Praktik hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpulan bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum internasional cukup memiliki wibawa terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada umumnya hukum internasional itu ditaati dan' hukum nasional itu pada hakikatnya tunduk pada hukum internasional.
Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pada umumnya negara-negara di dunia ini saling menghormati tanpa batas atau garis batas lainnya yang memisahkan wilayah negara yang satu dari yang lainnya. Dengan lain perkataan, negara-negara menaati hukum internasional mengenai batas wilayah negara sebagai suatu hukum yang mengikat dirinya dalam pergaulan dengan negara lain, khususnya dengan negara tetangganya. Usaha mengubah perbatasan negara dengan jalan kekerasan merupakan suatu hal yang dewasa ini hampir tidak lagi dilakukan, berlainan dengan masa lampau. Pada masa lampau sering terjadi perang dengan maksud menundukkan negara lain atau merebut wilayahnya.
Akan tetapi, dari beberapa ketentuan hukum perang, kita ketahui pula bahwa hukum perang pun menghormati batas wilayah negara dalam arti bahwa pendudukkan militer saja belum dengan sendirinya mengakibatkan perubahan batas wilayah.)
Kenyataan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa pada umufhnya negara-negara di dunia ini saling menghormati garis batas yang memisahkan wilayahnya dari wilayah negara lain tidak berarti bahwa sekali-sekali tidak bisa terjadi sengketa perbatasan. Sengketa perbatasan antara India dan RRC, RRC dan USSR, Kamboja dengan Muangthai merupakan beberapa contoh sengketa perbatasan yang terjadi akhir-akhir ini.1 2)
Sengketa internasional demikian banyak menarik perhatian dan memperoleh sorotan pers dunia sedemikian rupa sehingga sengketa perbatasan demikian yang biasanya dimulai dengan tuduhan dilakukannya pelanggaran oleh salah satu pihak, sangat mecolok mata. Berita-berita demikian, sangat menonjol dan menarik perhatian umum sehingga sering dilupakan bahwa sengketa tersebut merupakan peristiwa yang jarang terjadi dan merupakan pengecualian terhadap keadaan yang umum berlaku bahwa lebih dari seratus negara di dunia ini hidup berdampingan dengan damai dengan saling menghormati batas wilayah dengan negara tetangganya.
Kenyataan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa pada umufhnya negara-negara di dunia ini saling menghormati garis batas yang memisahkan wilayahnya dari wilayah negara lain tidak berarti bahwa sekali-sekali tidak bisa terjadi sengketa perbatasan. Sengketa perbatasan antara India dan RRC, RRC dan USSR, Kamboja dengan Muangthai merupakan beberapa contoh sengketa perbatasan yang terjadi akhir-akhir ini.1 2)
Sengketa internasional demikian banyak menarik perhatian dan memperoleh sorotan pers dunia sedemikian rupa sehingga sengketa perbatasan demikian yang biasanya dimulai dengan tuduhan dilakukannya pelanggaran oleh salah satu pihak, sangat mecolok mata. Berita-berita demikian, sangat menonjol dan menarik perhatian umum sehingga sering dilupakan bahwa sengketa tersebut merupakan peristiwa yang jarang terjadi dan merupakan pengecualian terhadap keadaan yang umum berlaku bahwa lebih dari seratus negara di dunia ini hidup berdampingan dengan damai dengan saling menghormati batas wilayah dengan negara tetangganya.
Kurang alasan kiranya bila mengatakan bahwa hukum internasional (mengenai perbatasan wilayah) tidak mengikat negara-negara hanya berdasarkan beberapa peristiwa sengketa perbatasan. Lebih tepat kiranya bila mengatakan bahwa pelanggaran atau sengketa perbatasan demikian merupakan pengecualian atau pelanggaran yang sekali-sekali terjadi atas kaidah hukum internasional yang pada umumnya ditaati. Lagi pula apabila sebab sengketa perbatasan demikian diselidiki lebih jauh, kita sering akan melihat bahwa sengketa tersebut bersumber pada keadaan tanpa batas yang tidak jelas yang diakibatkan peninggalan pemerintah kolonial.3)
Contoh lain kaidah hukum internasional yang umumnya ditaati ialah hukum yang mengatur perjanjian internasional antamegara. Pada umumnya, negara-negara menaati kewajiban yang bersumber pada perjanjian internasional dengan negara lain. Di sini pun sekali-sekali hal te ,udi penyimpangan dari keadaan umum ini dan seperti juga dalam hal hukum internasional mengenai perbatasan wilayah* pelanggaran demikian sering menarik banyak perhatian sehingga terlupakan kenyataan praktik hukum internasional di bidang ini yang sebenarnya, yaitu bahwa pada umumnya negara-negara di dunia menaati perjanjian internasional yang telah diadakannya dengan negara lain.
Pelanggaran terhadap perjanjian internasional demikian pun apabila diselidiki sebabnya sering mempunyai alasan atau latar belakang yang cukup kuat, sehingga pelanggaran yang dilakukan tidak lagi dengan begitu saja dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum internasional. Sering apa yang tampak sebagai pelanggaran suatu perjanjian tertentu, yang dengan demikian merupakan suatu pelanggaran hukum internasional in concrete merupakan reaksi terhadap satu keadaan yang ditinggalkan oleh hubungan hukum pada zaman kojonial yang tidak lagi dirasakan sebagal adil setelah hubungan kolonial berakhir dan bangsa yang bersangkutan menjadi suatu negara merdeka.4)
Apa yang diuraikan di atas bedaku juga di bidang lain dari hukum internasional seperti misalnya di bidang hubungan diplomatik dan konsuler dan perlakuan terhadap orang asing term&suk miliknya. Di sini pun dapat dikatakan bahwa pada umumnya ketentuan mengenai hukum kekebalan dan hak istimewa diplomatik dan ketentuan hukum tentang hak istimewa dan kekebalan konsuler ditaati oleh negara-negara. Ada kalanya kekebalan diplomatik dan konsuler yang dijamin oleh ketentuan hukum internasional ini terpaksa dilanggar oleh negara tuan rumah seperti misalnya dalam usaha menangkap atau menundukkan pemberontak yang berlindung di gedung atau halaman gedung kedutaan atau konsuler negara asing. Batas antara penggunaan hak suaka dengan sah dengan penyalahgunaan hak suaka diplomatik memang sulit ditarik. Lepas dari persoalan apakah hak suaka merupakan suatu hak yang telah diakui oleh hukum internasional secara umum, mencari perlindungan di tempat kedutaan atau konsuler asing berdasarkan hak suaka akan merupakan penyalahgunaan hak’ demikian apabila disertai penggunaan kekerasan. Kejadian baru-baru ini di mana beberapa orang teroris menduduki konsulat jenderal RI di Amsterdam dengan menyanderakan dua puluh lima orang yang berada di sana, merupakan suatu kejadian yang memberikan alasan yang cukup kepada pemerintah Belanda untuk tidak menaati ketentuan hukum internasional tentang kekebalan konsuler. Untung sekali perkembangan kejadian di Konsulat Jenderal RI ini kemudian berkembang sedemikian rupa sehingga pemerintah Belanda tidak usah melakukan tindakan kekerasan.5) Bagaimanapun juga secara umum dapat dikatakan bahwa negara tuan rumah tidak akan melanggar hak kekebalan dan hak istimewa diplomatik dan konsuler kecuali ada alasan yang kuat untuk ini dan setelah tidak ada jalan lain untuk mengatasinya.
Juga mengenai perlakuan terhadap orang asing dan hak milik asing dapat dikatakan bahwa pada umumnya perlindungan terhadap orang asing dan hak milik asing yang diberikan oleh hukum internasional ditaati oleh semua negara. Kenyataan bahwa ada kalanya negara tuan rumah mengambil tindakan terhadap orang asing atau hak milik asing tidak berarti bahwa hukum internasional mengenai bidang hukum ini tidak bertaku. Yang benar ialah bahwa dalam keadaan tertentu, ketentuan hukum internasional mengenai perlakuan terhadap orang asing dan milik asing tidak bisa dipertahankan karena ada kepentingan lain yang lebib mendesak dan lebih tinggi. Dalam sejarah negara kita pemah terjadi suatu - peristiwa yang memerlukah penyimpangan dari ketentuan hukum internasional mengenai perlindungan milik asing yakni pada waktu pemerintah Republik Indonesia mengadakan tindakan ambil alih perusahaan milik Belanda terutama perkebunan yang kemudian disusul dengan tindakan nasionalisasi.
Contoh lain kaidah hukum internasional yang umumnya ditaati ialah hukum yang mengatur perjanjian internasional antamegara. Pada umumnya, negara-negara menaati kewajiban yang bersumber pada perjanjian internasional dengan negara lain. Di sini pun sekali-sekali hal te ,udi penyimpangan dari keadaan umum ini dan seperti juga dalam hal hukum internasional mengenai perbatasan wilayah* pelanggaran demikian sering menarik banyak perhatian sehingga terlupakan kenyataan praktik hukum internasional di bidang ini yang sebenarnya, yaitu bahwa pada umumnya negara-negara di dunia menaati perjanjian internasional yang telah diadakannya dengan negara lain.
Pelanggaran terhadap perjanjian internasional demikian pun apabila diselidiki sebabnya sering mempunyai alasan atau latar belakang yang cukup kuat, sehingga pelanggaran yang dilakukan tidak lagi dengan begitu saja dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum internasional. Sering apa yang tampak sebagai pelanggaran suatu perjanjian tertentu, yang dengan demikian merupakan suatu pelanggaran hukum internasional in concrete merupakan reaksi terhadap satu keadaan yang ditinggalkan oleh hubungan hukum pada zaman kojonial yang tidak lagi dirasakan sebagal adil setelah hubungan kolonial berakhir dan bangsa yang bersangkutan menjadi suatu negara merdeka.4)
Apa yang diuraikan di atas bedaku juga di bidang lain dari hukum internasional seperti misalnya di bidang hubungan diplomatik dan konsuler dan perlakuan terhadap orang asing term&suk miliknya. Di sini pun dapat dikatakan bahwa pada umumnya ketentuan mengenai hukum kekebalan dan hak istimewa diplomatik dan ketentuan hukum tentang hak istimewa dan kekebalan konsuler ditaati oleh negara-negara. Ada kalanya kekebalan diplomatik dan konsuler yang dijamin oleh ketentuan hukum internasional ini terpaksa dilanggar oleh negara tuan rumah seperti misalnya dalam usaha menangkap atau menundukkan pemberontak yang berlindung di gedung atau halaman gedung kedutaan atau konsuler negara asing. Batas antara penggunaan hak suaka dengan sah dengan penyalahgunaan hak suaka diplomatik memang sulit ditarik. Lepas dari persoalan apakah hak suaka merupakan suatu hak yang telah diakui oleh hukum internasional secara umum, mencari perlindungan di tempat kedutaan atau konsuler asing berdasarkan hak suaka akan merupakan penyalahgunaan hak’ demikian apabila disertai penggunaan kekerasan. Kejadian baru-baru ini di mana beberapa orang teroris menduduki konsulat jenderal RI di Amsterdam dengan menyanderakan dua puluh lima orang yang berada di sana, merupakan suatu kejadian yang memberikan alasan yang cukup kepada pemerintah Belanda untuk tidak menaati ketentuan hukum internasional tentang kekebalan konsuler. Untung sekali perkembangan kejadian di Konsulat Jenderal RI ini kemudian berkembang sedemikian rupa sehingga pemerintah Belanda tidak usah melakukan tindakan kekerasan.5) Bagaimanapun juga secara umum dapat dikatakan bahwa negara tuan rumah tidak akan melanggar hak kekebalan dan hak istimewa diplomatik dan konsuler kecuali ada alasan yang kuat untuk ini dan setelah tidak ada jalan lain untuk mengatasinya.
Juga mengenai perlakuan terhadap orang asing dan hak milik asing dapat dikatakan bahwa pada umumnya perlindungan terhadap orang asing dan hak milik asing yang diberikan oleh hukum internasional ditaati oleh semua negara. Kenyataan bahwa ada kalanya negara tuan rumah mengambil tindakan terhadap orang asing atau hak milik asing tidak berarti bahwa hukum internasional mengenai bidang hukum ini tidak bertaku. Yang benar ialah bahwa dalam keadaan tertentu, ketentuan hukum internasional mengenai perlakuan terhadap orang asing dan milik asing tidak bisa dipertahankan karena ada kepentingan lain yang lebib mendesak dan lebih tinggi. Dalam sejarah negara kita pemah terjadi suatu - peristiwa yang memerlukah penyimpangan dari ketentuan hukum internasional mengenai perlindungan milik asing yakni pada waktu pemerintah Republik Indonesia mengadakan tindakan ambil alih perusahaan milik Belanda terutama perkebunan yang kemudian disusul dengan tindakan nasionalisasi.
Tindakan pengambilalihan milik Belanda yang kemudian disusul dengan nasionalisasi merupakan tindakan yang prima fade merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional yang memberikan perlindungan kepada orang asing dan miliknya. Akan tetapi, dalam persoalan tindakan pemerintah Indonesia teihadap perkebunan dan perusahaan lain milik Belanda pada tahun 1958 ini, yang kemudian dikenal dengan nama Perkara Tembakau Bremen, pihak pemerintah Indonesia dengan Maskapai Tembakau Jerman-lndonesia (Deutsch-lndonesia Tabaks handels G.m.b.H) berhasil meyakinkan pengadilan di Bremen bahwa tindakan pengambilalihan dan nasionalisasi itu merupakan tindakan suatu negara berdaulat dalam rangka perubahan struktur ekonomi bangsa Indonesia dari struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional. Keputusan yang kemudian diambil oleh pengadilan Bremen yakni bahwa pengadilan tidak •mencampuri sah tidaknya tindakan ambil alih dan nasionalisasi pemerintah Indonesia itu, secara tidak langsung dapat diartikan sebgai membenarkan tindakan terhadap perusahaan dan perkebunan milik Belanda tersebut.6)
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking