BAB I
PENDAHULUAN
Walaupun pelanggaran terhadap hukum internasional biasanya lebih menarik perhatian, dalam kenyataan hidup sehari-hari negara dan subjek lainnya dapat dikatakan menuruti kaidah-kaidah hukum internasional tersebut. Apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional itu?
Pertanyaan ini sangat menarik dan mendesak karena berlainan dengan tata hukum nasional, hukum internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang lazim diasosiasikan dengan hukum dan pelaksanaannya. Masyarakat internasional tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif pusat yang kuat seperti dalam negara-negara nasional. Seperti telah dikatakan, masyarakat internasional dalam bentuknya sekarang merupakan suatu tertib hukum koordinasi dari sejurhlah negara yang masing-masing berdaulat. Dalam tata masyarakat internasional yang demikian, tidak pula terdapat suatu badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang ddpat memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam kaidah hukumnya. Semua kelemahan kelembagaan (iinstitusional) ini telah menyebabkan beberapa pemikir mulai, dari Hobbes dan Spinoza hingga Austin menyangkal .sifat .mengikat hukum internasional. Bagi mereka hukum internasional itu'bukari hukum.
Pertanyaan ini sangat menarik dan mendesak karena berlainan dengan tata hukum nasional, hukum internasional tidak memiliki lembaga-lembaga yang lazim diasosiasikan dengan hukum dan pelaksanaannya. Masyarakat internasional tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif pusat yang kuat seperti dalam negara-negara nasional. Seperti telah dikatakan, masyarakat internasional dalam bentuknya sekarang merupakan suatu tertib hukum koordinasi dari sejurhlah negara yang masing-masing berdaulat. Dalam tata masyarakat internasional yang demikian, tidak pula terdapat suatu badan legislatif maupun kekuasaan kehakiman dan polisional yang ddpat memaksakan berlakunya kehendak masyarakat internasional sebagaimana tercermin dalam kaidah hukumnya. Semua kelemahan kelembagaan (iinstitusional) ini telah menyebabkan beberapa pemikir mulai, dari Hobbes dan Spinoza hingga Austin menyangkal .sifat .mengikat hukum internasional. Bagi mereka hukum internasional itu'bukari hukum.
John Austin menyatakan bahwa Every law or rule (taken with the largest signification which can be given to the term properly) is a command ..." Menurut dia hukum internasional itu bukan hukum dalam arti yang sebenarnya (properly so called), la menempatkannya segolongan dengan the laws of honour dan the laws set by fashion sebagai rules of positive morality.')
Perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarnya anggapan Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat tentang adanya hukum adat di Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang tersendiri untuk menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hakikat hukum.
Memang, adanya badan legislatif, badan kehakiman dan polisi merupakan ciri yang jelas dari suatu sistem hukum positif yang efektif, tetapi ini tidak berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga ini tidak terdapat hukum.
Apabila hakikat hukum internasional tidak perlu diragukan lagi, kembali kita menghadapi pertanyaan: apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional itu ?
Mengenai hal ini telah dikemukakan banyak teori.-Teori yang tertua ialah teori hukum alam (natural law). Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula mempunyai ciri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepaskan dari hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Dalam bentuknya yang telah disekularisir, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang didasarkan atas hakikat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia.
Menurut para penganut ajaran hukum alam ini, hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Pikiran ini kemudian, dalam abad XVIII lebih disempurnakan lagi, antara lain oleh seorang ahli hukum dan diplomat bangsa Swiss Emmerich Vattel (1714 - 1767) dalam bukunya Droit des Gens, ia antara lain mengatakan:2)
*We use the term necessary Law of Nations for that law which results from applying the natural law to nations. It is necessary, because nations are absolutely bound to observe it. It contains these precepts which the natural law dictates to States, and it is no less binding upon them. It is upon individuals’
Keberatan yang secara umum dapat dikemukakan terhadap teori-teori yang didasarkan atas hukum alam ini ialah bahwa apa yang dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat samar dan bergantung kepada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internasional dan lain-lain konsep yang serupa.
Perkembangan ilmu hukum kemudian telah membuktikan tidak benarnya anggapan Austin tersebut mengenai hukum. Kita cukup mengingat tentang adanya hukum adat di Indonesia sebagai suatu sistem hukum yang tersendiri untuk menginsafi kelirunya pikiran Austin mengenai hakikat hukum.
Memang, adanya badan legislatif, badan kehakiman dan polisi merupakan ciri yang jelas dari suatu sistem hukum positif yang efektif, tetapi ini tidak berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga ini tidak terdapat hukum.
Apabila hakikat hukum internasional tidak perlu diragukan lagi, kembali kita menghadapi pertanyaan: apakah yang menjadi dasar kekuatan mengikat hukum internasional itu ?
Mengenai hal ini telah dikemukakan banyak teori.-Teori yang tertua ialah teori hukum alam (natural law). Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula mempunyai ciri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepaskan dari hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Dalam bentuknya yang telah disekularisir, hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang didasarkan atas hakikat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaidah yang diilhamkan alam pada akal manusia.
Menurut para penganut ajaran hukum alam ini, hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional itu tidak lain daripada hukum alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Pikiran ini kemudian, dalam abad XVIII lebih disempurnakan lagi, antara lain oleh seorang ahli hukum dan diplomat bangsa Swiss Emmerich Vattel (1714 - 1767) dalam bukunya Droit des Gens, ia antara lain mengatakan:2)
*We use the term necessary Law of Nations for that law which results from applying the natural law to nations. It is necessary, because nations are absolutely bound to observe it. It contains these precepts which the natural law dictates to States, and it is no less binding upon them. It is upon individuals’
Keberatan yang secara umum dapat dikemukakan terhadap teori-teori yang didasarkan atas hukum alam ini ialah bahwa apa yang dimaksudkan dengan hukum alam itu sangat samar dan bergantung kepada pendapat subjektif dari yang bersangkutan mengenai keadilan, kepentingan masyarakat internasional dan lain-lain konsep yang serupa.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking