BAB II
TERORISME MENURUT HUKUM POSITIF DAN SYARI’AT ISLAM
A. Terorisme Menurut Hukum Positif
Berbagai Definisi Mengenai Terorisme
“Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.” (Perpu Nomor 1 Tahun 2002)
Menurut Persatuan Bangsa-bangsa (PBB): “Terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasan azasi, atau melanggar kehormatan manusia.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 125)
Menurut Kamus Ilmiah, “Terorisme adalah hal undakan pengacau dalam masyarakat untuk mencapai tujuan (bidang politik).” (Kamus Populer Ilmiah Lengkap, 2011: 471)
Aturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Terorisme
1. UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
2. UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention for Supression of The Financing of Terrorism
3. Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Junto UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
4. Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Bentuk-bentuk Terorisme
Secara garis besar, bentuk-bentuk delik Terorisme dapat dibagi sebagaimana berikut:
1. Irrational Terrorism: Teroris yang motif atau tujuannya bisa dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini misalnya salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan).
2. Criminal Terrorism: Teror yang dilatarbelakangi motif atau tujuan berdasarkan kelompok agama atau kepercayaan tertentu dapat dikategorikan dalam jenis ini. Termasuk juga dalam kegiatan kelompok bermotifkan revenge (balas dendam).
3. Political Terrorism: Teror bermotifkan politik, batasan mengenai political terror sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional yang dapat dibakukan.
4. State Terrorism: Istilah state terrorism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat kondisi sosial politik di Afrika Selatan, Israel, dan negara-negara Eropa Timur. Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi dan berbagai penganiayaan, serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh oknum negara, termasuk penegak hukum. Teror oleh atau penguasa negara, misalnya saja penculikan aktivis. (Heri Firmansyah, 2010: 5)
B. Terorisme Menurut Syari’at Islam
Definisi Syari’at Mengenai Terorisme
Tidaklah ditemukan definisi tentang Terorisme dari kalangan Ulama terdahulu, hal tersebut disebabkan oleh awal penggunaan kata Terorisme dengan pengertian sekarang ini bermula dari ideologi Eropa pada masa Revolusi Perancis tahun 1789 sampai 1794 Masehi. Walaupun telah diketahui pada masa Yunani, Romawi, dan abad pertama Masehi telah tercatat beberapa kejadian Terorisme. (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 125)
Aturan Hukum Mengenai Larangan Tindakan Terorisme
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka, sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas berbuat kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al Maidah: 32)
Mujahid rahimahullah berkata berkaitan dengan dosa, “Hal ini menunjukan besarnya dosa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.” (Faishal Bin Qazzar Al Jaasim, 2011: 124)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusanNya, kecuali dengan tiga hal, yaitu orang yang telah membunuh orang lain, perempuan yang telah menikah kemudian berzina, dan orang yang keluar dari agama dan meninggalkan jama’ah.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad shallalahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, ketika mereka melakukan amalan-amalan tadi, maka darah mereka, harta mereka berhak mendapat perlindungan kecuali dengan alasan yang dibenarkan Islam, dan hanya bagi Allah segala hukum.” (HR. Imam Bukhari Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu)
Di dalam Kitab Sunan An Nasaai dari Abdullah bin Amr, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang muslim.”
Sudah diketahui bahwa syari’at Islam datang untuk menjaga lima hak azasi (Al Dharuriyyat Al Khams), dan mengharamkan perbuatan aniaya terhadapnya. Lima hak azasi tersebut adalah: agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. (Faishal Bin Qazzar Al Jaasim, 2011: 123)
Fatwa Ulama Mengenai Tindakan Terorisme
Forum Ulama’ Besar dalam pertemuan ke 32 yang diselenggarakan di kota Thaif, dari tanggal 12 Muharram 1409 H sampai dengan 18 Muharram 1409 H, Majelis tersebut sepakat menetapkan:
1. Orang yang terbukti secara hukum melakukan tindakan perusakan di muka bumi yang mengganggu keamanan dengan perbuatan yang mengancam jiwa dan harta benda milik pribadi atau umum, seperti menghancurkan rumah, mesjid, sekolah, rumah sakit, pabrik, jembatan, gudang senjata, air, sumber-sumber pemasukan atau Baitul Mal, seperti pipa-pipa minyak, meledakan pesawat terbang atau membajaknya, dan segala tindakan sejenis hukumannya adalah hukuman mati. Sesuai dengan makna yang ditunjukan oleh ayat-ayat yang telah disebutkan diatas (dalam fatwa yang otentik) bahwa perusakan seperti itu menyebabkan pertumpahan darah, dan karena bahaya dan resiko yang ditimbulkan oleh orang-orang yang melakukan tindakan perusakan itu lebih dahsyat daripada bahaya dan resiko yang ditimbulkan seorang pembegal yang membegal seseorang lalu membunuh dan mengambil hartanya, dan Allah telah menetapkan hukum pelaku perbuatan itu dalam ayat tentang memerangi Allah.
2. Sebelum eksekusi hukuman mati, sebagaiman dinyatakan pada poin sebelumnya, wajib dilakukan pembuktian sebagaimana mestinya oleh Mahkamah Syar’iyyah, Instansi Penyidik, dan Majelis Pengadilan Tinggi untuk menyelamatkan institusi dan sebagai kehati-hatian dalam menyelamatkan jiwa, serta untuk menunjukan bahwa negara ini selalu mengikuti seluruh ketentuan proses hukum yang berlaku dalam membuktikan tindakan kriminal dan menetapkan hukumannya.
3. Majelis melihat perlunya penyebarluasan berita tentang hukuman ini melalui media masa. (Muhammad Bin Husain Bin Said Alu Sufran Al Qahtani, 2011: 12-13)
Konsep Jihad yang Benar dalam Syari’at Islam
Definisi Jihad:
“Secara etimologi, jihad adalah kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daya dan upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk meraih suatu perkara yang berat lagi sulit.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 53)
Dasar hukum jihad dalam Al Qur’an:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukminin pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali padanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
Buku, Majalah dan Literatur Lain
Al Jaasim, Faishal Bin Qazzar. 2011. Meluruskan Pemahaman Tentang Damai dan Jihad. Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al Islami Kuwait Komite Asia Tenggara.
Al Qahtani, Muhammad Bin Husain Bin Sa’id Alu Sufran. 2011. Fatwa-fatwa Ulama Terkemuka Tentang Tindak Kekerasan. Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al Islami Kuwait Komite Asia Tenggara.
Firmansyah, Hery. Laporan Penelitian Fakultas Hukum UGM Tahun 2010: Upaya Penanggulangan Terorisme di Indonesia. Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Riwayadi, Susilo. T.t. Kamus Populer Ilmiah Lengkap. Surabaya: Penerbit Sinar Terang.
Sunusi, Dzulqarnain Muhammad. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar: Pustaka As Sunnah.
Majalah As Sunnah, Nomor 03 Tahun XV, Sya’ban 1432 H/Juli 2011 M, Berdialog dengan Teroris, Belajar dari Pengalaman Arab Saudi dalam Menumpas Terorisme. Solo: Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.
Peraturan Perundang-undangan
UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention for Supression of The Financing of Terrorism
Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Junto UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
TERORISME MENURUT HUKUM POSITIF DAN SYARI’AT ISLAM
A. Terorisme Menurut Hukum Positif
Berbagai Definisi Mengenai Terorisme
“Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini.” (Perpu Nomor 1 Tahun 2002)
Menurut Persatuan Bangsa-bangsa (PBB): “Terorisme adalah perbuatan-perbuatan yang membahayakan jiwa manusia yang tidak berdosa, atau menghancurkan kebebasan azasi, atau melanggar kehormatan manusia.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 125)
Menurut Kamus Ilmiah, “Terorisme adalah hal undakan pengacau dalam masyarakat untuk mencapai tujuan (bidang politik).” (Kamus Populer Ilmiah Lengkap, 2011: 471)
Aturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Terorisme
1. UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
2. UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention for Supression of The Financing of Terrorism
3. Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Junto UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
4. Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Bentuk-bentuk Terorisme
Secara garis besar, bentuk-bentuk delik Terorisme dapat dibagi sebagaimana berikut:
1. Irrational Terrorism: Teroris yang motif atau tujuannya bisa dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini misalnya salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan).
2. Criminal Terrorism: Teror yang dilatarbelakangi motif atau tujuan berdasarkan kelompok agama atau kepercayaan tertentu dapat dikategorikan dalam jenis ini. Termasuk juga dalam kegiatan kelompok bermotifkan revenge (balas dendam).
3. Political Terrorism: Teror bermotifkan politik, batasan mengenai political terror sampai saat ini belum ada kesepakatan internasional yang dapat dibakukan.
4. State Terrorism: Istilah state terrorism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat kondisi sosial politik di Afrika Selatan, Israel, dan negara-negara Eropa Timur. Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi dan berbagai penganiayaan, serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh oknum negara, termasuk penegak hukum. Teror oleh atau penguasa negara, misalnya saja penculikan aktivis. (Heri Firmansyah, 2010: 5)
B. Terorisme Menurut Syari’at Islam
Definisi Syari’at Mengenai Terorisme
Tidaklah ditemukan definisi tentang Terorisme dari kalangan Ulama terdahulu, hal tersebut disebabkan oleh awal penggunaan kata Terorisme dengan pengertian sekarang ini bermula dari ideologi Eropa pada masa Revolusi Perancis tahun 1789 sampai 1794 Masehi. Walaupun telah diketahui pada masa Yunani, Romawi, dan abad pertama Masehi telah tercatat beberapa kejadian Terorisme. (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 125)
Aturan Hukum Mengenai Larangan Tindakan Terorisme
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka, sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas berbuat kerusakan di muka bumi.” (Q.S. Al Maidah: 32)
Mujahid rahimahullah berkata berkaitan dengan dosa, “Hal ini menunjukan besarnya dosa membunuh jiwa tanpa alasan yang benar.” (Faishal Bin Qazzar Al Jaasim, 2011: 124)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak dihalalkan darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusanNya, kecuali dengan tiga hal, yaitu orang yang telah membunuh orang lain, perempuan yang telah menikah kemudian berzina, dan orang yang keluar dari agama dan meninggalkan jama’ah.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad shallalahu ‘alaih wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, ketika mereka melakukan amalan-amalan tadi, maka darah mereka, harta mereka berhak mendapat perlindungan kecuali dengan alasan yang dibenarkan Islam, dan hanya bagi Allah segala hukum.” (HR. Imam Bukhari Muslim dari hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu)
Di dalam Kitab Sunan An Nasaai dari Abdullah bin Amr, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada membunuh seorang muslim.”
Sudah diketahui bahwa syari’at Islam datang untuk menjaga lima hak azasi (Al Dharuriyyat Al Khams), dan mengharamkan perbuatan aniaya terhadapnya. Lima hak azasi tersebut adalah: agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. (Faishal Bin Qazzar Al Jaasim, 2011: 123)
Fatwa Ulama Mengenai Tindakan Terorisme
Forum Ulama’ Besar dalam pertemuan ke 32 yang diselenggarakan di kota Thaif, dari tanggal 12 Muharram 1409 H sampai dengan 18 Muharram 1409 H, Majelis tersebut sepakat menetapkan:
1. Orang yang terbukti secara hukum melakukan tindakan perusakan di muka bumi yang mengganggu keamanan dengan perbuatan yang mengancam jiwa dan harta benda milik pribadi atau umum, seperti menghancurkan rumah, mesjid, sekolah, rumah sakit, pabrik, jembatan, gudang senjata, air, sumber-sumber pemasukan atau Baitul Mal, seperti pipa-pipa minyak, meledakan pesawat terbang atau membajaknya, dan segala tindakan sejenis hukumannya adalah hukuman mati. Sesuai dengan makna yang ditunjukan oleh ayat-ayat yang telah disebutkan diatas (dalam fatwa yang otentik) bahwa perusakan seperti itu menyebabkan pertumpahan darah, dan karena bahaya dan resiko yang ditimbulkan oleh orang-orang yang melakukan tindakan perusakan itu lebih dahsyat daripada bahaya dan resiko yang ditimbulkan seorang pembegal yang membegal seseorang lalu membunuh dan mengambil hartanya, dan Allah telah menetapkan hukum pelaku perbuatan itu dalam ayat tentang memerangi Allah.
2. Sebelum eksekusi hukuman mati, sebagaiman dinyatakan pada poin sebelumnya, wajib dilakukan pembuktian sebagaimana mestinya oleh Mahkamah Syar’iyyah, Instansi Penyidik, dan Majelis Pengadilan Tinggi untuk menyelamatkan institusi dan sebagai kehati-hatian dalam menyelamatkan jiwa, serta untuk menunjukan bahwa negara ini selalu mengikuti seluruh ketentuan proses hukum yang berlaku dalam membuktikan tindakan kriminal dan menetapkan hukumannya.
3. Majelis melihat perlunya penyebarluasan berita tentang hukuman ini melalui media masa. (Muhammad Bin Husain Bin Said Alu Sufran Al Qahtani, 2011: 12-13)
Konsep Jihad yang Benar dalam Syari’at Islam
Definisi Jihad:
“Secara etimologi, jihad adalah kepayahan, kesulitan, atau mencurahkan segala daya dan upaya, yaitu mencurahkan segala upaya dan kemampuan untuk meraih suatu perkara yang berat lagi sulit.” (Dzulqarnain Muhammad Sunusi, 2011: 53)
Dasar hukum jihad dalam Al Qur’an:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukminin pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk member peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali padanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At Taubah: 122)
Buku, Majalah dan Literatur Lain
Al Jaasim, Faishal Bin Qazzar. 2011. Meluruskan Pemahaman Tentang Damai dan Jihad. Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al Islami Kuwait Komite Asia Tenggara.
Al Qahtani, Muhammad Bin Husain Bin Sa’id Alu Sufran. 2011. Fatwa-fatwa Ulama Terkemuka Tentang Tindak Kekerasan. Jakarta: Penerbit Jam’iyyah Ihya At Turots Al Islami Kuwait Komite Asia Tenggara.
Firmansyah, Hery. Laporan Penelitian Fakultas Hukum UGM Tahun 2010: Upaya Penanggulangan Terorisme di Indonesia. Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Riwayadi, Susilo. T.t. Kamus Populer Ilmiah Lengkap. Surabaya: Penerbit Sinar Terang.
Sunusi, Dzulqarnain Muhammad. 2011. Antara Jihad dan Terorisme. Makassar: Pustaka As Sunnah.
Majalah As Sunnah, Nomor 03 Tahun XV, Sya’ban 1432 H/Juli 2011 M, Berdialog dengan Teroris, Belajar dari Pengalaman Arab Saudi dalam Menumpas Terorisme. Solo: Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta.
Peraturan Perundang-undangan
UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Convention for Supression of The Financing of Terrorism
Perpu Nomor 1 Tahun 2002 Junto UU Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Perpres Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking