BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Prinsip – Prinsip Pemberian Obat Pada Pasien
Menggambarkan 6 Benar dalam pemberian obat.
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus dapat melakukan 6 hal yangt benar; klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Memberikan pedoman keamanan dalam pemberian obat
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah (persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat)
Persiapan :
Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
a. Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
b. Periksa perintah pengobatan
c. Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
d. Periksa tanggal kadaluarsa
e. Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain
f. Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau
ahli Farmasi
g. Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit,
buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran
identifikasi pasien
h. Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan
harus berada pada garis dosis yang diminta
i. Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin)
atau berikan bersama-sama dengan makanan
Pemberian :
a. Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi
b. Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya tidak enak. Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu baru kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan
c. Berikan hanya obat yang disiapkan
d. Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung rute pemberian
e. Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai
f. Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.
g. Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan intramuscular pada satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml larutan intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.
h. Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar
i. Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat sampah
j. Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial Anda pada label
k. Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci ganda
l. Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.
Pencatatan :
a. Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
b. Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial Anda.
c. Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat
d. Lap[orkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.
e. Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada kolom intake dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.
Yang Tidak Boleh :
a. Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan obat.
b. Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang lain.
c. Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label yang sulit dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang
d. Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat lain
e. Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda
f. Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah kadaluwarsa
g. Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat. Tanya jika ragu-ragu
h. Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau berubah warna, atau berawan.
i. Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan
j. Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia memiliki alergi terhadap obat itu.
k. Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi
l. Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat tersebut berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya.Periksa perintah pengobatan.
m. Jangan menutup kembali jarum suntik.
Faktor-Faktor yang Mengubah Respon Terhadap Obat
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat harus tahu jumlah dan macam-macam factor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :
a. Absorpsi : suatu variable yang utama dalam rute pemberian obat. Absorpsi oral terjadi pada saat partikel-partikel obat keluar dari saluran gastrointestinal (lambung dan usus halus) menuju cairan tubuh. Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare akan mempengaruhi absorpsi obat.
b. Distribusi : dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.
c. Metabolisme / biotransformasi : semua bayi khususnya neonates dan bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang belum matang, demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel ginjalnya. Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.
d. Ekskresi : rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan juga keringat.
e. Usia : Bayi dan lansia lebih sensitive terhadap obat-obatan. Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan SSP. Klien seperti ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran gastrointestinal akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau gastrointestinalnya.
f. Berat badan : dosis obat, misalnya anti neoplastik dapat diberikan sesuai berat badan. Orang yang obesitas mungkin perlu penambahan dosis atau sebaliknya.
g. Toksisitas : Istilah ini merujuk pada gejala merugikan, yang bias terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.
h. Farmakokinetik : istilah ini merujuk pada factor-faktor genetic terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang merugikan terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.
i. Rute pemberian : obat-obat yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.
j. Saat pemberian : ada atau tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat
k. Faktor emosional : komentar-komentar yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat
l. Toleransi : kemampuan klien untuk merespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian.
m. Efek penumpukan : ini terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan pemberian obat
n. Interaksi Obat : efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.
Bentuk dan Rute Pemberian Obat
Ada berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
a. Transdermal ; obat tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada kulit, diserap melalui kulit dan mempunyai efek sistemik.
b. Topikal ; obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai cara, seperti dengan sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll
c. Instilasi : obat cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep
d. Suppositoria ; adalah obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal
II.2. MACAM-MACAM PEMBERIAN OBAT
Dalam mengkonsumsi obat, ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan tergantung dari resep, dosis dan anjuran dokter. Berikut ini adalah beberapa cara pemberian obat, diantaranaya adalah: Oral, Sublingual,Inhalasi, Rektal, Pervaginam, Perenteral, Topikal/lokal
Oral
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak),
MEMBERIKAN OBAT MELALUI ORAL
I. Persiapan alat :
a. obat-obat (prive/R.S)
b. gelas obat
c. daftar obat
d. tempat obat
II. Pelaksanaan :
1. Membagi obat ke tempat obat :
a. mencuci tangan
b. membaca instruksi pada daftar obat
c. mengambil obat-obat (prive/R.S)
d. menyiapkan obat dengan tepat menurut daftar obat (obat masih dalam
kemasan/pembungkus)
e. menyiapkan obat cair beserta gelas obat
2. Membagikan obat kepada pasien :
a. mencuci tangan
b. mengambil daftar obat dan obat kemudian diteliti kembali, sambil
membuka pembungkus obat
c. menuangkan obat cair ke dalam gelas obat, jaga kebersihan etikat obat
d. membawa obat dan daftar obat ke pasien sambil mencocokkan nama pada
tempat tidur dengan nama daftar obat
e. memastikan pasien benar dengan memanggil nama pasieo sesuai dengan
nama pada daftar obat
f. memberi obat satu-persatu ke pasien sambil menunggu sampai pasien selesai minum
III. Hal yang perlu diperhatikan :
a. teliti
b tanggung jawab
c. jujur
ASUHAN KEPERAWATA PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL
Tinjauan Umum
Menyiapkan dan memberikan obat untuk pasien sadar melalui mulut dan dilanjutkan untuk ditelan
PERSIAPAN
Persiapan Klien
a. Cek perencanaan Keperawatan klien
b. Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
Persiapan Alat
a. Obat yang sudah ditentukan
b. Gelas dan daftar obat
PELAKSANAAN
a. Perawat cuci tangan
b. Mengambil daftar obat dan obat kemudian diteliti kembali, smambil
membuka pembungkus obat
c. Menuangkan obat cair kedalam gelas obat, jaga kebersihan etiket obat
d. Membawa obat da daftar obat ke klien sambil mencocokan nama pada
tempat tidur dengan nama pada daftar obat
f. Memberi obat satu persatu ke klien sambil menunggu sampai klien selesai minum
g. Perawat cuci tangan
h. Catat tindakan yang telah dilakukan
EVALUASI
a. Perhatikan respon klien dan hasil tindakan
DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Rute oral
Cara pemberian yang paling sering dengan berbagai alasan . Beberapa obat diabsorpsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama sirkulasi sistemik karena permukaan absorpsinya lebih besar. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh asam. Pada usus lua
Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
MEMBERIKAN OBAT MELALUI SUBLINGUAL
I. Persiapan alat :
a. obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya
II. Pelaksanaan :
a. menjelaskan kepada pasien tentang pemberian obat
III. Langkah-langkah :
a. memberikan obat kepada pasien
b. memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah,
hingga terlarut seluruhnya
c. menganjurkan pasie agar tetap menutup mulut, tidak minum dan
berbicara selama obat belum terlarut seluruhnya
IV. Hal yang perlu diperhatikan :
a. sabar
b. hati-hati
c. ramah
ASUHAN KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT MELALUI
SUBLINGUAL
TINJAUAN UMUM
Suatu kegiatan pelayanan keperawatan dalam memberikan obat yang
diberikan secara sub lingual
PERSIAPAN
Persiapan Klien
a. Cek perencanaan Keperawatan klien
b Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
Persiapan Alat
a. Obat yang sudah ditentukan
b. Tongspatel (bila perlu )
c. Kasa untuk membungkus tongspatel
PELAKSANAAN
a. Perawat cuci tangan
b. Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkan klien untuk
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Rute bukal (sublingual)
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya adalah obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan tidak diinaktivasi oleh metabolisme. Pemberian ini hanya mungkin untuk obat yg dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak untuk obat yang memiliki rasa tidak enak.
Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya dengan cara disemprotkan ke dalam mulut. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini obat yang dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi akan sangat cepat
bergerak melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Inhalasi (melalui paru-paru)
Inhalasi (umumnya berupa aerosol) memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan IV. Cocok untuk zat dalam bentuk gas. Dengan luas perukaan alveolar besar (70 – 100 m2), selain mengabsorpsi zat berupa zat dapat juga mengabsorpsi cairan dan zat padat. Utamanya untuk terapi lokal dalam daerah saluran pernafasan.
Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
Memberikan obat melalui rektal
I. Persiapan alat :
a. obat yang diperlukan
b. piala ginjal
c. sarung tangan
II. Persiapan pasien :
- memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan
- memasang tabir di sekeliling tempat tidur
III. Langkah-langkah :
a. menawarkan pasien untuk buang air kecil atau buang air besar
b. membebaskan pakaian bagian bawah
c. meletakkan piala ginjal di bawah anus
d. perawat memakai sarung tangan
e. memasukkan obat ke dalam rectum sambil menyuruh pasien menarik
nafas panjang. Selama 20 menit pasien istirahat baring
f. melepaskan sarung tangan dan meletakkan pada piala ginjal
g merapikan pakaian pasien dan lingkungannya dan perawat mencuci tangan
IV. Hal yang perlu diperhatikan :
a. hati-hati
b. teliti
c. sabar
d. sopan
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
3. Rute rektal
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal (melalui hati biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Rute rektal juga berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika diberikan secara oral atau jika penderita mengalami muntah-muntah.
Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina
MEMBERIKAN OBAT MELALUI VAGINA
I. Persiapan alat :
a. suppositoria vagina
b. sarung tangan
c. handuk bawah
d. piala ginjal
kertas klosed
II. Pelaksanaan :
a. memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
b. menyiapkan lingkungan
c. membuka pakaian bawah, menutupi dengan handuk bawah
d. memberikan posisi dorsal recumbent
III. Langkah-langkah :
a. membuka pembungkus suppositoria
b. menggunakan sarung tangan
c. k/p melumasi suppositoria tipis-tipis
d. membuka libia agar nampak meatus vagina
e. masukkan suppositoria ke dalam liang vagina kurang lebih 8-10 cm atau
sedalam mungkin
f. mengeluarkan jari tangan dan membuka sarung tangan
g. memberikan posisi supine selama 5-10 menit, meninggikan panggul dengan satu bantal
h. mencuci tangan
IV. Sikap :
a. hati-hati
b. teliti
c. sopan
Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau
suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasara. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.
Topikal/lokal
Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain
II.3 Mekanisme Absorpsi Obat
absorpsi intramuskular, absorpsi intravaskular, absorpsi lewat hidung, absorpsi obat, absorpsi peroral, absorpsi rektal, absorpsi subkutan, absorpsi sublingual, inhalasi, mekanisme absorpsi obat
Setelah diliat2 ternyata lumayan banyak yg nyari info ttg Absorpsi obat dan tetek bengeknya, mo nyari tugas ya?? hehe.. Oke deh kalo begitu saya coba tulis deh mengenai absorpsi obat, g terlalu lengkap sih tapi mudah2n bisa membantu..
Aborpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat mulai dicerna sampai obat bekerja dan kadarnya tidak mengalami perubahan sehingga memberikan efek.. Mekanisme absorpsi obat secara umum:
a. Difusi pasif, penembusan ke dalam membran dengan adanya perbedaan knsentrasi dan tanpa bantuan. Transport senyawa berbanding langsung dengan landaian konsentrasi, koefisien distribusi senyawa serta koefisien difusi berbanding terbalik dengan tebal membran.
b. Difusi terfasilitasi, proses penembusan tanpa menggunakan energi (ATP) tetapi memerlukan bantuan pembawa (carrier).
c. Transport aktif, menggunakan energi dari sintesis ATP karena senyawa memasuki suatu membran dengan melawan gradien (melawan konsentrasi kebalikan dari difusi pasif).
d. Pinositosis, untuk molekul besar berupa cairan, mekanismenya seperti fagositosis (fagositosis untuk berupa partikel padat)
e. Pasangan ion, senyawa2 tertentu yang di dalam tubuh/ di luar membran sel mengalami ionisasi sehingga sukar diserap maka senyawa tersebut berikatan dengan senyawa yang berlawanan muatan kemudian dihantar menembus membran sel dan masuk ke dalam cairan intraseluler.
II.4. Terapi Insulin untuk Praktek Sehari-hari .
Dalam praktek sehari-hari diabetes mellitus yang membutuhkan terapi insulin merupakan kasus yang sering dijumpai. Kepiawaian dokter (umum maupun spesialis) dalam perawatan pasien salah satunya dapat diukur dari ketelitiannya dalam manajemen pasien DM yang membutuhkan insulin, pendapat Prof. Dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD. Khusus bagi penderita DM tipe I (IDDM) insulin merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tahun 1921, ekstrak insulin dari hewan dibuat oleh para ilmuwan dari University of Toronto, Ontario, Canada. Saat ini penyulingan insulin sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan hasil yang makin memuaskan.
Penderita IDDM (DM tipe 1) umumnya tidak banyak mengalami masalah jika harus mengkonsumsi insulin mengingat itu merupakan satu-satunya obat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan pasien NIDDM (DM tipe 2) relatif memiliki kesukaran yang lebih dalam menggunakan insulin, mengingat masih ada beberapa lini pilihan terapi bagi mereka.
Perkembangan insulin
Lebih dari 35 tahun lalu, pendekatan pasien IDDM sangat konvensional dengan pemberian Neutral Protamine Hagedom (NPH) dan insulin dua kali sehari. Saat ini pasien IDDM hampir semua mendapat terapi bolus/basal. Namun secara garis besar penggantian insulin merupakan cara yang paling efektif untuk mendekati kondisi fisiologis. Saat ini perkembangan pemberian insulin ialah variasi cara pemberian yang makin mudah dan nyaman. Ada yang memilih pompa infus insulin subkutan atau injeksi insulin bolus, hingga metode inhalasi sebagai pilihan terbaru.
Penggunaan insulin pada penderita DM tipe 2 juga terus mengalami perkembangan. Pada prinsipnya patofisiologi DM tipe 2 ialah terjadinya resistensi insulin di membran sel (kelainan kerja insulin) yang terus-menerus sehingga mengganggu sekresi insulin. Resistensi yang berlangsung lama ini menyebabkan berkurangnya fungsi sel beta sehingga akhirnya pasien akan membutuhkan insulin.
Penderita DM tipe 2 juga kadang membutuhkan insulin pada kali pertama mereka melakukan kunjungan ke dokter jika menunjukkan gejala klinis yang berat (mis. Ketoasidosis) atau mengalami penurunan berat badan yang drastis. Terapi insulin pada DM tipe 2 juga dilakukan jika terapi konvensional dengan Obat Anti Diabetik (OAD) oral sudah tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Insulin diberikan sesuai kebutuhan basal untuk menjaga metabolisme berjalan fisiologis. Pemberian insulin dosis malam akan menekan produksi glukosa dari hepar dan sangat menurunkan kadar glukosa darah puasa. Metode ini diharapkan dapat menurunkan A1C sebanyak 1%. Masalah yang ada sampai sekarang ialah kadar glukosa darah yang meningkat drastis sesudah makan hingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Sebenarnya tata laksana yang paling penting pada DM tipe 2 ialah diet dan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Insulin maupun obat antidiabetik oral merupakan pendukung.
Tantangan terapi insulin
Saat ini penderita diabetes mellitus sudah sangat banyak jumlahnya, baik itu IDDM apalagi NIDDM yang sangat bergantung pola hidup yang makin sedenter. Namun demikian penatalaksanaan DM masih belum terlalu proaktif. Pemberian obat awal (Sulfonilurea) memberi hasil 35% perbaikan, kemudian lini kedua (Metformin) memberi hasil 44%, langkah selanjutnya ialah kombinasi beberapa obat, baru kemudian pemberian insulin. Hierarki yang sedemikian lama ini membuat tata laksana DM tipe 2 kadang menjadi kurang efektif.
Ada kecenderungan 'psychological insulin resistance', yakni keengganan pasien untuk menggunakan insulin karena khawatir repot menusukkan jarum setiap hari. Banyak juga pasien yang membutuhkan multiple daily injections (MDI) sehingga sering membutuhkan lebih banyak staf untuk hal tersebut. Beberapa pasien juga enggan menggunakan insulin karena takut menjadi gemuk. Jika kita empati sedikit ke pasien, insulin sebenarnya menyebabkan hipoglikemia, sehingga dalam diri pasien akan selalu terpikir tentang makan, makan, dan ingin makan. Berbagai keluhan dan tantangan ini membuat terapi insulin relatif membutuhkan kesabaran dan pengorbanan ekstra.
Edukasi dokter ke pasiennya merupakan kunci utama. Dokter harus meyakinkan bahwa insulin merupakan obat yang sangat mujarab untuk DM serta model insulin saat ini sudah beraneka ragam, jarumnya tidak menyakitkan, dan caranya semakin mudah. Bila perlu, terangkan tentang prediktor A1C yang harus mencapai kurang dari 7%, terutama bagi pasien dengan latar belakangan pendidikan yang baik. Model preparat insulin yang beredar di pasaran sudah tak terhitung jumlahnya. Dari model jarum yang steril hingga bentuk pulpen yang portabel dibawa ke mana-mana.
Dari segi dokter, penanganan pasien DM yang membutuhkan insulin mutlak memerlukan kerja sama tim yang solid. Diperlukan ahli gizi, perawat yang bisa melakukan edukasi, hingga psikolog. Tim inilah yang menjaga pemberian insulin tetap berlangsung pada seorang pasien. Untuk dokter, kadar glukosa darah dan A1C lah yang menjadi petanda utama perbaikan pasien. Sangat penting untuk mengenali gejala-gejala klinis tanpa melihat hasil lab. Berdasarkan PERKENI dan American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) nilai glukosa darah dua jam postprandial ialah 140 mg/dl.
Karena DM merupakan penyakit yang membutuhkan kemandirian pasien, maka wajib diajarkan bagaimana cara menyuntik yang benar. Meskipun pasien menggunakan insulin inhalasi, tetap harus diajarkan cara menyuntik untuk keadaan emergensi. Pasien yang menggunakan pulpen injeksi tetap harus diajarkan cara menyuntik subkutan dari vial kerja cepat untuk keadaan emergensi. Pertimbangkan latar belakang pasien, terutama dari segi keluarga dan finansial. Anggota keluarga harus tahu benar bagaimana merawat pasien serta harus diupayakan agar pasien memiliki tunjangan (asuransi kesehatan, gakin, JPS, askeskin, dll.) agar dapat selalu membeli insulin.
Insulin basal
Pemberian insulin harus diberikan segera pada IDDM, sedangkan pada NIDDM harus dipikirkan hierarki pengobatan dari mulai golongan sulfonilurea, metformin/glibenclamide, hingga regimen penghambat glukagon (DPP-IV dan exanatide). Pertama kali insulin diberikan beberapa saat sebelum tidur kemudian dievaluasi kadar glukosa darah sewaktu. Jika hasil masih jelek, untuk pasien IDDM dapat digunakan insulin preprandial. Pasien NIDDM tidak terlalu tergantung dengan keadaan sebelum dan sesudah makan, sehingga insulin diberikan dua hingga tiga kali sehari dalam bentuk injeksi atau inhalasi. Insulin juga bisa diberikan sewaktu makan dengan menggunakan regimen kerja cepat, seperti glulisine, lispro, dan aspart.
Prinsip pemberian insulin ialah add-on; misalkan terdapat pasien NIDDM yang sudah mengkonsumsi kombinasi dua obat, maka obat yang sudah digunakan tetap dipertahankan tanpa mengubah dosisnya. Insulin basal mulai ditambahkan dalam dosis tunggal kerja panjang (mis. Detemir, glargine), atau insulin kerja sedang sebelum tidur. Langkah selanjutnya ialah melakukan penyesuaian hingga 40-50 unit insulin perhari untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan puasa. Target utamanya ialah mencapai kadar glukosa darah puasa lebih rendah dari 100 mg/dl.
Perlu dipertimbangkan tingkat resistensi sel masing-masing individu terhadap insulin. Pada orang-orang yang sangat resisten insulin (mis. Obesitas, DM sejak lama) maka regimen yang baik ialah thiazolodinedione atau metformin. Sedangkan pada pasien yang masih bisa direncanakan untuk menggunakan insulin prandial, maka sebaiknya tidak digunakan secretagogue (sulfonilurea).
Insulin split-mix
Jika pasien mengalami hiperglikemia hebat postprandial maka dilakukan pendekatan konvensional berupa split-mix, yakni digunakan insulin kerja sedang digabung dengan insulin kerja cepat dalam dosis dua kali sehari. Cara ini merupakan metode konvensional dan terkesan 'asal tembak' karena tidak terlalu sesuai dengan fisiologinya. Cara ini relatif cepat menurunkan kadar glukosa darah namun sering menyebabkan hipoglikemia di malam hari.
Insulin yang lebih modern, yang berasal dari manusia, relatif lebih aman meskipun kerjanya sangat cepat. Insulin dari rekombinan DNA ini tidak terlalu lama bertahan di dalam darah dibanding dari nonmanusia. Cara mudahnya ialah memberikan 1/3 kerja sedang dan 2/3 kerja cepat dua kali sehari. Sedangkan cara injeksi insulin yang banyak digunakan ialah insulin gabungan di pagi hari, insulin kerja cepat sebelum makan malam, serta insulin kerja sedang sebelum tidur.
Penggantian insulin fisiologis
Situasi paling ideal dalam terapi insulin ialah mempertahankan kerja insulin sesuai fisiologinya. Kadar insulin yang paling tinggi di dalam darah ialah jika terjadi hiperglikemia postprandial. Pada pasien IDDM, insulin mutlak diberikan sepanjang hari sebelum makan. Sedangkan pada pasien NIDDM, harus diketahui kapan terjadinya hiperglikemia postprandial dengan memprediksikan jenis makanan yang akan dimakan sehingga dapat diberikan insulin sebelumnya.
Pasien NIDDM mengalami penurunan fungsi sel-sel beta secara perlahan, maka awalnya akan terjadi hiperglikemia postprandial karena ketidakmampuan masuknya glukosa ke dalam otot. Sedangkan jika telah berlangsung lama maka akan terjadi peningkatan glukosa akibat kerja hepar yang berlebihan dalam proses glukoneogenesis sehingga akan terjadi hiperglikemia meskipun pada keadaan puasa.
Untuk mengikuti irama fisiologis itu diperlukan insulin awal sebagai dosis basal (mis. Detemir atau glargine) selama beberapa hari kemudian dilanjutkan dengan insulin setidaknya sebelum makan dengan kerja cepat (mis. Aspart, lispro, dan glulisine) segera sebelum makan dan harus dilanjutkan dengan makan, karena sangat berpotensi menimbulkan hipoglikemia. Insulin yang diberikan juga bisa dalam bentuk inhalasi dengan kerja cepat. Cara ini lebih efektif dibanding menggunakan kombinasi dua obat antidiabetik oral.
Hitungan kasar perbandingan glukosa dengan insulin yang dibutuhkan ialah 1 unit berbanding 15 g karbohidrat, yakni setara satu lembar roti tawar. Ditambah dengan koreksi kadar insulin. Contoh koreksi; pasien NIDDM umumnya memiliki kadar glukosa darah 250 mg/dl padahal kadar yang terbaik ialah di bawah 100 mg/dl. Perhitungan 1 unit insulin akan setara menurunkan glukosa darah sebanyak 20-50 mg/dl. Dengan demikian untuk menurunkan hingga 100 mg/dl dibutuhkan 3-5 unit insulin koreksi, jadi total insulin yang digunakan ialah 3-5 plus jumlah sesuai makanan. Cara ini merupakan cara termudah yang bisa diajarkan ke pasien dan keluarganya. Sementara untuk dokter, indikator yang paling akurat saat ini ialah dengan menilai A1C 7-9%.
II.5. VIAL
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, hal 1254).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. (Lachman, hal 1292).
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Injeksi intramuskular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat penyuntikkan melalui intra muskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal, dan 2 ml bila di deltoid.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. efek terapi lebih cepat didapat.
2. dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .
3. cocok untuk keadaan darurat
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet
yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan
dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat
yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet
BACK BAB I PENDAHULUAN
NEXT BAB III PENUTUP
PEMBAHASAN
II.1 Prinsip – Prinsip Pemberian Obat Pada Pasien
Menggambarkan 6 Benar dalam pemberian obat.
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang perawat harus dapat melakukan 6 hal yangt benar; klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Memberikan pedoman keamanan dalam pemberian obat
Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah (persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat)
Persiapan :
Cuci tangan sebelum menyiapkan obat
a. Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obat
b. Periksa perintah pengobatan
c. Periksa label tempat obat sebanyak 3 kali
d. Periksa tanggal kadaluarsa
e. Periksa ulang perhitungan dosis obat dengan perawat lain
f. Pastikan kebenaran obat yang bersifat toksik dengan perawat lain atau
ahli Farmasi
g. Tuang tablet atau kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit,
buka obat disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran
identifikasi pasien
h. Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau lengkung terendah dari cairan
harus berada pada garis dosis yang diminta
i. Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung (kalium, aspirin)
atau berikan bersama-sama dengan makanan
Pemberian :
a. Periksa identitas pasien melalui gelang identifikasi
b. Tawarkan es batu sewaktu memberikan obat yang rasanya tidak enak. Jika mungkin berikan obat yang rasanya tidak enak terlebih dahulu baru kemudian diikuti dengan obat dengan rasa yang menyenangkan
c. Berikan hanya obat yang disiapkan
d. Bantu klien mendapatkan posisi yang tepat tergantung rute pemberian
e. Tetaplah bersama klien sampai obat diminum/dipakai
f. Jika memberikan obat pada sekelompok klien, berikan obat terakhir pada klien yang memerlukan bantuan ekstra.
g. Berikan tidak lebih dari 2,5 – 3 ml larutan intramuscular pada satu tempat. Bayi tidak boleh menerima lebih dari 1 ml larutan intramuskuler pada satu tempat. Tidak boleh memberikan lebih dari 1 ml jika melalui rute subkutan. Jangan menutup kembali jarum suntik.
h. Buang jarum dan tabung suntik pada tempat yang benar
i. Buang obat kedalam tempat khusus jangan kedalam tempat sampah
j. Buang larutan yang tidak terpakai dari ampul. Simpan larutan stabil yang tidak terpakai di dalam tempat yang tepat (bila perlu masukkan ke dalam lemari es). Tulis tanggal waktu dibuka serta inisial Anda pada label
k. Simpan narkotik kedalam laci atau lemari dengan kunci ganda
l. Kunci untuk lemari narkotik harus disimpan oleh perawat dan tidak boleh disimpan didalam laci atau lemari.
Pencatatan :
a. Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwa
b. Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu rute, dan inisial Anda.
c. Catat obat segera setelah diberikan, khususnya dosis stat
d. Lap[orkan obat-obat yang ditolak dan alasan penolakan.
e. Catat jumlah cairan yang diminum bersama obat pada kolom intake dan output. Sediakan cairan yang hanya diperbolehkan dalam diet.
Yang Tidak Boleh :
a. Jangan sampai konsentrasi terpecah sewaktu menyiapkan obat.
b. Jangan memberikan obat yang dikeluarkan oleh orang lain.
c. Jangan mengeluarkan obat dari tempat obat dengan label yang sulit dibaca, atau yang labelnya sebagian terlepas atau hilang
d. Jangan memindahkan obat dari satu tempat ke tempat lain
e. Jangan mengeluarkan obat ke tangan Anda
f. Jangan memberikan obat yang tanggalnya telah kadaluwarsa
g. Jangan menduga-duga mengenai obat dan dosis obat. Tanya jika ragu-ragu
h. Jangan memakaim obat yang telah mengendap, atau berubah warna, atau berawan.
i. Jangan tinggalkan obat-obat yang telah dipersiapkan
j. Jangan berikan suatu obat kepada klien jika ia memiliki alergi terhadap obat itu.
k. Jangan memanggil nama klien sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi
l. Jangan berikan jika klien mengatakan bahwa obat tersebut berlainan dengan apa yang telah ia terima sebelumnya.Periksa perintah pengobatan.
m. Jangan menutup kembali jarum suntik.
Faktor-Faktor yang Mengubah Respon Terhadap Obat
Respon Farmakologik terhadap suatu obat bersifat komplek, maka dari itu perawat harus tahu jumlah dan macam-macam factor yang mempengaruhi respon individu terhadap suatu obat.Faktor-faktor yang mempengaruhi respon terhadap obat antara lain :
a. Absorpsi : suatu variable yang utama dalam rute pemberian obat. Absorpsi oral terjadi pada saat partikel-partikel obat keluar dari saluran gastrointestinal (lambung dan usus halus) menuju cairan tubuh. Setiap gangguan intestinal seperti muntah/diare akan mempengaruhi absorpsi obat.
b. Distribusi : dengan protein merupakan pengubah utama dari distribusi obat didalam tubuh.
c. Metabolisme / biotransformasi : semua bayi khususnya neonates dan bayi dengan BBLR mempunyai fungsi hati dan ginjal yang belum matang, demikian pula lansia juga kehilangan sebagian dari fungsi sel ginjalnya. Hal ini akan berpengaruh pada metabolism obat.
d. Ekskresi : rute utama dari ekskresi obat adalah melalui ginjal, empedu, feses, paru-paru, saliva, dan juga keringat.
e. Usia : Bayi dan lansia lebih sensitive terhadap obat-obatan. Lansia hipersensitif terhadap barbiturate dan epnekan SSP. Klien seperti ini mempunyai absorpsi yang buruk melalui saluran gastrointestinal akibat berkurangnya sekresi lambung. Dosis bayi dihitung berdasarkan berat badan dalam kilogram daripada berdasarkan usia biologis atau gastrointestinalnya.
f. Berat badan : dosis obat, misalnya anti neoplastik dapat diberikan sesuai berat badan. Orang yang obesitas mungkin perlu penambahan dosis atau sebaliknya.
g. Toksisitas : Istilah ini merujuk pada gejala merugikan, yang bias terjadi pada dosis tertentu. Hal ini sering terjadi pada orang-orang yang mempunyai gangguan hati dan ginjal.
h. Farmakokinetik : istilah ini merujuk pada factor-faktor genetic terhadap respon obat. Jika orang tua Anda memiliki respon yang merugikan terhadap suatu obat, mungkin Anda juga bisa memiliki hal yang sama.
i. Rute pemberian : obat-obat yang diberikan intravena lebih cepat bekerja daripada yang diberikan peroral.
j. Saat pemberian : ada atau tidaknya makanan didalam lambung dapat mempengaruhi beberapa kerja obat
k. Faktor emosional : komentar-komentar yang sugestif mengenai obat dan efek sampingnya dapat mempengaruhi efek obat
l. Toleransi : kemampuan klien untuk merespon terhadap dosis tertentu dari suatu obat dapat hilang setelah beberapa hari atau minggu setelah pemberian.
m. Efek penumpukan : ini terjadi jika obat dimetabolisme atau diekskresi lebih lambat daripada kecepatan pemberian obat
n. Interaksi Obat : efek kombinasi obat dapat lebih besar, sama, atau lebih lemah dari efek obat tunggal.
Bentuk dan Rute Pemberian Obat
Ada berbagai bentuk dan rute pemberian obat yaitu ; oral, transdermal, topical, inhalasi (tetes, semprot ), suppositoria, selangnasogastrik, parentral, dan gatrosnomi.
Keterangan beberapa rute pemberian obat :
a. Transdermal ; obat tersimpan didalam patch yang ditempelkan pada kulit, diserap melalui kulit dan mempunyai efek sistemik.
b. Topikal ; obat-obat yang diberikan melalui kulit dengan berbagai cara, seperti dengan sarung tangan, spatel lidah, aplikator, dll
c. Instilasi : obat cair yang biasanya diberikan dalam bentuk tetes atau salep
d. Suppositoria ; adalah obat yang dimasukkan kedalam rectal atau vaginal
II.2. MACAM-MACAM PEMBERIAN OBAT
Dalam mengkonsumsi obat, ditemukan banyak cara yang dapat dilakukan tergantung dari resep, dosis dan anjuran dokter. Berikut ini adalah beberapa cara pemberian obat, diantaranaya adalah: Oral, Sublingual,Inhalasi, Rektal, Pervaginam, Perenteral, Topikal/lokal
Oral
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak),
MEMBERIKAN OBAT MELALUI ORAL
I. Persiapan alat :
a. obat-obat (prive/R.S)
b. gelas obat
c. daftar obat
d. tempat obat
II. Pelaksanaan :
1. Membagi obat ke tempat obat :
a. mencuci tangan
b. membaca instruksi pada daftar obat
c. mengambil obat-obat (prive/R.S)
d. menyiapkan obat dengan tepat menurut daftar obat (obat masih dalam
kemasan/pembungkus)
e. menyiapkan obat cair beserta gelas obat
2. Membagikan obat kepada pasien :
a. mencuci tangan
b. mengambil daftar obat dan obat kemudian diteliti kembali, sambil
membuka pembungkus obat
c. menuangkan obat cair ke dalam gelas obat, jaga kebersihan etikat obat
d. membawa obat dan daftar obat ke pasien sambil mencocokkan nama pada
tempat tidur dengan nama daftar obat
e. memastikan pasien benar dengan memanggil nama pasieo sesuai dengan
nama pada daftar obat
f. memberi obat satu-persatu ke pasien sambil menunggu sampai pasien selesai minum
III. Hal yang perlu diperhatikan :
a. teliti
b tanggung jawab
c. jujur
ASUHAN KEPERAWATA PEMBERIAN OBAT MELALUI ORAL
Tinjauan Umum
Menyiapkan dan memberikan obat untuk pasien sadar melalui mulut dan dilanjutkan untuk ditelan
PERSIAPAN
Persiapan Klien
a. Cek perencanaan Keperawatan klien
b. Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
Persiapan Alat
a. Obat yang sudah ditentukan
b. Gelas dan daftar obat
PELAKSANAAN
a. Perawat cuci tangan
b. Mengambil daftar obat dan obat kemudian diteliti kembali, smambil
membuka pembungkus obat
c. Menuangkan obat cair kedalam gelas obat, jaga kebersihan etiket obat
d. Membawa obat da daftar obat ke klien sambil mencocokan nama pada
tempat tidur dengan nama pada daftar obat
f. Memberi obat satu persatu ke klien sambil menunggu sampai klien selesai minum
g. Perawat cuci tangan
h. Catat tindakan yang telah dilakukan
EVALUASI
a. Perhatikan respon klien dan hasil tindakan
DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Rute oral
Cara pemberian yang paling sering dengan berbagai alasan . Beberapa obat diabsorpsi di lambung, namun duodenum sering merupakan jalan masuk utama sirkulasi sistemik karena permukaan absorpsinya lebih besar. Metabolisme langkah pertama oleh usus atau hati membatasi efikasi banyak obat ketika diminum per oral. Makanan dalam lambung memperlambat waktu pengosongan lambung sehingga obat dihancurkan oleh asam. Pada usus lua
Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari.
MEMBERIKAN OBAT MELALUI SUBLINGUAL
I. Persiapan alat :
a. obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya
II. Pelaksanaan :
a. menjelaskan kepada pasien tentang pemberian obat
III. Langkah-langkah :
a. memberikan obat kepada pasien
b. memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah,
hingga terlarut seluruhnya
c. menganjurkan pasie agar tetap menutup mulut, tidak minum dan
berbicara selama obat belum terlarut seluruhnya
IV. Hal yang perlu diperhatikan :
a. sabar
b. hati-hati
c. ramah
ASUHAN KEPERAWATAN PEMBERIAN OBAT MELALUI
SUBLINGUAL
TINJAUAN UMUM
Suatu kegiatan pelayanan keperawatan dalam memberikan obat yang
diberikan secara sub lingual
PERSIAPAN
Persiapan Klien
a. Cek perencanaan Keperawatan klien
b Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
Persiapan Alat
a. Obat yang sudah ditentukan
b. Tongspatel (bila perlu )
c. Kasa untuk membungkus tongspatel
PELAKSANAAN
a. Perawat cuci tangan
b. Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkan klien untuk
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Rute bukal (sublingual)
Penempatan di bawah lidah memungkinkan obat berdifusi ke dalam anyaman kapiler dan secara langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Keuntungannya adalah obat melakukan bypass melewati usus dan hati dan tidak diinaktivasi oleh metabolisme. Pemberian ini hanya mungkin untuk obat yg dapat diabsorpsi dengan mudah dan tidak untuk obat yang memiliki rasa tidak enak.
Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya dengan cara disemprotkan ke dalam mulut. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi ini obat yang dalam keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi akan sangat cepat
bergerak melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
Inhalasi (melalui paru-paru)
Inhalasi (umumnya berupa aerosol) memberikan pengiriman obat yang cepat melewati permukaan luas dari saluran nafas dan epitel paru-paru, yang menghasilkan efek hampir sama cepatnya dengan IV. Cocok untuk zat dalam bentuk gas. Dengan luas perukaan alveolar besar (70 – 100 m2), selain mengabsorpsi zat berupa zat dapat juga mengabsorpsi cairan dan zat padat. Utamanya untuk terapi lokal dalam daerah saluran pernafasan.
Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
Memberikan obat melalui rektal
I. Persiapan alat :
a. obat yang diperlukan
b. piala ginjal
c. sarung tangan
II. Persiapan pasien :
- memberitahu dan menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan
- memasang tabir di sekeliling tempat tidur
III. Langkah-langkah :
a. menawarkan pasien untuk buang air kecil atau buang air besar
b. membebaskan pakaian bagian bawah
c. meletakkan piala ginjal di bawah anus
d. perawat memakai sarung tangan
e. memasukkan obat ke dalam rectum sambil menyuruh pasien menarik
nafas panjang. Selama 20 menit pasien istirahat baring
f. melepaskan sarung tangan dan meletakkan pada piala ginjal
g merapikan pakaian pasien dan lingkungannya dan perawat mencuci tangan
IV. Hal yang perlu diperhatikan :
a. hati-hati
b. teliti
c. sabar
d. sopan
Mekanisme absorpsi obat dalam berbagai rute pemberian:
3. Rute rektal
Lima puluh persen aliran darah dari rektum memintas sirkulasi portal (melalui hati biasanya pada rute oral), sehingga biotransfortasi obat oleh hati dikurangi. Bagian obat yang diabsorpsi dalam 2/3 bagian bawah rektum langsung mencapai vena cava inferior dan tidak melalui vena porta. Keuntungan pemberian melalui rektal (juga sublingual) dl mencegah penghancuran obat oleh enzim usus atau pH dalam lambung. Rute rektal juga berguna untuk obat yang menginduksi muntah jika diberikan secara oral atau jika penderita mengalami muntah-muntah.
Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke dalam vagina
MEMBERIKAN OBAT MELALUI VAGINA
I. Persiapan alat :
a. suppositoria vagina
b. sarung tangan
c. handuk bawah
d. piala ginjal
kertas klosed
II. Pelaksanaan :
a. memberitahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
b. menyiapkan lingkungan
c. membuka pakaian bawah, menutupi dengan handuk bawah
d. memberikan posisi dorsal recumbent
III. Langkah-langkah :
a. membuka pembungkus suppositoria
b. menggunakan sarung tangan
c. k/p melumasi suppositoria tipis-tipis
d. membuka libia agar nampak meatus vagina
e. masukkan suppositoria ke dalam liang vagina kurang lebih 8-10 cm atau
sedalam mungkin
f. mengeluarkan jari tangan dan membuka sarung tangan
g. memberikan posisi supine selama 5-10 menit, meninggikan panggul dengan satu bantal
h. mencuci tangan
IV. Sikap :
a. hati-hati
b. teliti
c. sopan
Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau
suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasara. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.
Topikal/lokal
Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain
II.3 Mekanisme Absorpsi Obat
absorpsi intramuskular, absorpsi intravaskular, absorpsi lewat hidung, absorpsi obat, absorpsi peroral, absorpsi rektal, absorpsi subkutan, absorpsi sublingual, inhalasi, mekanisme absorpsi obat
Setelah diliat2 ternyata lumayan banyak yg nyari info ttg Absorpsi obat dan tetek bengeknya, mo nyari tugas ya?? hehe.. Oke deh kalo begitu saya coba tulis deh mengenai absorpsi obat, g terlalu lengkap sih tapi mudah2n bisa membantu..
Aborpsi obat adalah proses penyerapan obat dari tempat mulai dicerna sampai obat bekerja dan kadarnya tidak mengalami perubahan sehingga memberikan efek.. Mekanisme absorpsi obat secara umum:
a. Difusi pasif, penembusan ke dalam membran dengan adanya perbedaan knsentrasi dan tanpa bantuan. Transport senyawa berbanding langsung dengan landaian konsentrasi, koefisien distribusi senyawa serta koefisien difusi berbanding terbalik dengan tebal membran.
b. Difusi terfasilitasi, proses penembusan tanpa menggunakan energi (ATP) tetapi memerlukan bantuan pembawa (carrier).
c. Transport aktif, menggunakan energi dari sintesis ATP karena senyawa memasuki suatu membran dengan melawan gradien (melawan konsentrasi kebalikan dari difusi pasif).
d. Pinositosis, untuk molekul besar berupa cairan, mekanismenya seperti fagositosis (fagositosis untuk berupa partikel padat)
e. Pasangan ion, senyawa2 tertentu yang di dalam tubuh/ di luar membran sel mengalami ionisasi sehingga sukar diserap maka senyawa tersebut berikatan dengan senyawa yang berlawanan muatan kemudian dihantar menembus membran sel dan masuk ke dalam cairan intraseluler.
II.4. Terapi Insulin untuk Praktek Sehari-hari .
Dalam praktek sehari-hari diabetes mellitus yang membutuhkan terapi insulin merupakan kasus yang sering dijumpai. Kepiawaian dokter (umum maupun spesialis) dalam perawatan pasien salah satunya dapat diukur dari ketelitiannya dalam manajemen pasien DM yang membutuhkan insulin, pendapat Prof. Dr. Sarwono Waspadji, Sp.PD. Khusus bagi penderita DM tipe I (IDDM) insulin merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tahun 1921, ekstrak insulin dari hewan dibuat oleh para ilmuwan dari University of Toronto, Ontario, Canada. Saat ini penyulingan insulin sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan hasil yang makin memuaskan.
Penderita IDDM (DM tipe 1) umumnya tidak banyak mengalami masalah jika harus mengkonsumsi insulin mengingat itu merupakan satu-satunya obat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sedangkan pasien NIDDM (DM tipe 2) relatif memiliki kesukaran yang lebih dalam menggunakan insulin, mengingat masih ada beberapa lini pilihan terapi bagi mereka.
Perkembangan insulin
Lebih dari 35 tahun lalu, pendekatan pasien IDDM sangat konvensional dengan pemberian Neutral Protamine Hagedom (NPH) dan insulin dua kali sehari. Saat ini pasien IDDM hampir semua mendapat terapi bolus/basal. Namun secara garis besar penggantian insulin merupakan cara yang paling efektif untuk mendekati kondisi fisiologis. Saat ini perkembangan pemberian insulin ialah variasi cara pemberian yang makin mudah dan nyaman. Ada yang memilih pompa infus insulin subkutan atau injeksi insulin bolus, hingga metode inhalasi sebagai pilihan terbaru.
Penggunaan insulin pada penderita DM tipe 2 juga terus mengalami perkembangan. Pada prinsipnya patofisiologi DM tipe 2 ialah terjadinya resistensi insulin di membran sel (kelainan kerja insulin) yang terus-menerus sehingga mengganggu sekresi insulin. Resistensi yang berlangsung lama ini menyebabkan berkurangnya fungsi sel beta sehingga akhirnya pasien akan membutuhkan insulin.
Penderita DM tipe 2 juga kadang membutuhkan insulin pada kali pertama mereka melakukan kunjungan ke dokter jika menunjukkan gejala klinis yang berat (mis. Ketoasidosis) atau mengalami penurunan berat badan yang drastis. Terapi insulin pada DM tipe 2 juga dilakukan jika terapi konvensional dengan Obat Anti Diabetik (OAD) oral sudah tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Insulin diberikan sesuai kebutuhan basal untuk menjaga metabolisme berjalan fisiologis. Pemberian insulin dosis malam akan menekan produksi glukosa dari hepar dan sangat menurunkan kadar glukosa darah puasa. Metode ini diharapkan dapat menurunkan A1C sebanyak 1%. Masalah yang ada sampai sekarang ialah kadar glukosa darah yang meningkat drastis sesudah makan hingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Sebenarnya tata laksana yang paling penting pada DM tipe 2 ialah diet dan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. Insulin maupun obat antidiabetik oral merupakan pendukung.
Tantangan terapi insulin
Saat ini penderita diabetes mellitus sudah sangat banyak jumlahnya, baik itu IDDM apalagi NIDDM yang sangat bergantung pola hidup yang makin sedenter. Namun demikian penatalaksanaan DM masih belum terlalu proaktif. Pemberian obat awal (Sulfonilurea) memberi hasil 35% perbaikan, kemudian lini kedua (Metformin) memberi hasil 44%, langkah selanjutnya ialah kombinasi beberapa obat, baru kemudian pemberian insulin. Hierarki yang sedemikian lama ini membuat tata laksana DM tipe 2 kadang menjadi kurang efektif.
Ada kecenderungan 'psychological insulin resistance', yakni keengganan pasien untuk menggunakan insulin karena khawatir repot menusukkan jarum setiap hari. Banyak juga pasien yang membutuhkan multiple daily injections (MDI) sehingga sering membutuhkan lebih banyak staf untuk hal tersebut. Beberapa pasien juga enggan menggunakan insulin karena takut menjadi gemuk. Jika kita empati sedikit ke pasien, insulin sebenarnya menyebabkan hipoglikemia, sehingga dalam diri pasien akan selalu terpikir tentang makan, makan, dan ingin makan. Berbagai keluhan dan tantangan ini membuat terapi insulin relatif membutuhkan kesabaran dan pengorbanan ekstra.
Edukasi dokter ke pasiennya merupakan kunci utama. Dokter harus meyakinkan bahwa insulin merupakan obat yang sangat mujarab untuk DM serta model insulin saat ini sudah beraneka ragam, jarumnya tidak menyakitkan, dan caranya semakin mudah. Bila perlu, terangkan tentang prediktor A1C yang harus mencapai kurang dari 7%, terutama bagi pasien dengan latar belakangan pendidikan yang baik. Model preparat insulin yang beredar di pasaran sudah tak terhitung jumlahnya. Dari model jarum yang steril hingga bentuk pulpen yang portabel dibawa ke mana-mana.
Dari segi dokter, penanganan pasien DM yang membutuhkan insulin mutlak memerlukan kerja sama tim yang solid. Diperlukan ahli gizi, perawat yang bisa melakukan edukasi, hingga psikolog. Tim inilah yang menjaga pemberian insulin tetap berlangsung pada seorang pasien. Untuk dokter, kadar glukosa darah dan A1C lah yang menjadi petanda utama perbaikan pasien. Sangat penting untuk mengenali gejala-gejala klinis tanpa melihat hasil lab. Berdasarkan PERKENI dan American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) nilai glukosa darah dua jam postprandial ialah 140 mg/dl.
Karena DM merupakan penyakit yang membutuhkan kemandirian pasien, maka wajib diajarkan bagaimana cara menyuntik yang benar. Meskipun pasien menggunakan insulin inhalasi, tetap harus diajarkan cara menyuntik untuk keadaan emergensi. Pasien yang menggunakan pulpen injeksi tetap harus diajarkan cara menyuntik subkutan dari vial kerja cepat untuk keadaan emergensi. Pertimbangkan latar belakang pasien, terutama dari segi keluarga dan finansial. Anggota keluarga harus tahu benar bagaimana merawat pasien serta harus diupayakan agar pasien memiliki tunjangan (asuransi kesehatan, gakin, JPS, askeskin, dll.) agar dapat selalu membeli insulin.
Insulin basal
Pemberian insulin harus diberikan segera pada IDDM, sedangkan pada NIDDM harus dipikirkan hierarki pengobatan dari mulai golongan sulfonilurea, metformin/glibenclamide, hingga regimen penghambat glukagon (DPP-IV dan exanatide). Pertama kali insulin diberikan beberapa saat sebelum tidur kemudian dievaluasi kadar glukosa darah sewaktu. Jika hasil masih jelek, untuk pasien IDDM dapat digunakan insulin preprandial. Pasien NIDDM tidak terlalu tergantung dengan keadaan sebelum dan sesudah makan, sehingga insulin diberikan dua hingga tiga kali sehari dalam bentuk injeksi atau inhalasi. Insulin juga bisa diberikan sewaktu makan dengan menggunakan regimen kerja cepat, seperti glulisine, lispro, dan aspart.
Prinsip pemberian insulin ialah add-on; misalkan terdapat pasien NIDDM yang sudah mengkonsumsi kombinasi dua obat, maka obat yang sudah digunakan tetap dipertahankan tanpa mengubah dosisnya. Insulin basal mulai ditambahkan dalam dosis tunggal kerja panjang (mis. Detemir, glargine), atau insulin kerja sedang sebelum tidur. Langkah selanjutnya ialah melakukan penyesuaian hingga 40-50 unit insulin perhari untuk mengatasi hiperglikemia pada keadaan puasa. Target utamanya ialah mencapai kadar glukosa darah puasa lebih rendah dari 100 mg/dl.
Perlu dipertimbangkan tingkat resistensi sel masing-masing individu terhadap insulin. Pada orang-orang yang sangat resisten insulin (mis. Obesitas, DM sejak lama) maka regimen yang baik ialah thiazolodinedione atau metformin. Sedangkan pada pasien yang masih bisa direncanakan untuk menggunakan insulin prandial, maka sebaiknya tidak digunakan secretagogue (sulfonilurea).
Insulin split-mix
Jika pasien mengalami hiperglikemia hebat postprandial maka dilakukan pendekatan konvensional berupa split-mix, yakni digunakan insulin kerja sedang digabung dengan insulin kerja cepat dalam dosis dua kali sehari. Cara ini merupakan metode konvensional dan terkesan 'asal tembak' karena tidak terlalu sesuai dengan fisiologinya. Cara ini relatif cepat menurunkan kadar glukosa darah namun sering menyebabkan hipoglikemia di malam hari.
Insulin yang lebih modern, yang berasal dari manusia, relatif lebih aman meskipun kerjanya sangat cepat. Insulin dari rekombinan DNA ini tidak terlalu lama bertahan di dalam darah dibanding dari nonmanusia. Cara mudahnya ialah memberikan 1/3 kerja sedang dan 2/3 kerja cepat dua kali sehari. Sedangkan cara injeksi insulin yang banyak digunakan ialah insulin gabungan di pagi hari, insulin kerja cepat sebelum makan malam, serta insulin kerja sedang sebelum tidur.
Penggantian insulin fisiologis
Situasi paling ideal dalam terapi insulin ialah mempertahankan kerja insulin sesuai fisiologinya. Kadar insulin yang paling tinggi di dalam darah ialah jika terjadi hiperglikemia postprandial. Pada pasien IDDM, insulin mutlak diberikan sepanjang hari sebelum makan. Sedangkan pada pasien NIDDM, harus diketahui kapan terjadinya hiperglikemia postprandial dengan memprediksikan jenis makanan yang akan dimakan sehingga dapat diberikan insulin sebelumnya.
Pasien NIDDM mengalami penurunan fungsi sel-sel beta secara perlahan, maka awalnya akan terjadi hiperglikemia postprandial karena ketidakmampuan masuknya glukosa ke dalam otot. Sedangkan jika telah berlangsung lama maka akan terjadi peningkatan glukosa akibat kerja hepar yang berlebihan dalam proses glukoneogenesis sehingga akan terjadi hiperglikemia meskipun pada keadaan puasa.
Untuk mengikuti irama fisiologis itu diperlukan insulin awal sebagai dosis basal (mis. Detemir atau glargine) selama beberapa hari kemudian dilanjutkan dengan insulin setidaknya sebelum makan dengan kerja cepat (mis. Aspart, lispro, dan glulisine) segera sebelum makan dan harus dilanjutkan dengan makan, karena sangat berpotensi menimbulkan hipoglikemia. Insulin yang diberikan juga bisa dalam bentuk inhalasi dengan kerja cepat. Cara ini lebih efektif dibanding menggunakan kombinasi dua obat antidiabetik oral.
Hitungan kasar perbandingan glukosa dengan insulin yang dibutuhkan ialah 1 unit berbanding 15 g karbohidrat, yakni setara satu lembar roti tawar. Ditambah dengan koreksi kadar insulin. Contoh koreksi; pasien NIDDM umumnya memiliki kadar glukosa darah 250 mg/dl padahal kadar yang terbaik ialah di bawah 100 mg/dl. Perhitungan 1 unit insulin akan setara menurunkan glukosa darah sebanyak 20-50 mg/dl. Dengan demikian untuk menurunkan hingga 100 mg/dl dibutuhkan 3-5 unit insulin koreksi, jadi total insulin yang digunakan ialah 3-5 plus jumlah sesuai makanan. Cara ini merupakan cara termudah yang bisa diajarkan ke pasien dan keluarganya. Sementara untuk dokter, indikator yang paling akurat saat ini ialah dengan menilai A1C 7-9%.
II.5. VIAL
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah yang mempunyai kondisi konotasi relatif, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari mikrorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba. (Lachman, hal 1254).
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia atau mikrobiologi. (Lachman, hal 1292).
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular, subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
Injeksi intramuskular dilakukan dengan memasukkan kedalam otot rangka. Tempat suntikan sebaiknya sejauh mungkin dari saraf-saraf utama atau pembuluh-pembuluh darah utama. Pada orang dewasa tempat yang paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian atas luar otot gluteus maksimus. Sedangkan pada bayi, tempat penyuntikkan melalui intra muskular sebaiknya dibatasi paling banyak 5 ml, bila disuntikkan kedaerah gluteal, dan 2 ml bila di deltoid.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. efek terapi lebih cepat didapat.
2. dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan .
3. cocok untuk keadaan darurat
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan
adanya kontak dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung
isotonis (0,6% – 0,2%) (FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet
yang cocok yang dapat ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan
dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara aseptik, dan untuk zat
yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet
BACK BAB I PENDAHULUAN
NEXT BAB III PENUTUP
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking