• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Makalah Hukum Perikatan tentang Manusia yang Melawan Hukum

 



BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam- macam istilah untuk menterjemahkan “Verbintenis” dan “Overeenkomst”, yaitu :
1.      Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjipto Sudibio menggunakan istilah Perikatan untuk “Verbintenis” dan “Persetujuan untuk “Overeenkomst”.
2.      Utrecht, dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai istilah Perutangan untuk “Verbintenis” dan Perjanjian untuk “Overeenkomst”.
3.      Achmad Ichsan, dalam bukunya Hukum Perdata IB menterjemahkan “Verbintenis” dengan perjanjian dan “Overeenkomst” untuk Persetujuan.
Dari uraian di atas ternyata bahwa untuk “Verbintenis” dikenal tiga istilah Indonesia yaitu : Perikatan, Perutangan, dan Perjanjian. Sedangkan untuk “Overeenkomst” dikenal dua istilah yaitu: Perjanjian dan Persetujuan.
Verbintenis berasal darikata kerja Verbinden yang artinya mengikat. Jadi verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau “hubungan”.
Overeenkomst berasal dari kata kerja Overeenkomen yang artinya “setuju” atau “sepakat”. Jadi overeenkomst mengandung kata sepakat  sesuai dengan azas konsensualisme yang dianut oleh BW.
Untuk itu penulis mencoba membahas mengenai Perikatan dengan maksud untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam materi Perikatan, dan untuk menunjang   pembahasan tersebut penulis mengambil dari berbagai resensi buku-buku yang terkait kedalam materi pembahasan.

2

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Perikatan
Definisi perikatan tidak ada di rumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa dalam ilmu pengetahuan hukum. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban untuk memenuhi prestasi itu.
Berdasarkan pengertian perikatan di atas ini, dalam satu perikatan terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lain. Jadi, dalam perjanjian timbal-balik dimana hak dan kewajiban di satu pihak saling berhadapan di pihak lain terdapat dua perikatan. Hak dan kewajiban tersebut merupakan  akibat hubungan hukum yaitu hubungan yang diatur oleh hukum.
Untuk menentukan apakah suatu hubungan hukum merupakan perikatan dalam pengertian hukum atau tidak, pada mulanya para sarjana merupakan ukuran dapat tidaknya dinilai dengan uang. Bilamana hubungan hukum, hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dapat dinilai dengan uang, hubungan tersebut adalah perikatan.
Akan tetapi ukuran tersebut lama kelamaan tidak dapat dipertahankan lagi, karena dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa berkembang dan berubah, ternyata seringkali terjadi hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang. Misalnya, tercemarnya nama baik atau cacat tubuh seseorang karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) orang lain.




Hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban dalam perikatan tersebut adalah antara dua pihak. Pihak yang berhak atas prestasi (pihak yang aktif) adalah kreditur atau orang yang berpiutang. Sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi (pihak yang pasif) adalah debitur atau orang yang berutang. Kreditur dan debitur inilah yang disebut dengan subyek hukum.
Obyek perikatan yang merupakan hak debitur dan kewajban debitur biasanya dinamakan prestasi. Menurut pasal 1234 BW prestasi ini dapat berupa memberisesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Apa yang dimaksud “sesuatu” disini bergantung kepada maksud atau tujuan daripada para pihak yangmengadakan hubungan hukum, apa yang akan diberikan, yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat.
Prestasi dari suatu perikatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.       Harus diperkenankan, artinya tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1335 dan 1337 BW).
b.      Harus tertentu atau dapat ditentukan, artinya harus terang dan jelas (Pasal 1320 ayat (3) dan 1333 BW).
c.       Harus mungkin dilakukan, artinya mungkin dilaksanakan menurut kemampuan manusia. Jika prestasinya secara obyektif tidak mungkin dilaksanakan, tidak akan timbul perikatan.
Subyek perikatan adalah kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.
            Pada debitur terdapat dua unsure yaitu schuld schuld yang berarti hutang debitur kepada kreditur, sedangkan halftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggung jawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut.
Suatu perikatan adalah batal, jika kreditur pada waktu membuat perikatan sudah mengetahui bahwa debitur tidak mungkin melaksanakan prestasinya.


3

II.2. Pengaturan Hukum Perikatan
Hukum perikatan diatur dalam Buku III BW dengan judul Van Verbintenissen (tentang perikatan) yang terdiri dari 18 Bab (title) ditambah dengan title VIII A dengan sistematik sebagai berikut:
Bab I               (Pasal 1233 s.d 1312) tentang perikatan-perikatan pada umumnya;
Bab II              (Pasal 1313 s.d 1352) tentang perikatan-perikatan yang timbul dari perjanjian;
Bab III            (Pasal 1352 s.d 1380) tentang perikatan-perikatan yang timbul karena UU;
Bab IV            (Pasal 1381 s.d 1456) tentang hapusnya perikatan-perikatan;
Bab V              s.d XVIII ditambah Bab VII A (Pasal 1457 s.d 1864) tentang perjanjian-perjanjian khusus.
            Bab I s.d IV merupakan ketentuan umum, sedangkan Bab V s.d XVIII ditambah VII A merupakan ketentuan khusus yang mengatur perjanjian-perjanjian bernama (benomde contracten). Ketentuan  umum dalam Bab I s.d IV tersebut berlaku untuk semua perikatan, baik yang bernama (onbenoemde contracten). Akan tetapi, berlakunya ketentuan-ketentuan umum terhadap perikatan-perikatan khusus tersebut dibatasi sedemikian rupa yaitu sepanjang tidak diatur secara khusus, ketentuan-ketentuan umum itu tidak berlaku.
            Selain diatur dalam  Buku III BW perikatan juga ada diatur dalam beberapa bagian Buku I dan II BW. Namun, tentunya sepanjang belum diatur dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 maupun pelaksanaanya.
II.3. Sumber-Sumber Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1233 BW perikatan bersumber dari perjanjian dan Undang-undang. Perikatan yang bersumber dari perjanjian diatur dalam title II (Pasal 1313 s.d 1351) dan title V s.d XVIII (Pasal 1457 s.d 1864) Buku III BW. Sedangkan perikatan yang bersumber dari undang-undang diatur dalam title (Pasal 1352 s.d 1380) Buku III BW.

4

Kemudian perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia Menurut Pasal 1353 BW dibedakan atas perbuatan yang sesuai dengan hukum (rechmatige) dan perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatige).
Sumber-sumber perikatan dan pembeda-pembedanya tersebut dapat diskemakan sebagai berikut ini.
          Perikatan
          1233 BW Bersumber dari
                    
Perjanjian                                                                                            Undang-undang                 1313 BW                                                                                           1352 BW


 
Undang-undang saja                                              Undang-undang Karena perbuatan                                         Manusia 1353 BW


 
Perbuatan yang sesuai dengan                                                            Perbuatan yang melawan Hukum (rechtmatige)                                                                           hukum (onrechtmatige)
-          1354 (zaakwaarneming)                                                            (Pasal 1365 s.d 1380)
-          1359 (onverschuldigde betaling)

Pada umumnya, para ahli hukum perdata sependapat bahwa sumjber perikatan sebagaimana disebut Pasal 1233 BW yaitu perjanjian dan undang-undang adalah kurang lengkap. Sumber perikatan yang lain adalah Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, hukum tidak tertulis dan keputusan hakim (yurisprudensi).


5

 Namun, sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian, sebab dengan melalui perjanjian pihak-pihak mempunyai kebebasan untuk membuat segala macam perikatan, baik perikatan yang bernama yang tecantum dalam title V s.d XVIII Buku III BW maupun perikatan yang tidak bernama. Hal ini sesuia dengan asa kebebasan berkontrak (contract vrijheid).
            Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bhwa setiap orang pada dasanya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 1338 dan 1337).
II.4. Syarat-Syarat Perjanjian
Syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian disebutkan dalam Pasal 1320 BW yaitu:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Para pihak yang membuat prjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan.
2.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Cakap (bekwaam) merupakan syarat umum untuk dapat melakuan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertntu.
3.      Suatu hal tertentu,dan
Dalam Perjanjian adalah barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 BW barang yang menjadi objek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan.

6

4.      Suatu hal yang halal
Pasal 1335 BW menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dubuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlaang, tidak mempunyai kekuatan.
Adapun hal-hal yang menghalangi pelaksanaan suatu perikatan yaitu overmacht dan wanprestasi.
Wanprestasi
               Prestasi adalah suatu yang wajib harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Prestasi merupakan isi dari perikatan. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian, ia dikatakan wanprestasi (kelalaian).
Penggantian Kerugian
               Di atur dalam BW Pasal 1243 s.d 1252, yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi yang dapat diebankan kepada debitur yang tidak memenuhi wanprestasi dalam suatu perikata untuk mengganti biaya, rugi dan bunga.
               Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur.
               Rugi adalah segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur.
               Bunga adalah segala keuntungan yang diharapkan atau sudah di perhitungkan.
Overmacht
               Overmacht atau keadaan memaksa adalah keadaan tidak terlaksananya perjanjian karena peristiwa yang terjadi diluar kesalahan pihak-pihak yang bersangkutan.
Syarat dari overmacht adalah:


7

·         Terjadi di luar kesalahan para pihak
·         Merintangi pemenuhan prestasi
·         Tidak terjadi karena keadaan yang dapat menimbulkan resiko bagi debitur
Akibat dari overmacht:
a.       Kreditur tidak dapat menuntut pelaksanaan dan ganti rugi
b.      Kreditu tidak dapat menuntut pembatalan atas dasar pasal 1266 KUHPt
c.       Dalam perjanjian timbal balik, kontrak prestasi gugur (pasal 1260 dan 1602C KUHPt)
II. 5.  Macam-Macam Perikatan
A.     Menurut Ilmu pengetahuan Hukum Perdata  perikatan dapat dibedakan atas beberapa macam.
1.      Menurut isi daripada prestasinya :
a.       Perikatan positif dan negative
Adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan positif, yaitu memberi  sesuatu dan berbuat sesuatu, sedangkan perikatan negative adalah periatan yang prestasinya berupa sesuatu perbuatan yang negative yaitu tidak berbuat sesuatu.
b.      Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
Perikatan sepintas lalu adalah perikatan yang pemenuhan yang prestasinya cukup hanya dengan satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai.Sedangkan perikatan berkelanjutan adalah perikatan yang prestasinya berkelanjutan untuk beberapa waktu. Mis perikatan yang timbul dari perjanjian-perjanjin, sewa menyewa dan perburuhsan (perjanjian kerja. 
c.       Perikatan alternative
Adalah perikatan dimana debitur dibebaskan untuk memenuhi memenuhi satu dari dua atau lebih prestasi yang disebutkan dalam perjanjian.adalah suatu perikatan yang hanya mempunuyai satu objek prestasi, dimana debitur mempunyai hak untuk mengganti dengan prestasi yang lain bilamana debitur tidak mungkin memenuhi prestasi yang telah di tentukan semula.


8

d.      Perikatan generic dan specific
Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya hanya ditentukan jenis dan jumlah barang yang harus diberikan debitur kepada kreditur. Perikatan specific adalah perikatan dimana objeknya ditentukan secara terinci sehingga tampak cirri-ciri khususnya
e.       Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Perikatan yang dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi dimana pembagian itu tidak boleh mengurangu hakikat prestasi itu. Perikatan yang tidak dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya tidak dapat dibagi. Soal dapat atau tidak dapat dibagi prestasi itu ditentukan oleh sifat barang yang bersangkutan.
2.      Menurut subyeknya :
a.       Perikatan tanggung-menanggung
Adalah peikatan dimana debitur atau kreditur terdiri dai beberapa orang, mengenai perikatan tanggung-menanggung ini lihat pasal 1749 dan1836 BW serta pasal 18 KUHDagang
b.      Perikatan pokok dan tambahan
Perikatan pokok adalah peikatan antara debitur dan kreditur yang berdiri sendiri tanpa bergantung kepada adnya perikatan yang lain, misalnya perjanjian peminjaman uang.
Perikatan tambahan adalah perikatan antara debitur dan kreditur yang diadakan sebagai perikatan tambahan daripada perikatan pokok misalnya perjanjian gadai dan hipotik.
                 3.  Menurut mulai berlakunya dan berakhirnya :
                   a. Perikatan bersyarat
           Adalah perikatan yang lahirnya atau berakhirnya (batalnya) digantungkan kepada suatu peristiwa yang belum dan tidak tentu terjadi.
b.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Adalah perikatan yang plaksanaannya ditangguhkan sampai pada suatu waktu ditentukan yang pasti akan tiba, belum dapat dipatikan kapan waktunya.



9

B.     Menurut undang-undang perikatan  dapat dibedakan atas beberapa macam sebagai berikut di bawah ini :
a.       Perikatan besyarat
b.      Perikatan dengan ketetapan waktu
c.       Perikatan Manasuka (alternatif)
d.      Perikatan tanggung-menanggung
e.       Perikatan yang dapat dibagi dan yang todak dapat dibagi
f.        Perikatan dengan ancaman hukuman.
Adalah perikatan dimana ditentukan bahwa debitur akan dikenakan suatu hukuman apa bila ia tidak melaksanakan perikatan.
II.6.  Isi Perikatan
Dilihat dari dari sudt isinya, perikatan dapat dibedakan menjadi
a.       Perikatn untuk membeikan sesuatu (pasal 1233-1238 KUHPerd)
b.      Perikatan untuk melakukan sesuatu dan
c.       Perikatan untuk tidak melakukan seuatu (pasal1239-1247 KUHPerd)
kekuasaan atau pemilikan nya.melakukan sesuatu artinya setiap prestasi positif yang bukan bersifat memberikan.
II.7. Pelaksanaan Perikatan
a.       Arti melaksanakan perjanjian
Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa yang merupakan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat.melaksanakn perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain yakni pihak yang berhak atas pelaksanaan perjanjian tersebut.
b.      Penafsiran Perjanjian
Perihal bagaimana suatu perjanjian harus ditafsirkan ,pengaturan nya termuat dalam rangkaian pasal-pasal 1342-1352 BW yang isinya dapat disimpulkan sebagai berikut.
c.       Apabila kata-kata suatu perjanjian sudah jelas, kata-kata itu tidak boleh disimpangi dengan jalan menafsirkannya(pasal 1342).
10

d.      Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai penafsiran katakata dalam perjanjian tersebut harus ditafsirkan dengan jalan menyelidiki maksudkedua belah pihak yang membuat perjanjian sewaktu perjanjian itu dibuat(pasal1343dan1350).
e.       Bila mana seatu perjanjian mengandung dua macam pengertian harus dipilah pengertian yang memungkinkan perjajian itu  dilaksanakan (pasl1344)
f.        Seandainya dalam suatu perjanjian terdapat kata-kata yang mengandungdua macam pengertian,harus dipilh pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian (pasal 1345)
g.      Sekiranya dalam pejanjian terdapat hal yang meragukan ,hal itu harus di tafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan dalam suatu daerah dimana perjanjian itu dibuat(pasal 1346)dan perjanjian itu harus ditafsirkan atas kerugian pihak kreditur dan utuk keuntungan pihak debitur(pasal 1349)
h.      Segala sesuatu yang menurut kebiasaan selamanya di perjanjikan ,meskipun tidak dinyatakan dengan tegas dalam perjanjian yang besangkutan (pasal1347)
i.        Semua janji-janji yang dibuat dalam perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu sama lain dan harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya(pasal1348)

j.        Itikad baik dalam melaksanakan perjanjian
Prof. R. Subekti, S.H dalam bukunya hukum itikad baik itu diktak sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hikum perjanjian54) hal itu dapa dipahami bahwa itikad baik merupakan landasan utama untuk dapat melaksanakan suatu perjanjian dengan sebaik baiknya dan sebagai man mestinya.

k.      Itikad baik dapat dibedakan menjadi dua yaitu;
1.      Itikad baik pada waktu aka melakukan perjanjian adalah perkiraan dalam hati sanubari yang bersangkutan bahwa syarat syarat yang diperlukan dalam melakukan perjanjian secara sah menurut huum sudah terpenihi semuanya56.
2.      Itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibanyang timbul dari suatu perjanjian harus mengindahkan norma norma kepatutan dam keadilan. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian.
11

Di Indonesia sudah dianut anggaran bahwa menurut pasal 1338 ayat (3) BW hakim di beri kekuasaan untuk mengawasi suatu pelaksanaan perjanjian jangn sampai perjanjiaitu melanggar kepatutan dan keadilan.
II.8. Perikatan Yang Trjadi Karena Persetujuan
a.       Persetujaan pada umumnya
Pasal 1313 memberikan depinisi mengenai pesetujuan sebagai berikut “persetujuaan adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”
b.      Berlakunya persetujuan
Persetujuan pada azasnya hanya mengikat pihak-pihak yang membuat persetujuan saja(pasal 1315-1318 dan pasal 1340 BW)
II.9. Terjadinya Persetujuan
pasal 1320 menentukan bahwa untuk sahnya persetujuan diperlukan 4 syarat
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Cakap untuk membuat perikatan
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatusebab atau causa yang halal.
Syarat ke 1-2 menyangku subjek sedangkan ke3-4 menyagkut objek                               
II.10 Akibat- akibat Persetujuan
Persetujuaan dikuasai oleh:
1.      Apa yang di perjanjikanoleh para pihak
2.      Ketentuan ketentuan yang bersifat mengatur
3.      Kebiasaan
4.      Kepatutan


12

II.11. Hapusnya Persetujuan
Hapusnya persetujuan harus benar-bener dibedakan daripada hapusnya perikatan,karena suatu perikatan dapat di hapus sedangkan persetujuaannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.
a.       Ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak,misalnya persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu.
b.      Undang undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan
c.       Para pihak atau undang undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tetentu, maka persetujuan akan hapus
Persetujuan perseroan 1646 ayat 4
Persetujuan pemberian kuasa pasal1813
Persetujuan kerja pasal 1603 j
d.      Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) opzegging dapat dilakukan oleh kedua pihak atau oleh salah satu pihak, opzegging hanya ada pada persetujuan yang sementara.
Persetujuan keja, persetujuan sewamwnyewa
e.       Persetujuan hapus karena putusan hakim
f.        Tujuan pesetujuan telah tercapai
g.      Denganpersetujuan para pihak.(herroeping)
II.12. Perikatan yang Terjadi Karena Undang-Undang
            Perikatan yang bersumber dari undang undang pada buku III BW yang di atur dalam title III (pasal 1352 s.d 1380) namun ketentuan ini bukan bukan sebagai ketentuan umum perikatan yang bersumber dari undang undang, seperti halnya dalam title IImengenai perikatan yang bersumber dari perjanjian, melainkan hanya mengatur beberapa jenis perikatan yaitu zaakwaarneming, onverschuldigde dan onrechtmatige daad selain itu juga disinggung tentang natuurlijke vebintenis.
           

13

Menurut 1352 BW perikatan perikatan yang bersumber dari undang –undang dibedakan atas sua macam yaitu
1.      Perikatan yang bersumber dari undang-undang saja
2.      Perikatan yang bersumber dari undang-undang karena pebuatan manausia.
a.       Rechtmatige daad yaitu perbuatan yang sesuai dengan hukum.
b.      Onrechmatige daad yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum.
II.13. Zaakwaarneming
Zaakwaarneming adalah suatu perbuatan dimana seseorang dengan sukarela dan tanpa mendapat perintah, menguruskepentingan (urusan)orang lain dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini.
Syarat-syarat zaakwaarneming adalah:
a.       Yang di urus zaakwaarnemer adalah kepentingan orang lain bukan kepentingan dirinya.
b.      Perbuatan pengurusan kepentingan oranglain itu harus dilakuan zaakwaarneming dengan sukarela
c.       Perbuatan pengurusab kepentingan orang lain itu harus dilakukan zaakwaarnemer tanpa di perintah .
d.      Harus terdapat suatu kedaan yang membenarkan inisatif seseorang untuk bertindak sebagai zaakwaarnemer misalnya keadaan yang mendesak untuk berbuat.
Hak dan kewajiban zaakwaarnemer
a.       Zakwaarneming berkewajiban meneruskan pengurusan kepentingan dominus sampai dominis dapat mengurus sendiri kepentingannya
b.      Zaakwaarnemer harus melakukan pengurusan kepentingan dominus dengan sebaik baiknya.
c.       Zaakwaarnemer harus brtanggung jawab sama seperti kuasa biasa (pasal1354)yaitu memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukan demikepentingan dominus dan bertanggung jawab keuangan.

14

d.      Apabila zaakwaarnemer bertugas dengan baik maka ia berhak atas penggantian uang yang telah dikeluarkannya yang sangat perlu dan bermanfaat bagi kepentingan dominus.
II.14. Natuurlijke verbintenis
            Istilah ini diterjemahkan berbeda-beda oleh para ahli hukum Indonesia, ada yang mengartikannya dengan perutangan wajar, ada yang mengartikannya dengan perikatan bebas, ad yang mengartikannya dengan prikatan alam dan lain-lainnya, tetapi dengan maksud yang sama.
Prof . R. subekti S.H menyatakan bahwa naturrlijke verbintenis adalah suatu perikatan yang berada di tengah tengah antara perikatan moral atau peikatan kepatutan dan perikatan hukum sehingga natuurlijke juga bisa dikatakan sebagai perikatan hukum yang sempurna.
            Natuurlijke verbintenis dapat berubah menjadi perikatan hukum biasa yaitu dengan pembaharuan uang(novasi)atau dengan mengadakan penanggungan (borgtocht)kecuali jika undang-undang melarangnya seperti yang di sebut pada pasal 1790 BW yang melarang untuk pembaharuan uang yang terjadi karena perjudian. .
II.15 Perbuatan Melanggar Hukum ( Onrechtmatige daad)
Pengertian
            Perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad)byang tercantum dalam Pasal 1365 BW (yang sama dengan Pasal 1401 BW Belanda) merupakan hal yang sangat penting dan sangat terkenal sekali dalam hukum pedata. Di kalangan ahli hukum sempat terjadi perdebatan yang hebat yang berlangsung bertahun-tahun lamanya mengenai onrechtmatige daad ini, dan baru pada tanhun 1919 perdebatab itu berakhir, setelah adanya standard arres 31 Januari 1991 yang menyelesaikan persoalannya.



15

Pasal 1365 BW memuat ketentuan sebagai berikut :
“ Setiap perbuatan yang melawan hukum, yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.
            Dari Pasal tersebut dapat dilihat bahwa untuk mencapai suatu hasil yang bai alam melakukan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi syarat-syarat atau unsure-unsur :
1.      Perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad)
2.      Harus ada kesalahan
3.      Harus ada kerugian yang ditimbulkan
4.      Adanya hubungan causal antara perbuatan dan kerugian.
Perkara Zutphense
            Di negeri Belanda umumnya rumah di kediaman pendudu dibuat bertingkat. Di kota Zutphen pada suatu hari di musim dingin pernah kejadian pipa air leiding dari ruangan tingkat atas yang dihuni seorang nona karena dinginnya musim pecah dan airnya mengalir ke ruangan di tingkat bawah yang dipergunakan untuk menyimpan barang-barang yang terbuat dari kulit. Kran yang dapat menghentikan masuknya air dari luar ke dalam rumah itu berada di bagian atas yang dihuni nona itu.
            Karena kejadian itu penghuni rumah bagian bawah menderita banyak kerugian, lalu mengugat penghuni rumah bagian atas di muka pengadilan berdasarkan onrechtmatige daad sebagaimana dimaksud Pasal1401 BW Belanda. Namun gugatannya ditolak pengadilan dengan alasan tidak ada pasal terntentu dari undang-undang yang menentukan penghuni rumah bagian atas untuk menutup kran air leiding itu.
            Jadi, sebelum tahun 1919 yang dimaksud perbuatan melanggar hukum harus melanggar hak subyektif orang lain yang diatur dalam undang-undang atau bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku perbuatan. Sehingga perbuatan melawan hukum sama dengan perbuatan melanggar undang-undang.
16

II.16 Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan Hukum
            Praktek Peradilan menerima bahwa badan hukum dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan pasal 1365. Yang menjadi dasar bahwa perbuatan organ suatu badan hukum berlaku sebagai perbuatan dari badan hukum itu sendiri.
Tidak setiap perbuatan organ, dapat dipertanggungjawabkan kepada badan hukum , dalam hal ini harus ada hubungan antara perbuatan, dengan lingkungan kerja dari organ. Perbuatan melanggar hukum dari organ dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dari badan hukum, apabila organ tersebut bertindak dalam “ formele kring “ dari wewenangnya, yang artinya jika orgaan tersebut bertindak untuk memenuhi tugas yang di bebankan kepadanya.
Adapun yang dianggap sebagai orgaan adalah perwakilan, yang mempunyai fungsi esensiil dalam struktur badan hukum, maka pertanggunganjawab badan hukum didasarkan kepada pasal 1367 BW.
Kesalahan
            Untuk mempertanggungjawabkannya orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum, Pasal 1365 BW mensyaratkan adanya kesalahan.
Kerugian
            Kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melanggar hukum dapat berupa kerugian materiil dan dapat berupa kerugian inmateriil (idiil).
II.17 Hubungan Fiducia dengan Hukum Perikatan
            Fiducia sebagai jaminan, diberikan dalam bentuk perjanjian. Biasanya dalam meminjamkan pinjaman uang, kreditur mencantumkan dalam perjanjian itu bahwa debitur harus menyerahkan barang-barang tertentu sebagai jaminan pelunasan utangnya. Dengan demikian hubungannya dengan hukum perikatan  adalah:

17

1.      Hubungan hukum antara pemberi dan penerima fiducia adalah hubungan prikatan, berdasarkan mana kreditur berhak untuk menuntut penyerahan barang jaminan (secara constitutum possessorium) dari debitur yang berkewajiban memenuhinya.
2.      Isi perikatan itu adalah untuk mmberi sesuatu, karena debitur menyerahkan suatu barang kepada kreditur.
3.      Perikatan itu meengikuti suatu perikatan lain yang telah ada, yaitu perikatan utang-piutang antara kreditur dan debitur.
4.      Perikatan fiducia dengan demikian merupakan peikatan dengan syarat batal, karena kalau utangnya dilunasi maka hak jaminannya hapus.
5.      Periatan fiducia terjadi karena perjanjian pemberian fiducia sebagai jaminan, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber peikatan nya adalah perjanjian.
6.      Perjanjian itu merupakan perjanjian yang tidak dikenal oleh KUHPt
7.      Perjanjian itu tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan umum tentang perikatan yang terdapat dalam Bab I-IV Buku III KUHPt.
II.18 Hapusnya Perikatan
            Bab IV Buku III BW mengatur tentang hapusnya perikatan baik yang timbul dari persetujuanm, maupun dari undang-undang Pasal 1381 zbw., menyebutksn sepuluh cara hapusnya perikatan, dimana delapan diantaranya dibahas dalam Bab IV, yaitu :
I.                    Pembayaran.
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hukum perikatan adalah setiap pemenuhan prestasi secara sukarela
II.                 Penawaran pembayaran, diikuti dengan penitipan.
Hanya mungkin pada perikatan untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan barang-barang bergerak
III.              Pembaharuan utang (novatie).
Pebaharuan utang adalah suatu perjanjian yang menghapuskan perikatan lama, tetapi pada saan yang sama menimbulkan perikatan baru yng menggantikan perikatan lama.


18

IV.              Perjumpaan utang (kompensasi).
Perjumpaan utang adalah salah satu cara hapusnya periktan yang disebabkan oleh keadaan dimana dua orang Sali mempunyai utang terhadap yang lain, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan.
V.                Percampuran utang.
Pencampuran utang terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur bersatu pada satu orang.
VI.              Pembebasan utang.
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana kreditur  melepaskan haknya untuk menagih piutangnya kepada debitur.
VII.           Musnahnya barang yang terutang.
Jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak ada lagi dapat diperdagangkan, atau hiang, hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, perikatan menjadi hapus asal saja musnahnya atau hilangnya barang itu bukan karena kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkan barang itu.
VIII.        Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
a.       Batal demi hukum, karena kebatalannya terjadi bedasarkan undang-undang
b.      Dapat dibatalkan, baru mempunyai akibat setelah ada puusan hakim yang membatalkan perbuatan tersebut.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV adalah:
IX.              Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
X.                Kadaluwarsa (diatur dalam buku IV, Bab VII).





19
20

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Pada umumnya, para ahli hukum perdata sependapat bahwa sumber perikata sebagaimana disebut Pasal 1233 BW “bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena  undang-undang adalah kurang lengkap.
            Namun, sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian, sebab dengan melalui perjanjian pihak-pihak mempunyai kebebasan untuk membuat segala macam perikatan, baik perikatan yang bernama yang tercantumdalam title V s.d XVIII Buku III BW maupun perikatan yang tidak bernama. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (contract vrijheid) sebagai salah satu asas yang menjadi dasar lembaga-lembaga hukum yang disebutkan pada title V s.d XVIII. 











-          Hoey Tiong Oey., S.H., Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Yudhistira, Jakarta Timur, cet. I 1984.
-          Mariam Darus Badrulzaman, S.H., Prof.Dr.Ny., KUHPt Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni Bandung, cet. I.1983.
-          Setiawan, R.,S.H., Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bincipta Bandung, cet. IV.1987.
-          Subekti, R., S.H., Prof., Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermaa, Jakarta,cet.VI,1979. Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,cet.VI,1979, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni Bandung,1976.
-          Riduan, Syahrani, S.H., Seluk-beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni Bandung, cet. I.2006
-          Warjono, Prodjodikoro, S.H., Prof. Dr., Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Bandung,cet.VII,1973, Perbuatan Melanggar Hukum, Sumur Bandung, Bandung,cet.V,1967.













DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    ………………………………………………………………..    i
DAFTAR ISI  ……………………………………………………………………..........     ii
BAB                 I          PENDAHULUAN ………………………………………………    1
                         1.1      Latar belakang …………………………………………………     2
BAB                  II       PEMBAHASAN ……………………………………………….     3
2.1       Pengertian Perikatan ………………………………………………….     2
2.2       Pengaturan Hukum Perikatan ………………………………………..     4
2.3       Sumber-sumber Perikatan …………………………………………….    4
2.4       Syarat-syarat Perjanjian & Hal-hal yang Menghalangi Perikatan…     6
2.5        Macam-macam Perikatan ……………………………………………      8
2.6       Isi Perikatan ……………………………………………………………     10
2.7       Pelaksanaan Perikatan ………………………………………………..      10
2.8       Perikatan yang Terjadi Karena Persetujuan ………………………..     12
2.9       Terjadinya Persetujuan ……………………………………………….     12
2.10     Akibat-akibat Persetujuan ……………………………………………     12
2.11     Hapusnya Persetujuan ………………………………………………..      13
2.12     Perikatan yang Terjadi Karena Undang-Undang ………………….       13
2.13     Zaakwaarneming ……………………………………………………..       14

ii

2.14          Natuulijke Verbintines ……………………………………………..          15
2.15          Perbuatan Melanggar Hukum …………………………………….          16
2.16          Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan Hukum ……………..           17
2.17          Hubungan Fiducia dengan Hukum Perikatan …………………...          17
2.18          Hapusnya Perikatan ………………………………………………..          18
BAB                III       PENUTUP …………………………………………………..          20
                        Kesimpulan …………………………………………………………          20
DAFTAR PUSTAKA

                       












iii
Makalah Hukum Perikatan tentang Manusia yang Melawan Hukum 4.5 5 Unknown BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam- macam istilah untuk menterjemahkan “...


No comments:

Post a Comment

Aturan Berkomentar :

1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking

J-Theme