Seperti halnya perbuatan-perbuatan hukum yang lain, pemberi dan penerima hak gadai hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, Akan tetapi, bagi pemberi gadai ada syarat lagi yaitu ia harus berhak mengasingkan (menjual, menukar, menghibahkan dan lain-lain) benda yang digadaikaa Sebab perbuatan menggadaikan suatu benda termasuk perbuatan mengasingkan benda itu, meskipun secara tidak langsung yaitu membuka kemungkinan dijualnya benda tersebut untuk membayar utang. Akan tetapi, karena gaoai justru hanya mengenai benda-benda bergerak saja, bagi penerima gadai sangat sukar untuk menyelidiki apakah pemberi gadai benar-benar berhak untuk mengasingkan benda itu. Pasal 1152 ayat (4) BW menentukan bahwa kalau kemudian ternyata pemberi gadai tidak berhak untuk mengasingkan benda itu, gadai tidak dapat dibatalkan, asal saja penerima gadai betul-betul mengira bahwa pemberi gadai adalah berhak untuk memberi gadai itu. Kalau penerima gadai mengetahui atau seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak memberi gadai, penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai harus dibatalkan.
Cara mengadakan hak gadai
Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian (Pand overeenkomst) antara penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai (biasanya adalah debitur sendiri). Untuk membuat perjanjian mengadakan gadai, BW tidak menentukan syaraf apa-apa, artinya perjanjian itu dapat dibuat secara tertulis (otentik atau di bawah tangan) dan dapat dibuat secara lisan. Inilah yang dimaksudkan Pasal 1151 B W yang menyatakan bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan semua alat-alat bukti yang diperbolehkan buat membuktikan perjanjian pokok yaitu perjanjian peminjaman uang.
Akan tetapi, dengan adanya perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan penyerahan benda yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1152 BW yang menentukan bahwa benda yang digadaikan harus berada dalam kekuasaan kreditur selaku penerima gadai. Dalam praktek hal ini seringkali menimbulkan kesulitan, jika saja debitur tidak mempunyai benda lain yang digadaikan selain benda yang sehari-hari dipergunakannya untuk berusaha, dimana hasilnya kemudian diperuntukkan buat melunasi hutangnya. Jika barang-barang yang dipergunakannya untuk berusaha tersebut ditarik dari kekuasaannya, maka sudah tentu ia tidak dapat berusaha lagi, tidak mendapatkan penghasilan lagi, hal mana jelas mengakibatkan kesukaran baginya untuk melunasi hutang-hutangnya itu.
Jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan mempergunakan suatu bentuk jaminan yang dinamakan fiduciare eigendoms overdracht yang sering disingkat feo yaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan bahwa penyerahan hak milik tersebut hanyalah sebagai jaminan untuk pembayaran hutang, dengan tetap menahan benda yang di-/<?o-kan berada dalam kekuasaan yang menyerahkan hak milik (debitur). Bentuk jaminan ini pada hakikatnya merupakan semacam penyelundupan undang-undang, tetapi menurut Hooge Raad diperbolehkan karena kebutuhan masyarakat, lagi pula perjanjian mi liukan p and overeenkomst. Hooge Raad di Negeri Belanda mulai mengakui bentuk jaminan feo ini dalam keputusannya tunggal 25 Januari 1929 yang terkenal dengan nama bierbrouwerij Une,\i (arrest mengenai perusahaan bir). Di Indonesia lembaga jaminan feo ini diakui sejak tahun 1931 oleh yurisprudensi (arrest Hood Gerechtshof dalam perkara BPM Clignet33) dan kini diatur secara khusus dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Adanya hak gadai berdasarkan atas suatu perjanjian (Pand overeenkomst) antara penerima gadai (kreditur) dengan pemberi gadai (biasanya adalah debitur sendiri). Untuk membuat perjanjian mengadakan gadai, BW tidak menentukan syaraf apa-apa, artinya perjanjian itu dapat dibuat secara tertulis (otentik atau di bawah tangan) dan dapat dibuat secara lisan. Inilah yang dimaksudkan Pasal 1151 B W yang menyatakan bahwa perjanjian gadai dapat dibuktikan dengan semua alat-alat bukti yang diperbolehkan buat membuktikan perjanjian pokok yaitu perjanjian peminjaman uang.
Akan tetapi, dengan adanya perjanjian gadai tidak berarti hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan harus disertai dengan penyerahan benda yang digadaikan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1152 BW yang menentukan bahwa benda yang digadaikan harus berada dalam kekuasaan kreditur selaku penerima gadai. Dalam praktek hal ini seringkali menimbulkan kesulitan, jika saja debitur tidak mempunyai benda lain yang digadaikan selain benda yang sehari-hari dipergunakannya untuk berusaha, dimana hasilnya kemudian diperuntukkan buat melunasi hutangnya. Jika barang-barang yang dipergunakannya untuk berusaha tersebut ditarik dari kekuasaannya, maka sudah tentu ia tidak dapat berusaha lagi, tidak mendapatkan penghasilan lagi, hal mana jelas mengakibatkan kesukaran baginya untuk melunasi hutang-hutangnya itu.
Jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan mempergunakan suatu bentuk jaminan yang dinamakan fiduciare eigendoms overdracht yang sering disingkat feo yaitu penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan bahwa penyerahan hak milik tersebut hanyalah sebagai jaminan untuk pembayaran hutang, dengan tetap menahan benda yang di-/<?o-kan berada dalam kekuasaan yang menyerahkan hak milik (debitur). Bentuk jaminan ini pada hakikatnya merupakan semacam penyelundupan undang-undang, tetapi menurut Hooge Raad diperbolehkan karena kebutuhan masyarakat, lagi pula perjanjian mi liukan p and overeenkomst. Hooge Raad di Negeri Belanda mulai mengakui bentuk jaminan feo ini dalam keputusannya tunggal 25 Januari 1929 yang terkenal dengan nama bierbrouwerij Une,\i (arrest mengenai perusahaan bir). Di Indonesia lembaga jaminan feo ini diakui sejak tahun 1931 oleh yurisprudensi (arrest Hood Gerechtshof dalam perkara BPM Clignet33) dan kini diatur secara khusus dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking