BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Intellectual Property Right atau Geistiges Eigentum (bahasa Jerman) dapat diterjemahan kedalam bahasa Indonesia yaitu Hak Atas Kekayaan Intelektual atau sering disingkat HAKI adalah hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan komersil. Salah satu produk HAKI yaitu Hak Cipta. Adapun pengertian dari Hak Cipta, yaitu hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
Mungkin banyak diantara kita yang tidak sadar bahwa yang kita lakukan dalam kegiatan sehari – hari telah melanggar hak cipta orang lain. Tidak lain dari pelanggaran tersebut adalah kegiatan membajak. Kegiatan bajak – membajak telah diterima dan menjadi suatu kegiatan yang dianggap halal oleh masyarakat kita. Praktek pembajakan hak cipta di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat drastis dan sudah sangat memprihatinkan. Salah satu fakta yang ada di lapangan misalnya terjadi pada industri musik. Menurut catatan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), pembajakan industri musik di Indonesia menunjukkan angka yang paling signifikan. Pihak yang paling dirugikan yaitu datang dari pihak musisi atau pencipta lagu yang hasil karyanya dibajak. Usaha mereka dalam mencari inspirasi lagu serta pengeluaran biaya yang tidak sedikit dalam proses produksi ternyata tidak dihargai dan dilindungi oleh negara. Hasil karya cipta mereka dengan mudahnya dibajak dan disebarluaskan oleh orang lain untuk kepentingan pribadi mereka. Tidak sedikit dari para artis atau musisi yang hasil karyanya diminati oleh masyarakat ternyata tidak dapat melanjutkan karirnya karena produk mereka yang dijual secara resmi di pasaran dianggap tidak laku.
Pihak yang paling berpengaruh dalam pembajakan adalah pihak yang mngedarkan. Banyaknya kaset palsu di pasaran memancing masyarakat untuk membelinya dengan harga yang lebih terjangkau. Harga satu kepingnya yaitu berkisar antara Rp 5.000,00 – Rp 6.000,00. Apabila dibandingkan dengan harga aslinya, maka akan berlipat 10x menjadi Rp 50.000,00. Inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih untuk membeli kaset bajakan. Karena lebih murah, maka mereka mengabaikan akan pelanggaran hak cipta yang telah mereka lakukan.
Secara yuridis, pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta. Namun, apakah Undang – Undang ini telah mampu menyalurkan efek jera kepada pelaku pengedar kaset bajakan ? Sepertinya masih banyak pelaku di luar sana yang belum merasakan efek jera dari perbuatannya, serta kesadaran akan mereka tentang pelanggaran yang dilakukan pun kurang dipedulikan. Dalam hal ini, Undang – Undang tentang Hak Cipta belum mampu mengendalikan maraknya pembajakan kaset di pasaran.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini, diantaranya yaitu :
1. Apakah pengertian daripada Hak Cipta itu sendiri dan apa hubungannya dengan Hak Cipta karya musik ?
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset ?
3. Bagaimana dampak dari pembajakan kaset ?
4. Bagaimana perlindungan hukum atas hasil karya musik berupa kaset di Indonesia ?
5. Bagaimana penegakkan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta berupa pembajakan kaset di Indonesia berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dasar daripada penulisan makalah tentang tindak pidana ini, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi daripada Hak Cipta dan hubungannya dengan Hak Cipta Karya musik.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset musik.
3. Untuk mengetahui dampak pembajakan pajak bagi pemerintah, penjual, maupun konsumen.
4. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas hasil karya musik berupa kaset di Indonesia.
5. Untuk mengetahui penegakkan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta karya musik dalam bentuk kaset.
Intellectual Property Right atau Geistiges Eigentum (bahasa Jerman) dapat diterjemahan kedalam bahasa Indonesia yaitu Hak Atas Kekayaan Intelektual atau sering disingkat HAKI adalah hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan komersil. Salah satu produk HAKI yaitu Hak Cipta. Adapun pengertian dari Hak Cipta, yaitu hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
Mungkin banyak diantara kita yang tidak sadar bahwa yang kita lakukan dalam kegiatan sehari – hari telah melanggar hak cipta orang lain. Tidak lain dari pelanggaran tersebut adalah kegiatan membajak. Kegiatan bajak – membajak telah diterima dan menjadi suatu kegiatan yang dianggap halal oleh masyarakat kita. Praktek pembajakan hak cipta di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat drastis dan sudah sangat memprihatinkan. Salah satu fakta yang ada di lapangan misalnya terjadi pada industri musik. Menurut catatan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), pembajakan industri musik di Indonesia menunjukkan angka yang paling signifikan. Pihak yang paling dirugikan yaitu datang dari pihak musisi atau pencipta lagu yang hasil karyanya dibajak. Usaha mereka dalam mencari inspirasi lagu serta pengeluaran biaya yang tidak sedikit dalam proses produksi ternyata tidak dihargai dan dilindungi oleh negara. Hasil karya cipta mereka dengan mudahnya dibajak dan disebarluaskan oleh orang lain untuk kepentingan pribadi mereka. Tidak sedikit dari para artis atau musisi yang hasil karyanya diminati oleh masyarakat ternyata tidak dapat melanjutkan karirnya karena produk mereka yang dijual secara resmi di pasaran dianggap tidak laku.
Pihak yang paling berpengaruh dalam pembajakan adalah pihak yang mngedarkan. Banyaknya kaset palsu di pasaran memancing masyarakat untuk membelinya dengan harga yang lebih terjangkau. Harga satu kepingnya yaitu berkisar antara Rp 5.000,00 – Rp 6.000,00. Apabila dibandingkan dengan harga aslinya, maka akan berlipat 10x menjadi Rp 50.000,00. Inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih untuk membeli kaset bajakan. Karena lebih murah, maka mereka mengabaikan akan pelanggaran hak cipta yang telah mereka lakukan.
Secara yuridis, pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta. Namun, apakah Undang – Undang ini telah mampu menyalurkan efek jera kepada pelaku pengedar kaset bajakan ? Sepertinya masih banyak pelaku di luar sana yang belum merasakan efek jera dari perbuatannya, serta kesadaran akan mereka tentang pelanggaran yang dilakukan pun kurang dipedulikan. Dalam hal ini, Undang – Undang tentang Hak Cipta belum mampu mengendalikan maraknya pembajakan kaset di pasaran.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini, diantaranya yaitu :
1. Apakah pengertian daripada Hak Cipta itu sendiri dan apa hubungannya dengan Hak Cipta karya musik ?
2. Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset ?
3. Bagaimana dampak dari pembajakan kaset ?
4. Bagaimana perlindungan hukum atas hasil karya musik berupa kaset di Indonesia ?
5. Bagaimana penegakkan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta berupa pembajakan kaset di Indonesia berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dasar daripada penulisan makalah tentang tindak pidana ini, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi daripada Hak Cipta dan hubungannya dengan Hak Cipta Karya musik.
2. Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset musik.
3. Untuk mengetahui dampak pembajakan pajak bagi pemerintah, penjual, maupun konsumen.
4. Untuk mengetahui perlindungan hukum atas hasil karya musik berupa kaset di Indonesia.
5. Untuk mengetahui penegakkan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta karya musik dalam bentuk kaset.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan dua motode, yaitu :
1. Metode Literatur ( Kepustakaan), yaitu metode penulisan dengan mengambil bahn materi dari referensi – referensi buku.
2. Metode Internet, yaitu metode penulisan dengan mengambil bahan materi dari referensi internet.
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan dua motode, yaitu :
1. Metode Literatur ( Kepustakaan), yaitu metode penulisan dengan mengambil bahn materi dari referensi – referensi buku.
2. Metode Internet, yaitu metode penulisan dengan mengambil bahan materi dari referensi internet.
BAB II
PERMASALAHAN
PERMASALAHAN
Pembajakan karya seni, terutama kaset musik/lagu, kini bukannya
mereda tetapi tambah merajalela. Bukan hanya negara yang makin
dirugikan, tapi juga pencipta lagu dan pengusaha rekaman. Coba
bayangkan, kaset resmi yang seharusnya seharga Rp 50.000,00 dalam bentuk
bajakan hanya dihargai Rp 5.000,00 – Rp 6.000,00. Akibatnya, seluruh
proses kreatif, proses produksi, dan jerih payah pun seakan menjadi
sirna, begitu
ada kaset yang dibajak. Akibat dari pembajakan ini, yang dirugikan tidak hanya para pencipta lagu, penyanyi, atau produser, tetapi juga negara. Keping-keping kaset bajakan dijual tanpa stiker pajak. Artinya, pemasukan ke pemerintah dari sektor pajak pun tidak ada.
Undang-Undang Hak Cipta yang pekan ini disetujui DPR, percuma saja, tak akan mampu memberantas pembajak. Sebab harga kaset asli akan semakin tinggi. Hal ini mendorong orang untuk membuat yang ‘aspal’ karena makin banyak orang yang tidak mampu
membeli kaset resmi. Di Jakarta sudah ada yang berani memalsukan bandrol kaset atau label pajak yang selalu tertera disetiap kaset. Ini sangat merugikan negara dan telah memberikan pemalsuan yang begitu besar kepada masyarakat. Namun, kita bisa melihat keadaan yang sekarang. Dengan adanya Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ternyata belum sepenuhnya ditegakkan dalam masyarakat. Sehingga keadaan ini membuat masyarakat merasa tidak takut dalam menjalankan kegiatan bajak membajak kaset.
Secara umum pembajakan karya rekaman lagu atau musik dibagi atas beberapa kategori sebagai berikut :
1. Illegal copying
Merupakan bentuk pembajakan berupa pembuatan kompilasi lagu-lagu atau album-album yang sedang hits dan populer dari rekaman original/aslinya tanpa izin dan demi kepentingan komersial. Bentuk pembajakan inilah yang sangat mengancam industri lagu atau musik dikarenakan dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.
2. Counterfeiting
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan memperdagangkan produk bajakan berupa album yang sedang laris, kemasannya di reproduksi mirip dengan aslinya sampai dengan detail sampul album dan susunan lagunya pun dibuat sama dengan album aslinya. Ini bertujuan untuk mengelabui konsumennya agar konsumennya menyangka bahwa produk bajakan ini original/asli dan harganya murah.
3. Bootlegging
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara membuat rekaman dari suatu pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band di suatu tempat. Pembajakan ini juga dapat di buat dari rekaman siaran media penyiaran (broadcasting). Nah rekaman ini kemudian diperbanyak dan dijual dengan harga tinggi demi keuntungan yang besar. Biasanya konsumen dari produk hasil bootlegging ini adalah orang-orang yang tidak bisa menyaksikan pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band pujaannya, sehingga ia rela membeli produk hasil bootlegging ini meskipun ilegal dan harganya mahal. Praktek bootlegging ini selain merugikan penyanyi atau bandnya itu sendiri juga sangat merugikan produser program yang bersangkutan.
ada kaset yang dibajak. Akibat dari pembajakan ini, yang dirugikan tidak hanya para pencipta lagu, penyanyi, atau produser, tetapi juga negara. Keping-keping kaset bajakan dijual tanpa stiker pajak. Artinya, pemasukan ke pemerintah dari sektor pajak pun tidak ada.
Undang-Undang Hak Cipta yang pekan ini disetujui DPR, percuma saja, tak akan mampu memberantas pembajak. Sebab harga kaset asli akan semakin tinggi. Hal ini mendorong orang untuk membuat yang ‘aspal’ karena makin banyak orang yang tidak mampu
membeli kaset resmi. Di Jakarta sudah ada yang berani memalsukan bandrol kaset atau label pajak yang selalu tertera disetiap kaset. Ini sangat merugikan negara dan telah memberikan pemalsuan yang begitu besar kepada masyarakat. Namun, kita bisa melihat keadaan yang sekarang. Dengan adanya Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta ternyata belum sepenuhnya ditegakkan dalam masyarakat. Sehingga keadaan ini membuat masyarakat merasa tidak takut dalam menjalankan kegiatan bajak membajak kaset.
Secara umum pembajakan karya rekaman lagu atau musik dibagi atas beberapa kategori sebagai berikut :
1. Illegal copying
Merupakan bentuk pembajakan berupa pembuatan kompilasi lagu-lagu atau album-album yang sedang hits dan populer dari rekaman original/aslinya tanpa izin dan demi kepentingan komersial. Bentuk pembajakan inilah yang sangat mengancam industri lagu atau musik dikarenakan dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.
2. Counterfeiting
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan memperdagangkan produk bajakan berupa album yang sedang laris, kemasannya di reproduksi mirip dengan aslinya sampai dengan detail sampul album dan susunan lagunya pun dibuat sama dengan album aslinya. Ini bertujuan untuk mengelabui konsumennya agar konsumennya menyangka bahwa produk bajakan ini original/asli dan harganya murah.
3. Bootlegging
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara membuat rekaman dari suatu pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band di suatu tempat. Pembajakan ini juga dapat di buat dari rekaman siaran media penyiaran (broadcasting). Nah rekaman ini kemudian diperbanyak dan dijual dengan harga tinggi demi keuntungan yang besar. Biasanya konsumen dari produk hasil bootlegging ini adalah orang-orang yang tidak bisa menyaksikan pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band pujaannya, sehingga ia rela membeli produk hasil bootlegging ini meskipun ilegal dan harganya mahal. Praktek bootlegging ini selain merugikan penyanyi atau bandnya itu sendiri juga sangat merugikan produser program yang bersangkutan.
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Hak Cipta dan Hubungannya dengan Hak Cipta Karya Musik
3.1.1 Pengertian Hak Cipta
Dalam Pasal 1 butir (1) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku (Adami Chazawi, 2007:14). Kata – kata “mengumumkan” dan “memperbanyak” memiliki rumusan – rumusan sebagai berikut :
“Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran, sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat oleh orang lain.”
Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan – bahan yang sama atau tidak sama, termasuk mmengalihwujudkan sesuatu ciptaan (Leden Marpaung, 1995:12).
Dari batasan mengenai hak cipta tersebut, unsur – unsur dan sifat hak cipta sebagai berikut :
• Hak cipta adalah suatu hak ekslusif (exclusive rights) berupa hak yang bersifat khusus, bersifat istimewa yang semata – mata hanya diperuntukkan bagi pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta.
• Fungsi hak cipta atau pemegang hak cipta adalah untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tersebut.
• Ada pembatasan – pembatasan dalam hal penggunaan hak cipta yang ditentukan oleh peraturan perundang – undangan. Dalam hal melaksanakan hak eksklusif pencipta berupa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberi izin pada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tidak sebebbas – bebasnya. Namun dibatasi oleh ketentuan/hukum dalam Undang – Undang Hak Cipta itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hak cipta terkandung fungsi sosial. Dalam penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi sosial.
• Hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud (benda immateriil) yang dapat dialihkan atau beralih pada pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian (Adami Chazawi, 2007:14-15).
Dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terdapat tiga belas macam tindak pidana hak cipta sebagai berikut.
a. Tindak pidan tanpa persetujuan pelaku membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan pelaku [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat (1)].
b. Tindak pidana tanpa persetujuan prosedur rekaman memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat (2)].
c. Tindak pidana sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait (Pasal 72 ayat 2).
d. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial program komputer (Pasal 72 ayat 3).
e. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum [Pasal 72 ayat (4) jo Pasal 17].
f. Tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 19].
g. Tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 20].
h. Tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau meyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 49 ayat (3)].
i. Tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan [Pasal 72 ayat 6 jo Pasal 24].
j. Tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan [Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 55].
k. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta [Pasal 72 ayat (7) jo Pasal 25].
l. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan, atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak pencipta [Pasal 72 ayat (8) jo Pasal 27].
m. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan [Pasal 72 ayat (9) jo Pasal 28] (Adami Chazawi, 2007:7-9).
3.1.2 Hubungan antara Hak Cipta dengan Hak Cipta Karya Musik
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya – karya, koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Sehingga, dalam hal ini telah dijelaskan bahwa didalam rekaman suara/kaset musik memiliki suatu hak cipta yang keberadaannya harus dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat tidak boleh sewenang – wenang untuk membajaknya.
3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset musik
Kaset bajakan yang sering kita temui di pinggiran jalan memanglah sangat bervariasai macamnya, mereka memiliki alasan tersendiri untuk menjual kaset bajakan tersebut, diantaranya yaitu :
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor pendorong utama terjadinya pembajakan kaset. Tingkat pendapatan yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi membuat masyarakat berupaya untuk menambah pendapatannya, yaitu dengan menjual kaset bajakan.
b. Faktor sosial budaya
Secara sosial dan budaya, masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk membeli produk – produk asli, terutama produk dari industri rekaman. Ini juga didukung dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang dalam membeli sebuah produk hanya mengorientasikan pada harga barang tanpa melihat kualitas dari barang tersebut.
Di bidang sosial budaya ini, dampak yang timbul dari semakin meluasnya pembajakan tersebut begitu beragam. Bagi para pelaku tindak pidan atau para pembajak, keadaan yang berlarut – larut tanpa ada tindakan, akan semakin menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar Undang – Undang (Widyopramono, 1992:19).
c. Perbandingan harga kaset
Perbedaan harga jual yang tinggi antara kaset asli dengan bajakan memicu masyarakat untuk cenderung lebih memilih membeli kaset dengan harga yang lebih murah.
d. Faktor pendidikan
Selama ini masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi terhadap adanya Undang – Undang Hak Cipta. Hal ini mengakibatkan masyarakat melakukan berbagai pelanggaran – pelanggaran Hak Cipta akibat tidak mengetahuinya ketentuan – ketentuan yang tercantum dalam Undang – Undang tersebut. Dampak atas ketidaktahuan masyarakat akan Undang – Undang tersebut yaitu masyarakat tidak bisa membedakan antara kaset asli dan palsu. Karena memang pembajakan kaset dibuat sedemikian rupa, baik cover maupun isinya.
e. Pelayanan penjual kaset
Faktor pelayanan juga berpengaruh bagi maraknya pembajakan kaset. Penjual kaset bajakan memberikan pelayan lebih ke konsumennya. Konsumen boleh menukarkan kasetnya jika terjadi kerusakan dengan kaset bajakan lainnya tanpa dimintai biaya. Hal ini berbeda dengan pelayanan penjual kaset resmi/asli.
f. Rendahnya sanksi hukum
Sanksi hukum yang diterapkan terhadap pembajakan kaset hanya diterapkan pada pembajak kaset saja, belm diterapkan pada konsumen yang membeli kaset bajakan. Selama ini penegakkan hukum dibidang Hak Cipta, khususnya karya musik berupa kaset belum berlaku secara menyeluruh. Apabila mengacu pada Undang – Undang Hak Cipta, maka sanksi yang ditekankan kepada pembajak hanya bersifat denda semata dan belum mengarah pada sanksi yang bersifat pemidanaan.
3.3 Dampak Dari Pembajakan Kaset
Dari pembajakan kaset yang semakin marak di negeri ini, ternyata menimbulkan berbagai dampak bagi pemerintah, pemusik, penjual, maupun konsumen. Dampak tersebut baik positif maupun negatif, diantaranya yaitu :
3.4.1 Bagi Pemerintah
Pembajakan kaset telah merugikan negara sebesar Rp 11 triliun hingga Rp 15 triliun rupiah. Karena uang pajak yang seharusnya masuk kas negara atas ciptaan sebuah musik, malah disalahgunakan oleh masyarakat untuk kepentingannya sendiri.
3.4.2 Bagi Pemusik
Pengaruh buruk terhadap pemusik pun berawal dari orang-orang yang membajak kaset rekaman mereka. Banyak pemusik yang mengalami frustasi karena kaset rekaman mereka dibajak habis-habisan. Hingga saat ini, kaset rekaman bajakan yang telah beredar mencapai angka yang fantastis yaitu 87% dari kaset rekaman yang asli. Kaset bajakan memberikan kerugian yang cukup besar, namun kaset bajakan tersebut ternyata juga memberikan dampak positif yang menguntungkan pemusik yang mungkin tidak disadari oleh mereka. Diantaranya yaitu pemusik menjadi terkenal karena lagunya telah menyebar di pasaran.
3.4.3 Bagi Penjual
Pihak yang paling menerima dampak yaitu penjual kaset bajakan. Disamping mereka mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan kaset bajakan tersebut, mereka juga harus menanggung akibatnya apabila substansi pemerintahan menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Seorang penjual harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membayar denda.
3.4.4 Bagi Konsumen
Tidak selamanya dampak positif dirasakan bagi konsumen atas kaset bajakan ini. Memang seorang konsumen bisa memperoleh kaset yang mereka inginkan dengan harga yang terjangkau. Tapi kualitas akan kaset bajakan ini tidak tahan lama dan mudah rusak.
3.4 Perlindungan Hukum Atas Hasil Karya Musik Berupa Kaset di Indonesia
Sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sedikit berbeda dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya. Selain menambah macam subjek hukum yang akan dikenakan pidana, dalam Undang-Undang Hak Cipta yang baru itu juga dicantumkan sanksi pidana dengan denda yang bervariasi. Ketentuan hukum pidana tentang hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 dapat dibagi atas beberapa macam pelaku tindak pidana, sanksi pidana dan objek hak cipta atau hak terkait yang dilanggar :
1. Pertama, mengumumkan atau memperbanyak hak cipta tanpa izin pemilik hak: hukuman penjara minimum satu bulan/atau denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda sebesar Rp.5 000.000.000,-. (lima milar rupiah). (pasal 72 ayat 1 ).
2. Kedua, barang siapa yang menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum hasil pelanggaran hak cipta: hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (pasal 72 ayat 2).
3. Ketiga, barang siapa memperbanyak penggunaan untuk kepentingan suatu program komputer atau pelanggaran informasi elektronik tentang manajemen hak pencipta dan sarana kontrol teknologi: hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (pasal 72 ayat 3).
4. Keempat, barang siapa yang memperbanyak potret tanpa izin orang yang dipotret atau ahli warisnya, hanya berlaku terhadap potret yang dibuat atas permintan orang yang dipotret atau untuk kepentingan orang yang dipotret: hukuman penjara paling lama dua tahun dan/atau denda sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). (pasal 72 ayat 5).
Dengan adanya Undang – Undang yang mengatur tentang Hak Cipta tersebut, diharapkan hak dari sebuah hasil karya manusia terlindugi dari tangan jail masyarakat yang tidak berwenang.
3.5 Penegakkan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Karya Musik bentuk kaset di Indonesia
Barang – barang yang diproduksi palsu dan dijual, seperti produk – produk lainnya, bermuara kepada konsumen (Widyopramono, 1992:24). Kita bisa melihat dalam Undang – Undang Hak Cipta kita tidak ditemukan suatu ketentuan bilamana konsumen atau seorang individu membeli dan mempergunakan hasil produksi cetak ulang yang tidak sah tetapi untuk keperluan dan pemakaian pribadinya sendiri akan dipidana. Demikian pula dengan pemakaian atau penggunaan terhadap kaset lagu – lagu, ceramah, video film atau video kaset hasil tindak pidana hak cipta berupa pembajakan. Merupakan perbanyakan suatu naskah baik sebagian ataupun seluruhnya dengan menggunakan foto kopi yang pada mulanya untuk konsumsi pribadi , namun akhirnya dapat menjadi konsumsi kelompok. Dalam hal ini apakah dibutuhkan suatu izin dari penyusunnya ? Memang Undang – Undang Hak Cipta belum mencakupnya, serta apabila hendak dikenakan kepada konsumen maka ini menjadi tugas Penyidik Hak Cipta yang rumit.
Banyaknya hasil karya yang dibajak dan kerugian yang telah diderita, ada sesuatu sistem yang tidak berjalan dalam sistem perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual kita. Sistem HAKI merupakan kombinasi peranan antara pencipta, pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem Hak Kekayaan Intelektual dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum mengenai HAKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, antara lain disebabkan karena :
• Penegakan Hukum
Sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan kaset adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak Cipta menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang Hak Cipta. Para penegak hukum seolah – olah sudah tidak mau mengurusi pembajakan kaset , hal ini dikarenakan penjualan kaset yang tercecer dimana – mana, bahkan disepanjang jalan yang ada kita bisa menemuinya. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif. Penegakan hukum di bidang Hak Cipta tidak dapat hanya tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di bidang Hak Cipta ini menjadi efektif.
• Kesadaran Masyarakat
Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak Cipta masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem Hak Cipta berjalan. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang Hak Cipta, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
• keadaan ekonomi
Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari kaset tersebut. Konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan.
3.1.1 Pengertian Hak Cipta
Dalam Pasal 1 butir (1) Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku (Adami Chazawi, 2007:14). Kata – kata “mengumumkan” dan “memperbanyak” memiliki rumusan – rumusan sebagai berikut :
“Pengumuman adalah pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran, sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun dan dengan cara sedemikian rupa sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat oleh orang lain.”
Perbanyakan adalah menambah jumlah sesuatu ciptaan, dengan pembuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan – bahan yang sama atau tidak sama, termasuk mmengalihwujudkan sesuatu ciptaan (Leden Marpaung, 1995:12).
Dari batasan mengenai hak cipta tersebut, unsur – unsur dan sifat hak cipta sebagai berikut :
• Hak cipta adalah suatu hak ekslusif (exclusive rights) berupa hak yang bersifat khusus, bersifat istimewa yang semata – mata hanya diperuntukkan bagi pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta.
• Fungsi hak cipta atau pemegang hak cipta adalah untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan dan atau memberikan izin kepada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya tersebut.
• Ada pembatasan – pembatasan dalam hal penggunaan hak cipta yang ditentukan oleh peraturan perundang – undangan. Dalam hal melaksanakan hak eksklusif pencipta berupa hak mengumumkan atau memperbanyak ciptaan atau memberi izin pada pihak lain untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tidak sebebbas – bebasnya. Namun dibatasi oleh ketentuan/hukum dalam Undang – Undang Hak Cipta itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hak cipta terkandung fungsi sosial. Dalam penggunaan dan pemanfaatannya, hendaknya mempunyai fungsi sosial.
• Hak cipta merupakan benda bergerak yang tidak berwujud (benda immateriil) yang dapat dialihkan atau beralih pada pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian (Adami Chazawi, 2007:14-15).
Dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terdapat tiga belas macam tindak pidana hak cipta sebagai berikut.
a. Tindak pidan tanpa persetujuan pelaku membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan pelaku [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat (1)].
b. Tindak pidana tanpa persetujuan prosedur rekaman memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat (2)].
c. Tindak pidana sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait (Pasal 72 ayat 2).
d. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial program komputer (Pasal 72 ayat 3).
e. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban umum [Pasal 72 ayat (4) jo Pasal 17].
f. Tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret tanpa izin pemiliknya atau ahli warisnya [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 19].
g. Tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 20].
h. Tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau meyiarkan ulang karya siaran melalui transmisi [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 49 ayat (3)].
i. Tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama pencipta dan mengubah ciptaan [Pasal 72 ayat 6 jo Pasal 24].
j. Tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta, mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan [Pasal 72 ayat (6) jo Pasal 55].
k. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta [Pasal 72 ayat (7) jo Pasal 25].
l. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak merusak, meniadakan, atau dibuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak pencipta [Pasal 72 ayat (8) jo Pasal 27].
m. Tindak pidana sengaja tidak memenuhi kewajiban perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan [Pasal 72 ayat (9) jo Pasal 28] (Adami Chazawi, 2007:7-9).
3.1.2 Hubungan antara Hak Cipta dengan Hak Cipta Karya Musik
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya – karya, koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Sehingga, dalam hal ini telah dijelaskan bahwa didalam rekaman suara/kaset musik memiliki suatu hak cipta yang keberadaannya harus dilindungi oleh pemerintah dan masyarakat tidak boleh sewenang – wenang untuk membajaknya.
3.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi maraknya pembajakan kaset musik
Kaset bajakan yang sering kita temui di pinggiran jalan memanglah sangat bervariasai macamnya, mereka memiliki alasan tersendiri untuk menjual kaset bajakan tersebut, diantaranya yaitu :
a. Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor pendorong utama terjadinya pembajakan kaset. Tingkat pendapatan yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi membuat masyarakat berupaya untuk menambah pendapatannya, yaitu dengan menjual kaset bajakan.
b. Faktor sosial budaya
Secara sosial dan budaya, masyarakat Indonesia belum terbiasa untuk membeli produk – produk asli, terutama produk dari industri rekaman. Ini juga didukung dengan kebudayaan masyarakat Indonesia yang dalam membeli sebuah produk hanya mengorientasikan pada harga barang tanpa melihat kualitas dari barang tersebut.
Di bidang sosial budaya ini, dampak yang timbul dari semakin meluasnya pembajakan tersebut begitu beragam. Bagi para pelaku tindak pidan atau para pembajak, keadaan yang berlarut – larut tanpa ada tindakan, akan semakin menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar Undang – Undang (Widyopramono, 1992:19).
c. Perbandingan harga kaset
Perbedaan harga jual yang tinggi antara kaset asli dengan bajakan memicu masyarakat untuk cenderung lebih memilih membeli kaset dengan harga yang lebih murah.
d. Faktor pendidikan
Selama ini masyarakat kurang mendapatkan sosialisasi terhadap adanya Undang – Undang Hak Cipta. Hal ini mengakibatkan masyarakat melakukan berbagai pelanggaran – pelanggaran Hak Cipta akibat tidak mengetahuinya ketentuan – ketentuan yang tercantum dalam Undang – Undang tersebut. Dampak atas ketidaktahuan masyarakat akan Undang – Undang tersebut yaitu masyarakat tidak bisa membedakan antara kaset asli dan palsu. Karena memang pembajakan kaset dibuat sedemikian rupa, baik cover maupun isinya.
e. Pelayanan penjual kaset
Faktor pelayanan juga berpengaruh bagi maraknya pembajakan kaset. Penjual kaset bajakan memberikan pelayan lebih ke konsumennya. Konsumen boleh menukarkan kasetnya jika terjadi kerusakan dengan kaset bajakan lainnya tanpa dimintai biaya. Hal ini berbeda dengan pelayanan penjual kaset resmi/asli.
f. Rendahnya sanksi hukum
Sanksi hukum yang diterapkan terhadap pembajakan kaset hanya diterapkan pada pembajak kaset saja, belm diterapkan pada konsumen yang membeli kaset bajakan. Selama ini penegakkan hukum dibidang Hak Cipta, khususnya karya musik berupa kaset belum berlaku secara menyeluruh. Apabila mengacu pada Undang – Undang Hak Cipta, maka sanksi yang ditekankan kepada pembajak hanya bersifat denda semata dan belum mengarah pada sanksi yang bersifat pemidanaan.
3.3 Dampak Dari Pembajakan Kaset
Dari pembajakan kaset yang semakin marak di negeri ini, ternyata menimbulkan berbagai dampak bagi pemerintah, pemusik, penjual, maupun konsumen. Dampak tersebut baik positif maupun negatif, diantaranya yaitu :
3.4.1 Bagi Pemerintah
Pembajakan kaset telah merugikan negara sebesar Rp 11 triliun hingga Rp 15 triliun rupiah. Karena uang pajak yang seharusnya masuk kas negara atas ciptaan sebuah musik, malah disalahgunakan oleh masyarakat untuk kepentingannya sendiri.
3.4.2 Bagi Pemusik
Pengaruh buruk terhadap pemusik pun berawal dari orang-orang yang membajak kaset rekaman mereka. Banyak pemusik yang mengalami frustasi karena kaset rekaman mereka dibajak habis-habisan. Hingga saat ini, kaset rekaman bajakan yang telah beredar mencapai angka yang fantastis yaitu 87% dari kaset rekaman yang asli. Kaset bajakan memberikan kerugian yang cukup besar, namun kaset bajakan tersebut ternyata juga memberikan dampak positif yang menguntungkan pemusik yang mungkin tidak disadari oleh mereka. Diantaranya yaitu pemusik menjadi terkenal karena lagunya telah menyebar di pasaran.
3.4.3 Bagi Penjual
Pihak yang paling menerima dampak yaitu penjual kaset bajakan. Disamping mereka mendapatkan keuntungan yang besar dari penjualan kaset bajakan tersebut, mereka juga harus menanggung akibatnya apabila substansi pemerintahan menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Seorang penjual harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membayar denda.
3.4.4 Bagi Konsumen
Tidak selamanya dampak positif dirasakan bagi konsumen atas kaset bajakan ini. Memang seorang konsumen bisa memperoleh kaset yang mereka inginkan dengan harga yang terjangkau. Tapi kualitas akan kaset bajakan ini tidak tahan lama dan mudah rusak.
3.4 Perlindungan Hukum Atas Hasil Karya Musik Berupa Kaset di Indonesia
Sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta sedikit berbeda dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta dan Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya. Selain menambah macam subjek hukum yang akan dikenakan pidana, dalam Undang-Undang Hak Cipta yang baru itu juga dicantumkan sanksi pidana dengan denda yang bervariasi. Ketentuan hukum pidana tentang hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 dapat dibagi atas beberapa macam pelaku tindak pidana, sanksi pidana dan objek hak cipta atau hak terkait yang dilanggar :
1. Pertama, mengumumkan atau memperbanyak hak cipta tanpa izin pemilik hak: hukuman penjara minimum satu bulan/atau denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama tujuh tahun dan/atau denda sebesar Rp.5 000.000.000,-. (lima milar rupiah). (pasal 72 ayat 1 ).
2. Kedua, barang siapa yang menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum hasil pelanggaran hak cipta: hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (pasal 72 ayat 2).
3. Ketiga, barang siapa memperbanyak penggunaan untuk kepentingan suatu program komputer atau pelanggaran informasi elektronik tentang manajemen hak pencipta dan sarana kontrol teknologi: hukuman penjara paling lama lima tahun dan/atau denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (pasal 72 ayat 3).
4. Keempat, barang siapa yang memperbanyak potret tanpa izin orang yang dipotret atau ahli warisnya, hanya berlaku terhadap potret yang dibuat atas permintan orang yang dipotret atau untuk kepentingan orang yang dipotret: hukuman penjara paling lama dua tahun dan/atau denda sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). (pasal 72 ayat 5).
Dengan adanya Undang – Undang yang mengatur tentang Hak Cipta tersebut, diharapkan hak dari sebuah hasil karya manusia terlindugi dari tangan jail masyarakat yang tidak berwenang.
3.5 Penegakkan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Karya Musik bentuk kaset di Indonesia
Barang – barang yang diproduksi palsu dan dijual, seperti produk – produk lainnya, bermuara kepada konsumen (Widyopramono, 1992:24). Kita bisa melihat dalam Undang – Undang Hak Cipta kita tidak ditemukan suatu ketentuan bilamana konsumen atau seorang individu membeli dan mempergunakan hasil produksi cetak ulang yang tidak sah tetapi untuk keperluan dan pemakaian pribadinya sendiri akan dipidana. Demikian pula dengan pemakaian atau penggunaan terhadap kaset lagu – lagu, ceramah, video film atau video kaset hasil tindak pidana hak cipta berupa pembajakan. Merupakan perbanyakan suatu naskah baik sebagian ataupun seluruhnya dengan menggunakan foto kopi yang pada mulanya untuk konsumsi pribadi , namun akhirnya dapat menjadi konsumsi kelompok. Dalam hal ini apakah dibutuhkan suatu izin dari penyusunnya ? Memang Undang – Undang Hak Cipta belum mencakupnya, serta apabila hendak dikenakan kepada konsumen maka ini menjadi tugas Penyidik Hak Cipta yang rumit.
Banyaknya hasil karya yang dibajak dan kerugian yang telah diderita, ada sesuatu sistem yang tidak berjalan dalam sistem perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual kita. Sistem HAKI merupakan kombinasi peranan antara pencipta, pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem Hak Kekayaan Intelektual dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum mengenai HAKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, antara lain disebabkan karena :
• Penegakan Hukum
Sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan kaset adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak Cipta menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang Hak Cipta. Para penegak hukum seolah – olah sudah tidak mau mengurusi pembajakan kaset , hal ini dikarenakan penjualan kaset yang tercecer dimana – mana, bahkan disepanjang jalan yang ada kita bisa menemuinya. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif. Penegakan hukum di bidang Hak Cipta tidak dapat hanya tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di bidang Hak Cipta ini menjadi efektif.
• Kesadaran Masyarakat
Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak Cipta masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem Hak Cipta berjalan. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang Hak Cipta, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
• keadaan ekonomi
Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari kaset tersebut. Konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Simpulan
Melihat semakin maraknya pembajakan hasil karya musik berupa kaset, membuat keberadaan akan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dipertanyakan. Ternyata Undang – Undang tersebut belum mampu mengatasi permasalahan mengenai pelanggaran – pelanggaran akan hak cipta, termasuk pembajakan kaset yang merajalela. Dibutuhkan suatu sinkronanisasi antara lembaga – lembaga yang berwenang menegakkan hukum dibidang Hak Cipta. Tidak hanya dari pihak kepolisian, kejaksaan, pemerintah, pemusik, dan penjual saja, tetapi peranan masyarakat luas sangat dibutuhkan dalam menegakkan hukum yang ada. Apabila pembeli berkurang, maka stok akan kaset bajakan juga akan berkurang.
Disamping itu juga perlu adanya revisi kembali terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan memasukan ketentuan yang belum terdapat sebelumnya. Adapun hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada para pencipta karya musik (lagu) di Indonesia. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kegiatan tersebut telah melanggar Undang- Undang Hak Cipta. Apabila penegakkan hukum tentang Hak Cipta di masyarakat berjalan sebagaimana mestinya dan bersifat tegas, ini akan mengurangi tingkat pembajakan kaset di paspearan dan masyarakat akan takut untuk melakukan kegiatan pembajakan kaset.
Melihat semakin maraknya pembajakan hasil karya musik berupa kaset, membuat keberadaan akan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dipertanyakan. Ternyata Undang – Undang tersebut belum mampu mengatasi permasalahan mengenai pelanggaran – pelanggaran akan hak cipta, termasuk pembajakan kaset yang merajalela. Dibutuhkan suatu sinkronanisasi antara lembaga – lembaga yang berwenang menegakkan hukum dibidang Hak Cipta. Tidak hanya dari pihak kepolisian, kejaksaan, pemerintah, pemusik, dan penjual saja, tetapi peranan masyarakat luas sangat dibutuhkan dalam menegakkan hukum yang ada. Apabila pembeli berkurang, maka stok akan kaset bajakan juga akan berkurang.
Disamping itu juga perlu adanya revisi kembali terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dengan memasukan ketentuan yang belum terdapat sebelumnya. Adapun hal ini dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada para pencipta karya musik (lagu) di Indonesia. Selain itu, dibutuhkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa kegiatan tersebut telah melanggar Undang- Undang Hak Cipta. Apabila penegakkan hukum tentang Hak Cipta di masyarakat berjalan sebagaimana mestinya dan bersifat tegas, ini akan mengurangi tingkat pembajakan kaset di paspearan dan masyarakat akan takut untuk melakukan kegiatan pembajakan kaset.
DAFTAR PUSTAKA
Chazani, Adami . 2007 . Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) . Malang : Bayumedia Publishing.
Marpaung, Leden . 1995 . Tindak Pidana Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual . Jakarta : Sinar Grafika.
Widyodarmono, 2002. Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya . Jakarta : Sinar Grafika.
http://www.untukku.com/berita-untukku/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-tulisan-program-film-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual-untukku.html#ixzz1rnHTsuqp (Diakses 11 April 2012)
http://4iral0tus.blogspot.com/2011/01/penanggulangan-pelanggaran-hak-cipta.htm (Diakses 11 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual(Diakses 12 April 2012 )
http://www.dokumen.org/ppt/7101(Diakses 12 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta(Diakses 12 April 2012)
http://keantere21.blogspot.com/2012/03/pembajakan-hak-cipta-lagu-atau-musik.html (Diakses 12 April 2012)
http://annida.harid.web.id/?p=358 (Diakses 12 April 2012)
http://organisasi.org/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-tulisan-program-film-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual (Diakses 12 April 2012)
http://shinigami-d33do.blogspot.com/2011/11/pembajakan-atas-hak-kekayaan.html (Diakses 12 April 2012)
Marpaung, Leden . 1995 . Tindak Pidana Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual . Jakarta : Sinar Grafika.
Widyodarmono, 2002. Tindak Pidana Hak Cipta Analisis dan Penyelesaiannya . Jakarta : Sinar Grafika.
http://www.untukku.com/berita-untukku/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-tulisan-program-film-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual-untukku.html#ixzz1rnHTsuqp (Diakses 11 April 2012)
http://4iral0tus.blogspot.com/2011/01/penanggulangan-pelanggaran-hak-cipta.htm (Diakses 11 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual(Diakses 12 April 2012 )
http://www.dokumen.org/ppt/7101(Diakses 12 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta(Diakses 12 April 2012)
http://keantere21.blogspot.com/2012/03/pembajakan-hak-cipta-lagu-atau-musik.html (Diakses 12 April 2012)
http://annida.harid.web.id/?p=358 (Diakses 12 April 2012)
http://organisasi.org/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-tulisan-program-film-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual (Diakses 12 April 2012)
http://shinigami-d33do.blogspot.com/2011/11/pembajakan-atas-hak-kekayaan.html (Diakses 12 April 2012)
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking