BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan. dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakatterhadap
kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang
berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali
keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan
antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan
peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah
supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan
tirani yang merajalela
Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi,
hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum
tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan. Tapi yang
akan lebih di tekankan dalam pembahasan ini bagian hukum yang merupakan cakupan
dari hukum tata Negara.
Hukum
Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu
negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut.
Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai
istilah yaitu : di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech” yang dibagi
menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech In engere
zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum
Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum
Tata Pemerintah.
Di
Inggris pada umumnya memakai istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah
tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi
yang lebih menonjol. Di Perancis orang mempergunakan istilah “Droit
Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik
tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum
Aministrasi Negara.
B.
Identifikasi
masalah:
Tujuan dari kunjungan
penelitian dan pembutan makalah ini
adalah;
1. Mengetahui proses pembuatan
perda
2. Tugas pokok dan fungsi dari
bagian hukum
3. Struktur bagian hukum serta
fungsi masing – masing kepala bagian dan kepala sub- bagian.
C.
Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
kewarganegaraan yang kemudian akhirnya kami bisa mengetahui proses pembuatan
perda, tugas pokok dan fungsi bagian hukum kab. Garut.
D.
Manfaat
1. Secara Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat memperluas serta
menambah ilmu tentang system organisasi tingkat kabupaten khusus nya bagian
hukum
2. Secara Praktis
Diharapkan uraian dalam makalah ini dapat memberikan dasar
dan pengarahan dalam pemahaman
tentang proses pembuatan perda, tugas pokok dan fungsi bagian hukum kab. Garut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Peraturan Daerah
Sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dimaksud dengan Peraturan Daerah
(Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah .
Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang
tentang Pemerintah Daerah1 adalah
peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota. Dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU
Pemda), Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/
Kabupaten/ kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut
dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri
khas masing-masing daerah.
Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Perda adalah
seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Rancangan Peraturan Daerah
dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur atau Bupati/
Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau Bupati/ Walikota
dan DPRD menyampaikan rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang
dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan
Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/ Walikota dipergunakan sebagai
bahan persandingan.
Program penyusunan Perda dilakukan dalam satu Program Legislasi
Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam penyiapan satu
materi Perda.
Ada berbagai jenis Perda yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Tata Ruang Wilayah Daerah;
d. APBD;
e. Rencana Program Jangka
Menengah Daerah;
f. Perangkat Daerah;
h. Pengaturan umum lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
- PEMBENTUKAN PERDA YANG BAIK
- Asas Pembentukan Perda
Pembentukan
Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundangundangan sebagai berikut:
a. kejelasan
tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b.
kelembagaan atau organ pembentuk yang
tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan dapat
dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak
berwenang.
c.
kesesuaian antara jenis dan
materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d.
dapat dilaksanakan, yaitu bahwa
setiap pembentukan peraturan perundang undangan harus memperhatikan efektifitas
peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e.
kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu
setiap peraturan perundang undangan dibuat karena memang benarbenar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan
bernegara.
f. kejelasan rumusan, yaitu setiap
peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan,
sistematika dan pilihan kata atau terminologi,
serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.
keterbukaan, yaitu dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,
penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Di
samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut:
a.
asas pengayoman, bahwa setiap
materi muatan Perda harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka
menciptakan ketentraman masyarakat5.
b.
asas kemanusiaan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
c. asas kebangsaan, bahwa setiap muatan
Perda harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic
(kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d.
asas kekeluargaan, bahwa setiap
materi muatan Perda harus mencerminkanmusyawarah untuk mencapai mufakat dalam
setiap pengambilan keputusan.
e.
asas kenusantaraan, bahwa setiap
materi muatan Perda senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah
Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional
yang berdasarkan Pancasila.
f.
asas bhinneka tunggal ika, bahwa
setiap materi muatan Perda harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi daerah dan budaya khususnya yang menyangkut
masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
g. asas keadilan, bahwa setiap materi
muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
negara tanpa kecuali.
h. asas kesamaan dalam hukum dan
pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang
bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras,
golongan, gender atau status sosial.
i. asas ketertiban dan kepastian hukum,
bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j.
asas keseimbangan, keserasian dan
keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian dan keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan
kepentingan bangsa dan negara.
k. asas lain sesuai substansi Perda yang
bersangkutan6. Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah
Daerah dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah,
sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat daerahnya.
Prinsip
dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalahbertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD, namun demikian untuk mencapai
tujuan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah bukan hanya melalui
mekanisme tersebut tetapi juga dengan meningkatkan daya saing dengan
memperhatikan potensi dan keunggulan lokal/daerah, memberikan insentif
(kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak Daerah), sehingga dunia
usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan memberikan peluang menampung
tenaga kerja dan meningkatkan PDRB masyarakat daerahnya.
2. Proses Penyusunan Perda
Dalam
rangka tertib administrasi dan peningkatan
kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan
terkoordinasi. Hal ini
disebabkan dalam pembentukanPerda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara
lainpengetahuan mengenai materi muatan
yang akan diatur dalam Perda,
pengetahuan tentang bagaimana
menuangkan materi muatan
tersebut ke dalam Perda secara
singkat tetapi jelas dengan bahasa
yang baik serta mudahdipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara
yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
dalam penyusunan kalimatnya.
Prosedur
penyusunan ini adalah rangkaian kegiatan penyusunanproduk hukum daerah sejak
dari perencanaan sampai dengan penetapannya.
Proses pembentukan Perda
terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:
a. Proses penyiapan rancangan Perda yang
merupakan proses penyusunan dan perancangan di lingkungan DPRD atau di
lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda usul inisiatif). Proses ini termasuk
penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft), naskah akademik (academic draft)
dan naskah rancangan Perda (legal draft).
b. Proses mendapatkan persetujuan, yang
merupakan pembahasan di DPRD.
c. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah
dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.
Ketiga
proses pembentukan Perda tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Proses Penyiapan Raperda di lingkungan
DPRD. Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945,
anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula
di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD
berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan
DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah.
Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah
atau unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim
Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.
b.
Proses Penyiapan Raperda di Lingkungan Pemerintahan Daerah. Dalam proses penyiapan
Perda yang berasal dari Pemerintah Daerah bisa dilihat dalam Keputusan Menteri
Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan
Produk Hukum Daerah yang telah diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah yang
ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2006.
c.
Proses Mendapatkan Persetujuan
DPRD. Pembahasan Raperda di DPRD baik atas inisiatif Pemerintah Daerah maupun
atas inisiatif DPRD, dilakukan oleh DPRD bersama Gubernur/Bupati/ Walikota,
Pemda membentuk Tim Asistensi dengan Sekretaris Daerah berada di Biro/Bagian
Hukum. Tetapi biasanya pembahasan dilakukan melalui beberapa tingkatan
pembicaraan. Tingkat-tingkat pembicaraan ini dilakukan dalam rapat paripurna,
rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat panitia khusus dan diputuskan dalam
rapat paripurna. Secara lebih detail mengenai pembahasan di DPRD baik atas
inisiatif DPRD ditentukan oleh Peraturan Tata Tertib DPRD masingmasing. Khusus
untuk Raperda atas inisiatif DPRD, Kepala Daerah akan menunjuk Sekretaris
Daerah atau pejabat unit kerja untuk mengkoordinasikan rancangan tersebut.
d.
Proses Pengesahan dan Pengundangan
Apabila pembicaraan suatu Raperda dalam rapat akhir di DPRD telah selesai dan
disetujui oleh DPRD, Raperda akan dikirim oleh Pimpinan DPRD kepada Kepala
Daerah melalui Sekretariat Daerah dalam hal ini Biro/ Bagian Hukum untuk
mendapatkan pengesahan. Penomoran Perda tersebut dilakukan oleh Biro/Bagian
Hukum. Kepala Biro/Bagian Hukum akan melakukan autentifikasi. Kepala Daerah
mengesahkan dengan menandatangani Perda tersebut untuk diundangkan oleh
Sekretaris Daerah. Sedangkan Biro/Bagian Hukum bertanggung jawab dalam
penggandaan, distribusi dan dokumentasi Perda tersebut. Apabila masih ada kesalahan
teknik penyusunan Perda, Sekretaris DPRD dengan persetujuan Pimpinan DPRD dan
Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan Raperda yang telah
disetujui oleh DPRD sebelum disampaikan kepada Kepala Daerah. Jika masih juga
terdapat kesalahan teknik penyusunan setelah diserahkan kepada Kepala Daerah,
Kepala Daerah dapat menyempurnakan teknik penyusunan tersebut dengan
persetujuan Pimpinan DPRD. Setelah Perda diundangkan dan masih terdapat
kesalahan teknik penyusunan, Sekretaris Daerah dengan persetujuan Pimpinan DPRD
dapat meralat kesalahan tersebut tanpa merubah substansi Perda melalui Lembaran
Daerah. Pemda wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran
Daerah agar semua masyarakat di daerah setempat dan pihak terkait mengetahuinya.
e.
Lembaran Daerah dan Berita
Daerah
1. Agar memiliki kekuatan hukum dan dapat
mengikat masyarakat, Perda yang telah disahkan oleh Kepala Daerah harus
diundangkan dalam Lembaran Daerah.
2. Untuk menjaga keserasian dan
keterkaitan Perda dengan penjelasannya, penjelasan atas Perda tersebut dicatat
dalam Tambahan Lembaran Daerah dan ditetapkan bersamaan dengan pengundangan
Perda sebagaimana yang diundangkan di atas. Pejabat yang berwenang
mengundangkan Perda tersebut adalah Sekretaris Daerah
B. MEKANISME
PENGAWASAN PERDA
Dalam
rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
amanat Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Bulan Desember 2005 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005
tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah. Pembinaan dan pengawasandimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam
menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.
Di
samping Pemda merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan negara,
secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda merupakan bagian
integral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka
NKRI. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 secara tegas memberikan
kewenangan kepada pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Menteri dan Pimpinan LPND melakukan
pembinaan sesuai dengan kewenangan masing-masing yang meliputi pemberian
pedoman. Bimbingan, pelatihan, arahan dan pengawasan yang dikoordinasikan
kepada Menteri Dalam Negeri. Pemerintah dapat melimpahkan pembinaan atas
penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten di daerah sesuai dengan peraturan
perundangundangan. Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap peraturan
Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Mendagri dengan tembusan
kepada Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen terkait.
Pengawasan
Kebijakan Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
sejalan dengan Pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diatur
dengan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000.
Pengawasan dilakukan secara represif dengan memberikan kewenangan
seluas-luasnya kepada Pemda untuk menetapkan Perda baik yang bersifat limitatif
maupun Perda lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Karena tidak
disertai dengan sanksi dalam kedua Undang-Undang tersebut, peluang ini
dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk menetapkan Perda yang berkaitan
dengan pendapatan dan membebani dunia usaha dengan tidak menyampaikan Perda
dimaksud kepada Pemerintah Pusat.
Berbeda
dengan PengawasanKebijakan Daerah yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun
2004 dan PP Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:
a. preventif, terhadap
kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Tata Ruang Daerah dan APBD;
b. represif, terhadap
kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah selain yang
menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;
c. fungsional, terhadap
pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah;
d. pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan
daerah;
e. pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.
Mengenai jenis-jenis pengawasan dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengawasan Preventif Rancangan Perda
Propinsi:
a.
Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata
Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Gubernur sebelum
ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari Dalam Negeri untuk
dievaluasi.
b. Menteri Dalam Negeri melakukan
Evaluasi Rancangan Perda Propinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD
dan Tata Ruang Wilayah Daerahdalam waktu 15 (lima belas) hari setelah
menerimaRancangan Perda Provinsi.
c. Menteri Dalam Negeri dalam melakukan
evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah, Retribusi Daerah berkoordinasi dengan
Menteri Keuangan, sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah
berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang
Nasional.
d. Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil
evaluasi kepada Gubernur untuk melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai
dengan hasil evaluasi.
e. Gubernur melakukan penyempurnaan
bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.
f. Apabila Gubernur dan DPRD tidak melakukan
penyempurnaan dan tetapmenetapkan menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri dapat
membatalkan Perda dengan Peraturan Menteri.
g. Gubernur menetapkan rancangan Perda
setelah mendapat persetujuan bersama dari DPRD sesuai dengan hasil evaluasi
menjadi Perda.
h. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah
Perda ditetapkan, disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri.
2. Pengawasan Preventif Rancangan Perda
Kabupaten/Kota:
a. Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang
Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Bupati/Walikota sebelum
ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada
Gubernur untuk dievaluasi.
b.
Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah dalam waktu 15
(lima belas) hari setelah menerima rancangan Perda Kabupaten/Kota.
c. Gubernur dalam melakukan evaluasi
Rancangan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri
Keuangan; sedangkan Rancangan Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi
dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
d. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi
kepada Bupati/Walikota untuk melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai
dengan hasil evaluasi.
e. Bupati/Walikota melakukan
penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah diterima
hasil evaluasi.
f. Apabila Bupati/Walikota dan DPRD tidak
melakukan penyempurnaan dan tetap menetapkan menjadi Perda, Gubernur dapat
membatalkan Perda dengan Peraturan Gubernur.
g. Bupati/Walikota menetapkan rancangan
Perda setelah mendapat persetujuan bersama DPRD sesuai dengan hasil evaluasi
menjadi Perda.
h. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah
Perda ditetapkan, disampaikan kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.
3. Pengawasan Represif Perda Propinsi,
Kabupaten/Kota:
a. Perda disampaikan kepada Menteri Dalam
Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
b. Pemerintah melakukan
pengkajian/klarifikasi terhadap Perda dalam waktu 60 hari.
c. Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dapat
dibatalkan dengan Peraturan Presiden.
d. Apabila Gubernur, Bupati/Walikota
keberatan terhadap Pembatalan Perda; Gubernur, Bupati/Walikota dapat mengajukan
keberatan kepada Mahkamah Agung dalam tenggang waktu 180( seratus delapan
puluh) hari setelah pembatalan.
4. Pengkajian dan Evaluasi Perda:
Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Tata Ruang Wilayah
Daerah dilakukan evaluasi sebagai berikut:
a. Rancangan Perda disampaikan oleh
Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
b. Biro Hukum mendistribusikan rancangan
Perda kepada komponen terkait di lingkungan Departemen Dalam Negeri.
c. komponen terkait melakukan pengkajian
dan evaluasi rancangan rancangan Perda bersama tim yang terdiri dari Biro
Hukum, Inspektorat Jenderal dan komponen terkait.
d. hasil pengkajian dan evaluasi
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat
Jenderal.
e. hasil evaluasi yang telah
ditandatangani Menteri Dalam Negeri disampaikan kepada Gubernur oleh Biro
Hukum.
5. Pembatalan Perda yang tidak sesuai
dengan hasil evaluasi:
a.
Perda yang diterima oleh Biro Hukum disesuaikan dengan hasil evaluasi Menteri.
b. Apabila Perda yang ditetapkan tidak
sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri, Biro Hukum menyiapkan
rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan Perda setelah
berkoordinasi dengan komponen terkait (OTDA, BAKD, PUM, BANGDA).
c. Apabila Perda telah sesuai dengan
hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan klarifikasi dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari.
d. Apabila hasil klarifikasi Perda
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih
tinggi maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan rancangan Peraturan Presiden
setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan menyampaikan kepada Presiden
melalui Menteri Sekretaris Kabinet.
e. Peraturan Presiden tentang Pembatalan
Perdadisampaikan kepada Gubernur oleh Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum
Sekretariat Jenderal.
6. Perda yang sudah dibatalkan: Sejak
tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 ada 663 Perda yang dibatalkan yang terdiri
dari:
a. Tahun 2002 sebanyak 19 (sembilan belas)
Perda;
b. Tahun 2003 sebanyak 105 (seratus lima)
Perda;
c. Tahun 2004 sebanyak 236 (dua ratus
tiga puluh enam) Perda;
d. Tahun 2005 sebanyak 136 (seratus tiga
puluh enam) Perda;
e. Tahun 2006 sebanyak 117 (seratus tujuh
belas) Perda;
f. Tahun 2007, sampai dengan saat ini
sebanyak 60 (enam puluh) Perda.
7. Pengawasan Represif Perda Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah: Pasal 158 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Pajak Daerah dan retribusi daerah
ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Daerah. Sedangkan Pasal 238 ayat (1) UU tersebut
menyatakan bahwa semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan
Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 238 ayat (2) menyatakan bahwa
peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya 2
(dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan, yaitu sampai dengan 15 Oktober
2006.
Sepanjang
Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru belum
ditetapkan, ketentuan Pasal 5A ayat (2) Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan
bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda
dimaksud. Juga dalam Pasal 25 A ayat (2) menyatakan bahwa dalam hal Perda
bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud. Ketentuan di atas
ditindak lanjuti dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang menyatakan bahwa dalam hal Perda
tentang pajak daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan
Menteri membatalkan Perda
dimaksud. Begitu pula dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang mengatur bahwa dalam hal
Perda Retribusi Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri
Keuangan membatalkan Perda dimaksu
C BAGIAN
HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGANYA
- Tugas pokok bagian hukum; Bagian Hukum mempunyai tugas membantu Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat dalam meneliti perumusan peraturan perundang undangan, Telaan hukum,memberikan bantuan hukum, dan mempublikasikan produk hukum Dalam melaksanakan tugas,Bagian hukum menyelenggarakan funhsi
- Fungsi bagian hukum;
1. Penelitian dan perumusan produk
hukum daerah dan peraturan perundang-undangan
2. Penelaahan dan pengevaluasian pelaksanaan
produk hokum daerah
3. Penyiapan rancangan peraturan daerah
4. Penghimpunan peraturan
perundang-undanhan,pendokumentasian dan mempublikasikan produk hokum
5. Pemberian pertimbangan dan bantuan
hokum kepada semua unsure pemerintahDaerah
6. Pelaksanaan urusan pertahanan yang
menjadi bidang tugas kewenangan Pemerintah Daerah
7. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
8. Pelaporan hasil pelaksanaan tugas ;
dan
9. Pelaksanaan tugas kedinasan lain
yang diberikan oleh Asisten Pemerintahan dan kesejahteraan rakyat.
Bagian Hukum dan Perundang-undangan mempunyai tugas
membantu Sekretaris Dewan melaksanakan urusan Pemerintahan di bidang pelayanan
hukum dan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak, kewajiban dan
wewenang Dewan.
Untuk
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bagian Hukum dan
Perundang-undangan menyelenggarakan fungsi :
1.
Penyelenggaraan fasilitasi dan pengkoordinasian
penyelenggaraan hukum bahan perundang-undangan;
2.
Penyelenggaraan Rancangan Keputusan Dewan / Pimpinan
Dewan atau produk Hukum dan Perundang-undangan Dewan lainnya;
3.
Penyelenggaraan segala sesuatu dalam rangka pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah dan Pengesahan Peraturan Daerah;
4.
Penyelenggaraan pengumpulan dan pengolahan data
pengkajian dan evaluasi hukum dan perundang-undangan yang berhubungan dengan
tugas Dewan;
5.
Penyelenggaraan pengumpulan bahan dalam bentuk
Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Dewan;
6.
Penyelenggaraan penyajian bahan-bahan dalam bentuk
Peraturan Perundang-undangan guna memperlancar tugas-tugas Pimpinan dan Anggota
Dewan.
Untuk Tugas
dan Fungsi sebagaimana dimaksud diatas, Kepala Bagian Hukum dan
Perundang-undangan mempunyai Uraian Tugas :
Menyelenggarakan
hukum dan perundang-undangan;
1. Menyelenggarakan
analisa dan pengembangan hukum;
2. Menyelenggarakan
layanan kajian bahan bahasan rancangan produk hukum;
3. Menyelenggarakan
layanan bantuan hukum dan kedudukan hukum Anggota DPRD;
4. Menyelenggarakan
fasilitasi dan koordinasi tenaga ahli;
5. Menyelenggarakan
pemantauan dan evaluasi Bagian Hukum dan Perundang-undangan;
6. Menyelenggarakan
telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
7. Menyelenggarakan
koordinasi dengan unit kerja terkait;
8. Menyelenggarakan
tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.
Untuk
melaksanakan Tugas, Fungsi dan Uraian Tugas sebagaimana dimaksud di atas,
Kepala Bagian Hukum dan Perundang-undangan dibantu oleh :
1.
Sub Bagian Perundang-undangan dan Rancangan Peraturan
Daerah;
2.
Sub Bagian Penyusunan Produk Hukum;
3.
Sub Bagian Pengkajian dan Evaluasi.
Kepala Sub
Bagian Perundang-undangan dan Rancangan Peraturan Daerah mempunyai Uraian Tugas
:
1.
Melaksanakan penyusunan bahan rancangan hukum dan
perundang-undangan;
2.
Melaksanakan fasilitasi dan koordinasi layanan bantuan
hukum dan perundang-undangan.
3.
Melaksanakan penyiapan Rancangan Keputusan DPRD,
Keputusan Pimpinan DPRD dan Produk Perundang-undangan lainnya;
4.
Melaksanakan penyiapan dan penyajian bahan-bahan dalam
rangka penyusunan Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD dan Produk
Perundang-undangan lainnya;
5.
Melaksanakan proses penyelesaian Keputusan DPRD,
Keputusan Pimpinan DPRD dan Produk Perundang-undangan lainnya.
Kepala Sub
Bagian Penyusunan Produk Hukum mempunyai Uraian Tugas :
1.
Melaksanakan pengumpulan dan penghimpunan produk hukum
serta menyiapkan bahan-bahan yang merupakan usul dari Eksekutif dan usul
inisiatif DPRD dalam rangka Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah oleh DPRD;
2.
Melaksanakan penelitian dan pengkajian serta evaluasi
terhadap produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan DPRD;
3.
Melaksanakan / mengikuti perkembangan pembahasan
produk hukum serta menindaklanjutinya;
4.
Melaksanakan penyusunan bahan analisa dan pengembangan
hukum;
5.
Melaksanakan fasilitasi dan koordinasi analisa dan
pengembangan hukum.
Kepala Sub
Bagian Pengkajian dan Evaluasi mempunyai Uraian Tugas :
1.
Melaksanakan pengumpulan dan penghimpunan Peraturan
Perundang-undangan Pusat dan Daerah yang berkaitan dengan kegiatan DPRD;
2.
Melaksanakan penelitian dan pengkajian serta evaluasi
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kegiatan DPRD;
3.
Melaksanakan / mempersiapkan laporan hasil pengkajian
dan evaluasi;
4.
Melaksanakan penyusunan bahan referensi data peraturan
perundang-undangan
SETDA KABUPATEN GARUT
STRUKTUR ORGANISASI BAGIAN HUKUM
|
|||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||
|
|
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
|
|
||||||||||||||
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan kunjungan ke bagian hukum pemerintahan kabupaten
garut, bahwa Bagian Hukum dan perundang-undangan dipimpin oleh seorang Kepala
Bagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Asisten Administrasi
Umum, mempunyai tugas pokok menyusun program kerja, pedoman dan petunjuk
pembinaan penyelenggaraan pengembangan hukum dan perundang-undangan, advokasi
hukum dan hak asasi manusia serta evaluasi dan dokumentasi hukum.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking