• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Pengertian Subjek Hukum dan Badan Hukum Secara Lengkap

 

Pengertian Subjek Hukum dan Badan Hukum

Manusia sebagai Subjek Hukum

a. Arti manusia sebagai subjek hukum

Manusia pribadi atau natuurlijke persoon sebagai subjek hukum mempunyai hak dan mampu menjalankan hak yang dijamin oleh hukum yang berlaku. Manusia sebagai subjek hukum itu diatur secara luas pada Buku I tentang Orang (Van Personenrecht) KUH Per, Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Orang Asing, dan beberapa perundang-undangan lainnya.

Pasal 1 KUH Per mengatakan bahwa menikmati hak-hak kewarganegaraan tidaklah bergantung pada hak-hak kenegaraan. Pasal 2 KUH Per menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan bilamana kepentingan si anak menghendakinya, dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia tidak pernah ada.

Secara riil menurut KUH Per manusia sebagai subjek hukum berlaku sejak ia lahir dan berakhir dengan kematian, sehingga dikatakan bahwa selama manusia hidup, maka ia menjadi manusia pribadi. Pengecualian diadakan oleh Pasal 2 KUH Per, yaitu sebagai berikut.

a.    Anak yang dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak menghendaki.

b.    Apabila anak meninggal pada saat dilahirkan atau sebelumnya maka dianggap tidak pernah ada. Pasal 2 KUH Per mengatur secara fiksi terhadap anak dalam kandungan, dianggap ada apabila kepentingan anak itu menghendaki. Umpamanya apabila ada seseorang mewariskan harta atau meninggalkan harta kepada si anak yang akan lahir itu, tetapi apabila adanya anak itu tidak mempunyai kepentingan, dianggap secara riil tidak ada. Seperti contohnya seorang ibu sedang hamil pergi menonton bioskop atau naik bus tidaklah diminta untuk membayar 2 karcis, karena kepentingan anak tidak ada terhadap tontonan atau bus itu.

b. Hubungan Pasal 2 KUH Per dengan pasal-pasal lainnya

Kita hubungkan berlakunya fiksi, bahwa anak dalam kandungan dianggap ada waktu belum lahir dari Pasal 2 &UH Per itu dengan Pasal 836 KUH Per tentang Waris dan Pasal 1679 KUH Per tentang Hibah (pemberian).

Bunyi Pasal 836 KUH Per sebagai berikut: ’’Dengan mengingat akan ketentuan dalam Pasal 2 KUH Per ini, supaya dapat bertindak sebagai ahli waris, seorang harus telah lahir pada saat warisan jatuh meluang.”

Bunyi Pasal 1679 KUH Per sebagai berikut: ’’Agar supaya seorang cakap untuk menikmati keuntungan dari suatu hibah, diperlakukan bahwa penerima hibah itu sudah lahir pada saat terjadinya penghibahan, dengan mengindahkan aturan yang tercantum dalam Pasal 2.”

Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa oleh Pasal 2 KUH Per satu fiksi yang berhubungan pula dengan pasal lainnya.

Orang (persoon) sebagai subjek hukum walaupun dalam piagam Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dari cetusan PBB pada tanggal 10 Desember 1948 menyatakan perlakuan yang sama, tetapi perbuatan-perbuatan hukum orang sebagai subjek hukum warga negara sendiri dengan warga negara asing pada bangsa dan negara itu perlu dibedakan.

KUH Per yang berlaku di negara kita secara prinsipiil tidak membedakan antara orang asing dan warga negara, baik dengan alasan agama, kelamin, umur, dan ras bangsa.

c. Perbedaan kedudukan dan hak warga negara asing

Orang asing atau warga negara lain dan keturunan asing perlu dibatasi kedudukan dan haknya pada suatu negara, antara lain sebagai berikut.

a.    Tidak boleh duduk di pemerintahan baik di badan legislatif, eksekutif, yudikatif, dan badan-badan negara lainnya.

b.    Dikenakan pajak yang lebih tinggi dari penduduk yang warga negara.

c.    Kegiatan dalam perseroan atau perkumpulan perlu dibatasi dengan memperhatikan kepentingan nasional di negara itu.

d.    Tidak boleh ikut dalam kegiatan ideologi dan politik. Walaupun demikian perlindungan dari negara tempat ia berada sesuai dengan hukum negara itu.

Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) menurut hukum mempunyai hak, tetapi tidak selalu cakap untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum (handelings onbekwaamheid) dan dalam hal ini dapat kita bedakan dari segi perbuatan-perbuatan hukum itu.
a.    yang cakap melakukan perbuatan-perbuatan hukum;

b.    yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Di dalam Pasal 1320 KUH Per dikemukakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan antara lain syarat adanya kecakapan untuk membuat perikatan (verbintennis).

d.    Orang yang tidak cakap bertindak dalam hukum

Menurut Pasal 1330 KUH Per dikemukakan bahwa yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, ialah:

a.    orang yang belum dewasa;

b.    orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele)-,

c.    orang wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan tahun 1974).

Dari hal tersebut di atas terlihat bahwa seseorang yang dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan disebabkan karena hal-hal berikut.

a.    Ketidakcakapan sungguh-sungguh (Feitelijke handelings onbekwaamheid) ialah orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), yang terjadi karena:

1)    gangguan jiwa seperti sakit saraf dan gila, sebab perbuatannya itu akan mengakibatkan tidak normal menurut ukuran normal/biasa;

2)    pemabuk, penjudi, atau pemboros, sebab perbuatan orang ini akan mengakibatkan kerugian dan menelantarkan keluarga dan anak-anak, baik dalam kehidupan, pendidikan, dan lain-lainnya.

Orang yang berada di bawah pengampuan (curatele) ini merupakan subjek hukum manusia pribadi yang tidak cakap, disebut sebagai kurandus, sedangkan orang yang mengawasinya disebut kurator.

b.    Ketidakcakapan menurut hukum (juridische handelings onbekwaamheid) ialah yang terdiri atas orang-orang yang belum dewasa dan seorang wanita yang berstatus dalam perkawinan (Pasal 1330 KUH Per).
Kecakapan bagi seorang anak berlaku untuk keadaan tertentu

sebagai berikut.

1)    Untuk membuat perjanjian fovereenkomst) apabila berumur minimal 21 tahun atau sebelumnya telah melangsungkan pernikahan, hal ini terdapat pada Pasal 330 KUH Per.

2)    Untuk melangsungkan perkawinan.

a)    Menurut Pasal 29 KUH Per bagi seorang laki-laki minimum berumur 18 tahun dan bagi wanita minimum berumur 15 tahun.

b)    Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bagi seorang laki-laki apabila minimum berumur 19 tahun dan bagi wanita minimum berumur 16 tahun.

3)    Untuk menonton bioskop menurut kebiasaan ataupun perundang-undangan lain ukuran dewasa apabila minimum berumur 17 tahun.

4)    Untuk dapat memilih di dalam Pemilihan Umum (Pemilu) menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 1969 dan Undang-

Pengertian Subjek Hukum dan Badan Hukum Secara Lengkap 4.5 5 Unknown Pengertian Subjek Hukum dan Badan Hukum Manusia sebagai Subjek Hukum a. Arti manusia sebagai subjek hukum Pengertian Subjek Hukum dan Badan Hukum Manusia sebagai Subjek Hukum a. Arti manusia sebagai subjek hukum Manusia pribadi atau natuur...


No comments:

Post a Comment

Aturan Berkomentar :

1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking

J-Theme