnah dan sebagainya.
Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barang-barangnya dicuri, tabrakan, mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut dan di udara, tanah dengan penuh tanaman kebanjiran air bah.
Kalau kerugian ini hanya kecil, sehingga dapat ditutup dengan uang simpanan, kerugian itu tidak begitu terasa.
Lain halnya, apabila uang simpanan tidak mencukupi untuk menutupi kerugian, orang akan betul-betul menderita. Orang yang rumahnya terbakar habis, akan kehilangan tempat kediamannya, orang yang barang-barang pakaiannya dicuri semua, akan hampir telanjang, orang yang tanamannya musnah akibat banjir, akan jatuh miskin.
Jadi, setiap manusia yang menghadapi kemungkinan akan kehilangan miliknya karena berbagai sebab, ia disebut menghadapi suatu risiko.
Kemungkinan akan kehilangan harta kekayaan bagi seseorang akan berjalan seiring dengan semakin banyaknya harta kekayaan orang itu. Semakin makmur atau berlipat ganda harta kekayaan seseorang sebagai hasil dari kemajuan atau perkembangan kehidupan modem semakin dapat pula dibayangkan atau dirasakan bahwa ’’Kemungkinan” akan kehilangan tersebut akan bertambah. Ini berlaku bukan hanya terhadap kehilangan atas barang/harta kekayaan tetapi juga atas jiwa manusia. Kita lihat saja, dengan makin berkembangnya kemajuan teknis alat-alat perhubungan atau lalu lintas, maka kemungkinan akan kecelakaan juga akan lebih banyak dibanding dengan lalu lintas pada tempat atau daerah yang tidak mengenal atau memakai alat-alat modem itu. Kemungkinan akan kehilangan ini kita sebutkan risiko. Jadi, manusia menghadapi suatu risiko. Apakah ini nanti akan menjadi suatu kenyataan, itu merupakan sesuatu yang belum pasti.
Kemungkinan akan kehilangan ini adalah dihadapi oleh setiap manusia dan sudah barang tentu merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, dan oleh sebab itu juga menjadi suatu hal yang selalu diusahakan untuk tidak terjadi.
Kalau seseorang menginginkan supaya risiko itu tidak terjadi maka seharusnyalah orang itu mengusahakan supaya kehilangan/ kerugian itu tidak terjadi. Usaha tersebut dapat kita sebutkan sebagai tindakan mencegah kehilangan/kerugian. Tindakan-tindakan mencegah kehilangan/kerugian itu tentunya dipikirkan sedemikian rupa sempurna dengan/dan banyak cara, sampai orang tersebut merasa aman bahwa kejadian atau peristiwa kehilangan/kerugian itu tidak akan pernah terjadi.
Undakan pencegahan atau mengamankan yang telah disiapkan «Mlemikian rupa memang bisa atau mungkin berhasil tetapi mungkin juga tidak berhasil karena sesuatu hal yang terjadi di lilin dugaan. Bangunan-bangunan atau barang-barang yang dibuat ((•ngun teknik modem yang diperlengkapi dengan alat-alat pengaman lldnk luput dari kerusakan yang menimbulkan kerugian bilamana mlvttlnya ada kerusakan pada alat-alatnya sendiri atau bahkan pada Him pengamannya atau karena perbuatan manusia.
Di samping itu, tidaklah dapat disangkal bahwa tindakan m*nccgah terjadinya risiko ini juga memerlukan biaya, bahkan mungkin biaya dalam jumlah besar.
Manusia memang tidak ingin menderita rugi dan untuk tidak dlllmpa kerugian dia berusaha mencegahnya.
Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena tindakan pencegahan II n memerlukan biaya dan orang tersebut tidak mampu menyediakannya maka ia pasrah pada risiko itu. Bahkan juga mungkin bahwa seseorang itu sejak semula dengan menyadari adanya sesuatu risiko dan apabila risiko itu nanti terwujud, dia pasrah saja akan menerimanya sebagai sesuatu yang sudah menjadi lei sirat dan tersurat sebagai nasibnya. Tetapi menurut perkiraan liya hal seperti ini mungkin terjadi apabila risiko yang dihadapi oleh yang bersangkutan dirasakan tidak begitu berat. Berat tidaknya sesuatu kerugian/kehilangan adalah tergantung pada ukuran orang yang kehilangan itu sendiri. Bukan berarti bahwa dengan sikap pasrah itu, orang tersebut menyambut baik kehilangan/kerugian yang dideritanya. Ia menerima keadaan tersebut karena ia muhgkin lldak dapat berbuat apa-apa. Sikap menerima atau sikap pasrah Ini belum tentu berarti menghilangkan penderitaan material maupun moral bagi yang kehilangan, kecuali mungkin bagi orang-orang yang sudah kaya atau berkecukupan atau berkelebihan.
Sifat pasrah misalnya dapat kita lihat apabila seseorang mengantongi sejumlah uang dan ia harus pergi ke suatu tempat yang ramai di mana dia mempunyai urusan. Dia tahu benar bahwa
di tempat itu banyak copet. Tetapi dengan usahanya semaksimal mungkin menjaga uang yang dikantongi itu ia sudah pasrah apabila ternyata nanti ia toh kecopetan. Dalam hal demikian ia sudah pasrah menerima menderita rugi bagaimanapun beratnya untuk dipikul.
Sebagaimana telah kita lihat dalam uraian di muka bahwa kemungkinan kehilangan/kerugian” yang dihadapi manusia dapat dihadapi dengan beberapa sikap antara lain:
1) mencegah kemungkinan kehilangan itu supaya tidak terjadi dengan segala daya upaya
2) sikap pasrah, sikap menerima.
Kedua sikap di atas ternyata tidak selalu dapat mengatasi suatu risiko yang dihadapi. Oleh karena itulah, maka sudah sejak lama orang mencari cara lain untuk mengatasi risiko dan inilah yang sekarang dikenal sebagai lembaga asuransi atau pertanggungan. Bagi seseorang yang selalu dibayangi ketakutan atau kekhawatiran bahwa nanti pada suatu ketika ia akan menghadapi suatu musibah karena harta kekayaannya atau dirinya ditimpa suatu peristiwa yang mengakibatkan suatu kerugian, alangkah bahagianya dia, apabila ada orang lain yang mau ikut serta memikul kerugian itu bersama dia, atau mungkin mau memikul kerugian itu seluruhnya.
Bukankah kita, baik anak-anak atau sebagai orang dewasa atau yang tua sekalipun akan terhibur apabila pada waktu kita menderita rugi tiba-tiba ada orang lain yang menyodorkan sesuatu sebagai ganti rugi itu.
Selama dia belum mempunyai gambaran atau kepastian bahwa ada orang lain bersama-sama dia yang mau memikul penderitaan itu maka selama itu pulalah dia merasa tidak aman.
Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barang-barangnya dicuri, tabrakan, mendapat kecelakaan dalam perjalanan di darat, di laut dan di udara, tanah dengan penuh tanaman kebanjiran air bah.
Kalau kerugian ini hanya kecil, sehingga dapat ditutup dengan uang simpanan, kerugian itu tidak begitu terasa.
Lain halnya, apabila uang simpanan tidak mencukupi untuk menutupi kerugian, orang akan betul-betul menderita. Orang yang rumahnya terbakar habis, akan kehilangan tempat kediamannya, orang yang barang-barang pakaiannya dicuri semua, akan hampir telanjang, orang yang tanamannya musnah akibat banjir, akan jatuh miskin.
Jadi, setiap manusia yang menghadapi kemungkinan akan kehilangan miliknya karena berbagai sebab, ia disebut menghadapi suatu risiko.
Kemungkinan akan kehilangan harta kekayaan bagi seseorang akan berjalan seiring dengan semakin banyaknya harta kekayaan orang itu. Semakin makmur atau berlipat ganda harta kekayaan seseorang sebagai hasil dari kemajuan atau perkembangan kehidupan modem semakin dapat pula dibayangkan atau dirasakan bahwa ’’Kemungkinan” akan kehilangan tersebut akan bertambah. Ini berlaku bukan hanya terhadap kehilangan atas barang/harta kekayaan tetapi juga atas jiwa manusia. Kita lihat saja, dengan makin berkembangnya kemajuan teknis alat-alat perhubungan atau lalu lintas, maka kemungkinan akan kecelakaan juga akan lebih banyak dibanding dengan lalu lintas pada tempat atau daerah yang tidak mengenal atau memakai alat-alat modem itu. Kemungkinan akan kehilangan ini kita sebutkan risiko. Jadi, manusia menghadapi suatu risiko. Apakah ini nanti akan menjadi suatu kenyataan, itu merupakan sesuatu yang belum pasti.
Kemungkinan akan kehilangan ini adalah dihadapi oleh setiap manusia dan sudah barang tentu merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, dan oleh sebab itu juga menjadi suatu hal yang selalu diusahakan untuk tidak terjadi.
Kalau seseorang menginginkan supaya risiko itu tidak terjadi maka seharusnyalah orang itu mengusahakan supaya kehilangan/ kerugian itu tidak terjadi. Usaha tersebut dapat kita sebutkan sebagai tindakan mencegah kehilangan/kerugian. Tindakan-tindakan mencegah kehilangan/kerugian itu tentunya dipikirkan sedemikian rupa sempurna dengan/dan banyak cara, sampai orang tersebut merasa aman bahwa kejadian atau peristiwa kehilangan/kerugian itu tidak akan pernah terjadi.
Undakan pencegahan atau mengamankan yang telah disiapkan «Mlemikian rupa memang bisa atau mungkin berhasil tetapi mungkin juga tidak berhasil karena sesuatu hal yang terjadi di lilin dugaan. Bangunan-bangunan atau barang-barang yang dibuat ((•ngun teknik modem yang diperlengkapi dengan alat-alat pengaman lldnk luput dari kerusakan yang menimbulkan kerugian bilamana mlvttlnya ada kerusakan pada alat-alatnya sendiri atau bahkan pada Him pengamannya atau karena perbuatan manusia.
Di samping itu, tidaklah dapat disangkal bahwa tindakan m*nccgah terjadinya risiko ini juga memerlukan biaya, bahkan mungkin biaya dalam jumlah besar.
Manusia memang tidak ingin menderita rugi dan untuk tidak dlllmpa kerugian dia berusaha mencegahnya.
Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena tindakan pencegahan II n memerlukan biaya dan orang tersebut tidak mampu menyediakannya maka ia pasrah pada risiko itu. Bahkan juga mungkin bahwa seseorang itu sejak semula dengan menyadari adanya sesuatu risiko dan apabila risiko itu nanti terwujud, dia pasrah saja akan menerimanya sebagai sesuatu yang sudah menjadi lei sirat dan tersurat sebagai nasibnya. Tetapi menurut perkiraan liya hal seperti ini mungkin terjadi apabila risiko yang dihadapi oleh yang bersangkutan dirasakan tidak begitu berat. Berat tidaknya sesuatu kerugian/kehilangan adalah tergantung pada ukuran orang yang kehilangan itu sendiri. Bukan berarti bahwa dengan sikap pasrah itu, orang tersebut menyambut baik kehilangan/kerugian yang dideritanya. Ia menerima keadaan tersebut karena ia muhgkin lldak dapat berbuat apa-apa. Sikap menerima atau sikap pasrah Ini belum tentu berarti menghilangkan penderitaan material maupun moral bagi yang kehilangan, kecuali mungkin bagi orang-orang yang sudah kaya atau berkecukupan atau berkelebihan.
Sifat pasrah misalnya dapat kita lihat apabila seseorang mengantongi sejumlah uang dan ia harus pergi ke suatu tempat yang ramai di mana dia mempunyai urusan. Dia tahu benar bahwa
di tempat itu banyak copet. Tetapi dengan usahanya semaksimal mungkin menjaga uang yang dikantongi itu ia sudah pasrah apabila ternyata nanti ia toh kecopetan. Dalam hal demikian ia sudah pasrah menerima menderita rugi bagaimanapun beratnya untuk dipikul.
Sebagaimana telah kita lihat dalam uraian di muka bahwa kemungkinan kehilangan/kerugian” yang dihadapi manusia dapat dihadapi dengan beberapa sikap antara lain:
1) mencegah kemungkinan kehilangan itu supaya tidak terjadi dengan segala daya upaya
2) sikap pasrah, sikap menerima.
Kedua sikap di atas ternyata tidak selalu dapat mengatasi suatu risiko yang dihadapi. Oleh karena itulah, maka sudah sejak lama orang mencari cara lain untuk mengatasi risiko dan inilah yang sekarang dikenal sebagai lembaga asuransi atau pertanggungan. Bagi seseorang yang selalu dibayangi ketakutan atau kekhawatiran bahwa nanti pada suatu ketika ia akan menghadapi suatu musibah karena harta kekayaannya atau dirinya ditimpa suatu peristiwa yang mengakibatkan suatu kerugian, alangkah bahagianya dia, apabila ada orang lain yang mau ikut serta memikul kerugian itu bersama dia, atau mungkin mau memikul kerugian itu seluruhnya.
Bukankah kita, baik anak-anak atau sebagai orang dewasa atau yang tua sekalipun akan terhibur apabila pada waktu kita menderita rugi tiba-tiba ada orang lain yang menyodorkan sesuatu sebagai ganti rugi itu.
Selama dia belum mempunyai gambaran atau kepastian bahwa ada orang lain bersama-sama dia yang mau memikul penderitaan itu maka selama itu pulalah dia merasa tidak aman.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking