Inggris menganut suatu ajaran (doktrin) bahwa hukum internasional adalah hukum negara (international law is the law of the land). Ajaran ini lazim dikenal dengan nama doktrin inkorporasi (incorporation doctrine).
Doktrin ini yang mula-mula dikemukakan oleh ahli hukum terkenal Blackstone dalam abad ke delapan belas mula-mula dirumuskan sebagai berikut:
“The taw of nations, wherever any question arises which is properly the object of its jurisdiction is here adopted in its full extent by the common law, and it is held to be part of the law of the land” 22)
Doktrin yang menganggap hukum internasional sebagai bagian hukum inggris ini berkembang dan dikukuhkan selama abad XVIII dan XIX dalam beberapa keputusan pengadilan yang terkenal.23)
Akan tetapi, kemudian terjadi beberapa perubahan dalam arti bahwa doktrin itu tidak lagi diterima secara mutlak. Dalam menilai daya laku doktrin dalam hukum positif yang berlaku di Inggris harus pula dibedakan antara: (1) hukum kebiasaan internasional (customary international law); dan (2) hukum internasional yang tertulis (traktat, konvensi atau perjanjian).
Sepanjang mengenai hukum kebiasaan internasional dapat dikatakan bahwa doktrin inkorporasi ini berlaku dengan dua pengecualian yakni:
(1) bahwa ketentuan hukum kebiasaan internasional itu tidak bertentangan dengan suatu undang-undang, baik yang lebih tua maupun yang diundangkan kemudian; dan
(2) sekali ruang lingkup suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh keputusan mahkamah yang tertfoggi, maka semua pengadilan terikat oleh keputusan itu sekalipun kemudian terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan Internasional yang bertentangan. Selain itu, ketentuan hukum kebiasaan internasional yang bersangkutan harus merupakan ketentuan yang umum diterima masyarakat Internasional.
Apa yang diuraikan di atas tidak selalu berarti bahwa suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional begitu saja secara otomatis akan diterapkan oleh semua Pengadilan di Inggris. Di samping beberapa pengecualian yang telah diuraikan di atas, pengadilan di Inggris dalam persoalan yang menyangkut hukum internasional terikat oleh tindakan (atau) sikap pemerintah (eksekutif) dalam hal-hal berikut
(a) tindakan pemerintah (eksekutif) seperti pernyataan perang, perebutan (aneksasi) wilayah atau tindakan nasionalisasi tidak boleh diragukan keabsahan-nya oleh pengadilan;
(b) pengadilan terikat untuk mengakui pernyataan pemerintah mengenai hal yang termasuk wewenang prerogatifnya seperti misalnya tentang hai pengakuan suatu pemerintahan atau negara, kedaulatan (dan kekebalan) suatu pemerintah atau wakil-wakilnya.
(2) sekali ruang lingkup suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional ditetapkan oleh keputusan mahkamah yang tertfoggi, maka semua pengadilan terikat oleh keputusan itu sekalipun kemudian terjadi perkembangan suatu ketentuan hukum kebiasaan Internasional yang bertentangan. Selain itu, ketentuan hukum kebiasaan internasional yang bersangkutan harus merupakan ketentuan yang umum diterima masyarakat Internasional.
Apa yang diuraikan di atas tidak selalu berarti bahwa suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional begitu saja secara otomatis akan diterapkan oleh semua Pengadilan di Inggris. Di samping beberapa pengecualian yang telah diuraikan di atas, pengadilan di Inggris dalam persoalan yang menyangkut hukum internasional terikat oleh tindakan (atau) sikap pemerintah (eksekutif) dalam hal-hal berikut
(a) tindakan pemerintah (eksekutif) seperti pernyataan perang, perebutan (aneksasi) wilayah atau tindakan nasionalisasi tidak boleh diragukan keabsahan-nya oleh pengadilan;
(b) pengadilan terikat untuk mengakui pernyataan pemerintah mengenai hal yang termasuk wewenang prerogatifnya seperti misalnya tentang hai pengakuan suatu pemerintahan atau negara, kedaulatan (dan kekebalan) suatu pemerintah atau wakil-wakilnya.
Doktrin inkorporasi di Inggris itu ada pembatasan dan pengecualiannya-, baik dalam ruang lingkup maupun penerapannya. Namun, dapat dikatakan bahwa doktrin ini cukup kuat tertanam dalam hukum positif di Inggris. Hal ini terbukti dari dua dalil yang dipegang teguh oleh pengadilan di Inggris yakni:
(1) dalil konstruksi hukum (rule of construction)r, menurut dalil ini undang-undang yang dibuat oleh Parlemen (Acts of Parliament) harus ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan hukum internasional. Artinya, dalam mengkaji suatu undang-undang ada pra-anggapan bahwa Parlemen tidak berniat melakukan pelanggaran hukum internasional;
(2) dalil tentang pembuktian suatu ketentuan hukum internasional (rule of evidence). Berlainan dengan hukum asing, hukum internasional tidak memerlukan kesaksian para ahli di pengadilan Inggris untuk membuktikannya. Pengadilan di Inggris boleh menetapkan sendiri ada tidaknya (take judicial notice) suatu ketentuan hukum internasional dengan langsung menunjuk pada keputusan mahkamah lain, tulisan sarjana terkemuka atau sumber-sumber lain sebagai bukti tentang adanya suatu ketentuan hukum internasional.
Mengenai hukum internasional yang bersumberkan perjanjian internasional (agreements, treaties and conventions) dapat dikatakan bahwa pada umumnya perjanjian yang memerlukan persetujuan Parlemen memerlukan pula pengundangan nasional sedangkan yang tidak memerlukan persetujuan badan ini dapat mengikat dan berlaku secara langsung setelah penandatanganan dilakukan. Menurut praktik di Inggris perjanjian internasional berikut memerlukan persetujuan Parlemen dan memerlukan pengundangan nasional bagi berlakunya secara intern (implementing legislation):
(1) yang memerlukan diadakannya pembahan dalam perundang-undangan nasional;
(2) yang mengakibatkan perubahan dalam status atau garis batas wilayah negara;
(3) yang mempengaruhi hak sipil kaula negara Inggris atau memerlukan penambahan wewenang atau kekuasaan pada Raja (atau Ratu) Inggris;
(4) menambah beban keuangan secara langsung atau tidak pada pemerintahan Inggris.
Berbagai perjanjian lainnya yang tidak begitu penting seperti perjanjian pemerintah (administrative atau executive agreements) hanya memerlukan penandatanganan dan tidak mengakibatkan perubahan ketentuan perundang-undangan pelaksanaan (implementing legislation) dan langsung berlaku segera setelah mempunyai kekuatan mengikat.27)
Negara lain yang juga menganut doktrin inkorporasi yaitu menganggap hukum internasional sebagai dari hukum nasional ialah Amerika Serikat
Sepanjang mengenai hukum kebiasaan internasional, praktik di Amerika Serikat hampir serupa dengan praktik di Inggris yang telah dilukiskan di atas. Undang-undang yang dibuat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Congress) dianggap tidak bertentangan dengan hukum internasional sehingga diusahakan agar undang-undang tidak bertentangan dengan hukum internasional. Akan tetapi, jika suatu undang-undang (statute) terang-terangan bertentangan dengan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional (yang lama), undang-undanglah yang hams dimenangkan. )
Praktik di Amerika Serikat juga bersamaan dengan di Inggris dalam sikap atau penilaian pengadilan terhadap tindakan atau pernyataan pemerintah (eksekutif) dalam hal yang menyangkut hubungan atau hukum internasional. Seperti juga dalam praktik di Inggris, pengadilan di Amerika Serikat menganggap dirinya terikat oleh keterangan (resmi) atau saran dari pemerintah misalnya mengenai hal yang menyangkut pengaturan pemerintah atau negara asing, batas wilayah negara asing, batas wilayah negara lain, kedudukan resmi (public status) dan kekebalan wakil negara asing, kapal asing walaupun dalam hal tertentu sulit diterima bila (semata-mata) dilihat secara yuridis dari sudut hukum internasional.28 29)
Apabila mengenai hubungan antara hukum kebiasaan
internasional (customary international law) dan hukum nasional, praktik di Amerika Serikat dan Inggris banyak persamaannya, tidak demikian halnya dengan soal hubungan hukum perjanjian internasional dan hukum nasional.
Dalam praktik di Amerika Serikat mengenai hubungan antara hukum nasional dan hukum perjanjian internasional yang menentukan adalah ketentuan (tertulis) konstitusi Amerika Serikat mengenai ha! ini dan bukan perimbangan atau akomodasi antara hak dan wewenang eksekutif (pemerintah dan Raja) dan Parlemen seperti di Inggris yang berdasarkan praktik dan kebiasaan. Di samping itu, yang menentukan ialah pembedaan yang dibuat berdasarkan keputusan pengadilan di Amerika Serikat antara self executing dan non self executing treaties.
Menurut praktik (hukum positif) di Amerika Serikat ini, apabila suatu perjanjian internasional tidak bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian yang self executing, isi perjanjian demikian (dianggap) menjadi bagian dari hukum yang berlaku di Amerika Serikat tanpa memerlukan pengundangan melalui perundang-undangan nasional.
Sebaliknya, perjanjian yang tidak termasuk golongan yang berlaku dengan sendirinya (yaitu yang non self executing) baru dianggap mengikat pengadilan di Amerika Serikat setelah adanya perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai hukum.
Pendirian yang kaku ini dapat menimbulkan situasi yang aneh dan penuh kontradiksi dan telah menimbulkan apa yang dikenal dengan Bricker Amendment. Usul perubahan atas konstitusi Amerika Serikat ini apabila diterima akan menjadikan semua perjanjian yang telah mengikat Amerika Serikat secara sah, otomatis berlaku (self executing) sebagai bagian dari hukum nasional Amerika Serikat asal saja telah mendapat persetujuan (advice and consent) dari Senat.
(1) dalil konstruksi hukum (rule of construction)r, menurut dalil ini undang-undang yang dibuat oleh Parlemen (Acts of Parliament) harus ditafsirkan sebagai tidak bertentangan dengan hukum internasional. Artinya, dalam mengkaji suatu undang-undang ada pra-anggapan bahwa Parlemen tidak berniat melakukan pelanggaran hukum internasional;
(2) dalil tentang pembuktian suatu ketentuan hukum internasional (rule of evidence). Berlainan dengan hukum asing, hukum internasional tidak memerlukan kesaksian para ahli di pengadilan Inggris untuk membuktikannya. Pengadilan di Inggris boleh menetapkan sendiri ada tidaknya (take judicial notice) suatu ketentuan hukum internasional dengan langsung menunjuk pada keputusan mahkamah lain, tulisan sarjana terkemuka atau sumber-sumber lain sebagai bukti tentang adanya suatu ketentuan hukum internasional.
Mengenai hukum internasional yang bersumberkan perjanjian internasional (agreements, treaties and conventions) dapat dikatakan bahwa pada umumnya perjanjian yang memerlukan persetujuan Parlemen memerlukan pula pengundangan nasional sedangkan yang tidak memerlukan persetujuan badan ini dapat mengikat dan berlaku secara langsung setelah penandatanganan dilakukan. Menurut praktik di Inggris perjanjian internasional berikut memerlukan persetujuan Parlemen dan memerlukan pengundangan nasional bagi berlakunya secara intern (implementing legislation):
(1) yang memerlukan diadakannya pembahan dalam perundang-undangan nasional;
(2) yang mengakibatkan perubahan dalam status atau garis batas wilayah negara;
(3) yang mempengaruhi hak sipil kaula negara Inggris atau memerlukan penambahan wewenang atau kekuasaan pada Raja (atau Ratu) Inggris;
(4) menambah beban keuangan secara langsung atau tidak pada pemerintahan Inggris.
Berbagai perjanjian lainnya yang tidak begitu penting seperti perjanjian pemerintah (administrative atau executive agreements) hanya memerlukan penandatanganan dan tidak mengakibatkan perubahan ketentuan perundang-undangan pelaksanaan (implementing legislation) dan langsung berlaku segera setelah mempunyai kekuatan mengikat.27)
Negara lain yang juga menganut doktrin inkorporasi yaitu menganggap hukum internasional sebagai dari hukum nasional ialah Amerika Serikat
Sepanjang mengenai hukum kebiasaan internasional, praktik di Amerika Serikat hampir serupa dengan praktik di Inggris yang telah dilukiskan di atas. Undang-undang yang dibuat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Congress) dianggap tidak bertentangan dengan hukum internasional sehingga diusahakan agar undang-undang tidak bertentangan dengan hukum internasional. Akan tetapi, jika suatu undang-undang (statute) terang-terangan bertentangan dengan suatu ketentuan hukum kebiasaan internasional (yang lama), undang-undanglah yang hams dimenangkan. )
Praktik di Amerika Serikat juga bersamaan dengan di Inggris dalam sikap atau penilaian pengadilan terhadap tindakan atau pernyataan pemerintah (eksekutif) dalam hal yang menyangkut hubungan atau hukum internasional. Seperti juga dalam praktik di Inggris, pengadilan di Amerika Serikat menganggap dirinya terikat oleh keterangan (resmi) atau saran dari pemerintah misalnya mengenai hal yang menyangkut pengaturan pemerintah atau negara asing, batas wilayah negara asing, batas wilayah negara lain, kedudukan resmi (public status) dan kekebalan wakil negara asing, kapal asing walaupun dalam hal tertentu sulit diterima bila (semata-mata) dilihat secara yuridis dari sudut hukum internasional.28 29)
Apabila mengenai hubungan antara hukum kebiasaan
internasional (customary international law) dan hukum nasional, praktik di Amerika Serikat dan Inggris banyak persamaannya, tidak demikian halnya dengan soal hubungan hukum perjanjian internasional dan hukum nasional.
Dalam praktik di Amerika Serikat mengenai hubungan antara hukum nasional dan hukum perjanjian internasional yang menentukan adalah ketentuan (tertulis) konstitusi Amerika Serikat mengenai ha! ini dan bukan perimbangan atau akomodasi antara hak dan wewenang eksekutif (pemerintah dan Raja) dan Parlemen seperti di Inggris yang berdasarkan praktik dan kebiasaan. Di samping itu, yang menentukan ialah pembedaan yang dibuat berdasarkan keputusan pengadilan di Amerika Serikat antara self executing dan non self executing treaties.
Menurut praktik (hukum positif) di Amerika Serikat ini, apabila suatu perjanjian internasional tidak bertentangan dengan konstitusi dan termasuk golongan perjanjian yang self executing, isi perjanjian demikian (dianggap) menjadi bagian dari hukum yang berlaku di Amerika Serikat tanpa memerlukan pengundangan melalui perundang-undangan nasional.
Sebaliknya, perjanjian yang tidak termasuk golongan yang berlaku dengan sendirinya (yaitu yang non self executing) baru dianggap mengikat pengadilan di Amerika Serikat setelah adanya perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai hukum.
Pendirian yang kaku ini dapat menimbulkan situasi yang aneh dan penuh kontradiksi dan telah menimbulkan apa yang dikenal dengan Bricker Amendment. Usul perubahan atas konstitusi Amerika Serikat ini apabila diterima akan menjadikan semua perjanjian yang telah mengikat Amerika Serikat secara sah, otomatis berlaku (self executing) sebagai bagian dari hukum nasional Amerika Serikat asal saja telah mendapat persetujuan (advice and consent) dari Senat.
Dalam mengkaji praktik di Amerika Serikat perlu pula diperhatikan pembedaan antara treaties dan executive agreements. Uraian di atas yang didasarkan atas pembedaan antara self exeputing dan non self executing treaties tidak berlaku bagi perjanjian yang termasuk golongan executive agreements karena yang terakhir ini tidak memerlukan persetujuan badan legislatif dan langsung berlaku.
Apabila dibandingkan praktik di Inggris dan di Amerika Serikat, dapat dikatakan bahwa praktik di Inggris menunjukkan suatu cara untuk memecahkan persoalan hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, dengan cara yang lebih luwes (flexible) dan pragmatis, walaupun keduanya sama-sama menganut ajaran atas doktrin incorporation.
Dalam konstitusi masa kini (modem) ada kecenderungan mencantumkan secara tegas bahwa hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional, yang akan mengatasi atau mengalahkan hukum nasional dalam hal ada pertentangan.
Suatu contoh yang jelas menggambarkan keadaan seperti itu ialah undang-undang Dasar (Grund Gesetz) Republik Federasi Jerman yang dalam Pasal 25 menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional Jerman. Ketentuan demikian lebih tinggi kedudukannya dari undang-undang (nasional) dan langsung mengakibatkan hak dan kewajiban bagi penduduk wilayah Federasi Jerman.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking