Sumber hukum formil yang lain dari Hukum Tata Negara adalah traktat atau perjanjian, walaupun ia termasuk dalam bidang Hukum Internasional, sepanjang traktat atau perjanjian itu menentukan segi hukum ketatanegaraan yang hidup bagi negara masing-masing yang terikat di dalamnya.
Bentuknya tidak selalu tertulis karena kemungkinan terjadi bahwa perjanjian itu hanya diadakan dengan pertukaran nota atau surat saja.
Dalam kamus Hukum Internasional tidak dibedakan antara traktat dan perjanjian, bahkan traktat dan perjanjian adalah sama artinya. Menurut Bellefroid kedua hal itu mempunyai arti yang berbeda. Traktat adalah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu, sedangkan perjanjian tidak selalu terikat pada bentuk itu. 49)
Traktat atau perjanjian adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Apabila perjanjian itu diadakan oleh dua negara, ia disebut perjanjian bilateral dan apabila diadakan oleh banyak negara, ia disebut perjanjian multilateral.
Dalam lapangan Hukum Internasional, suatu proses pembuatan perjanjian sampai mengikat kedua negara atau lebih dilakukan dalam beberapa tahap:
a. perundingan atau pembicaraan diadakan tentang masalah yang menyangkut kepentingan masing-masing negara. Perundingan atau pembicaraan itu merupakan tindakan persiapan untuk terjadinya suatu traktat,
b. jika para pihak telah memperoleh kata sepakat, maka pene-tapan-penetapan pokok dari hasil perundingan itu diparaf sebagai tanda persetujuan sementara, karena naskah itu masih memerlukan persetujuan lebih lanjut dari Dewan Perwakilan Rakyat negara masing-masing. Kemudian terjadi bahwa masing-masing Dewan Perwakilan Rakyat masih mengadakan perobahan-perobahan terhadap naskah tersebut.
c. sesudah diperoleh persetujuan dari kedua negara tersebut, kemudian disusul dengan penguatan (bekrachtiging) oleh masing-masing Kepala Negara. Jika keputusan dalam traktat itu dilakukan dalam waktu bersamaan, maka penguatan oleh Kepala Negara masing-masing bisa dilakukan dalam waktu yang berbeda. Sesudah keputusan itu dicapai, maka tidak mungkin lagi bagi kedua pihak untuk mengadakan perobahan dan kini perjanjian itu sudah mengikat kedua fihak,
d. keputusan yang sudah disetujui dan ditanda tangani oleh para
fihak kemudian diumumkan. 50) Lazimnya dilakukan dalam suatu upacara dengan saling menukarkan piagam perjanjian.
Tahap pertama sepenuhnya adalah wewenang dari Presiden, Presiden dalam rangka hubungan dengan luar negeri menentukan perjanjian apakah yang perlu diadakan dengan negara lain. Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat sama sekali tidak turut campur secara langsung, namun demikian kadang-kadang Dewan Perwakilan Rakyat dapat pula menyatakan pendapatnya di muka umuin, bahwa antara Republik Indonesia dan Negara lain belum waktunya diadakan perjanjian. Hal ini jelas akan berakibat jauh terhadap Presiden.
Menurut azas kedaulatan rakyat, tahap kedualah yang terpenting, karena bagaimanapun juga rakyat harus mengetahui setiap kegiatan Presiden yang diadakan dengan negara lain, dan setiap perjanjian dengan negara lain dapat berakibat langsung terhadap kehidupan rakyat banyak. Wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat harus mengetahui apakah suatu perjanjian akan menguntungkan rakyat atau tidak.
Seperti apa yang telah disebutkan di atas, selain perjanjian ini merupakan sumber hukum materiil, ia juga merupakan sumber hukum formil bagi Hukum Tata Negara. Ini merupakan kon-sekwensi logis dari adanya hubungan antar negara. Sebagai contoh dapat dikemukakan perjanjian dwi kewarganegaraan yang dikenal pada masa Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Perjanjian yang mengtur dwi*kewarganegaraan itu dulu merupakan sumber hukum formil bagi Hukum Tata Negara, karena masalah kewarganegaraan adalah merupakan salah satu bagian dari Hukum Tata Negara, karena masalah kewarganegaran adalah merupakan salah satu bagian dari Hukum Tata Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 tidak membedakan antara istilah perjanjian dan traktat, hanya dalam pasal 11 disebutkan istilah perjanjian dengan negara lain, dan dalam kepustakaan wewenang ini disebut sebagai "diplomatic power", atau "foreign Affairs", atau hubungan luar negeri", atau "kekuasaan diplomatik". 51) Dalam pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 ini tidak diperinci lebih lanjut apakah semua perjanjian seperti halnya dengan persetujuan termasuk di dalamnya (internasional agreement). Ismail Sunny menyebutkan, bahwa hal-hal yang termasuk dalam internasional agreement tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. 52)
Dalam praktek ketatanegaraan, yang dipakai sebagai dasar untuk menjalankan pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut adalah, Surat Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tanggal 22 Agustus 1960 No. 2826/HK/1960. Dalam surat ini dibedakan dua macam perjanjian internasional, yaitu:
1. perjanjian internasional yang memuat materi yang penting (Treaty), dan
2. perjanjian internasional yang mengandung materi yang kurang penting (agreement).
Yang termasuk perjanjian internasional yang mengandung materi yang penting, adalah:
1. soai-soai politik dan soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara, seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, persekutuan, perobahan wilayah atau penetapan tapal batas;
2. ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya, sehingga mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara, dan
3. soal-soal yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 atau sistem perundang-undangan kita hanya diatur dengan Undang-Undang, seperti soal kewarganegaraan.
Dengan demikian di luar hal-hal tersebut di atas, dianggap sebagai perjanjian internasional yang kurang penting.
Tetapi mengingat materi dari internasional agreement tersebut kadang-kadang dapat menyangkut hajat hidup rakyat banyak, maka hal-hal yang demikian itu seperti persetujuan (internasional agreement) harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Umpamanya masalah pinjaman dalam jangka panjang dari luar negeri, atau bantuan pinjaman kepada luar negeri. Kedua-duanya menyangkut keuangan negara, karena itu harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Walaupun demikian andaikata terjadi suatu traktat atau suatu persetujuan lain, maka kedua hal itu sudah termasuk dalam pengertian perjanjian dan dalam praktek hal itu tidak dapat dipisahkan secara tajam.
Bentuknya tidak selalu tertulis karena kemungkinan terjadi bahwa perjanjian itu hanya diadakan dengan pertukaran nota atau surat saja.
Dalam kamus Hukum Internasional tidak dibedakan antara traktat dan perjanjian, bahkan traktat dan perjanjian adalah sama artinya. Menurut Bellefroid kedua hal itu mempunyai arti yang berbeda. Traktat adalah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu, sedangkan perjanjian tidak selalu terikat pada bentuk itu. 49)
Traktat atau perjanjian adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih. Apabila perjanjian itu diadakan oleh dua negara, ia disebut perjanjian bilateral dan apabila diadakan oleh banyak negara, ia disebut perjanjian multilateral.
Dalam lapangan Hukum Internasional, suatu proses pembuatan perjanjian sampai mengikat kedua negara atau lebih dilakukan dalam beberapa tahap:
a. perundingan atau pembicaraan diadakan tentang masalah yang menyangkut kepentingan masing-masing negara. Perundingan atau pembicaraan itu merupakan tindakan persiapan untuk terjadinya suatu traktat,
b. jika para pihak telah memperoleh kata sepakat, maka pene-tapan-penetapan pokok dari hasil perundingan itu diparaf sebagai tanda persetujuan sementara, karena naskah itu masih memerlukan persetujuan lebih lanjut dari Dewan Perwakilan Rakyat negara masing-masing. Kemudian terjadi bahwa masing-masing Dewan Perwakilan Rakyat masih mengadakan perobahan-perobahan terhadap naskah tersebut.
c. sesudah diperoleh persetujuan dari kedua negara tersebut, kemudian disusul dengan penguatan (bekrachtiging) oleh masing-masing Kepala Negara. Jika keputusan dalam traktat itu dilakukan dalam waktu bersamaan, maka penguatan oleh Kepala Negara masing-masing bisa dilakukan dalam waktu yang berbeda. Sesudah keputusan itu dicapai, maka tidak mungkin lagi bagi kedua pihak untuk mengadakan perobahan dan kini perjanjian itu sudah mengikat kedua fihak,
d. keputusan yang sudah disetujui dan ditanda tangani oleh para
fihak kemudian diumumkan. 50) Lazimnya dilakukan dalam suatu upacara dengan saling menukarkan piagam perjanjian.
Tahap pertama sepenuhnya adalah wewenang dari Presiden, Presiden dalam rangka hubungan dengan luar negeri menentukan perjanjian apakah yang perlu diadakan dengan negara lain. Dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat sama sekali tidak turut campur secara langsung, namun demikian kadang-kadang Dewan Perwakilan Rakyat dapat pula menyatakan pendapatnya di muka umuin, bahwa antara Republik Indonesia dan Negara lain belum waktunya diadakan perjanjian. Hal ini jelas akan berakibat jauh terhadap Presiden.
Menurut azas kedaulatan rakyat, tahap kedualah yang terpenting, karena bagaimanapun juga rakyat harus mengetahui setiap kegiatan Presiden yang diadakan dengan negara lain, dan setiap perjanjian dengan negara lain dapat berakibat langsung terhadap kehidupan rakyat banyak. Wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat harus mengetahui apakah suatu perjanjian akan menguntungkan rakyat atau tidak.
Seperti apa yang telah disebutkan di atas, selain perjanjian ini merupakan sumber hukum materiil, ia juga merupakan sumber hukum formil bagi Hukum Tata Negara. Ini merupakan kon-sekwensi logis dari adanya hubungan antar negara. Sebagai contoh dapat dikemukakan perjanjian dwi kewarganegaraan yang dikenal pada masa Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Perjanjian yang mengtur dwi*kewarganegaraan itu dulu merupakan sumber hukum formil bagi Hukum Tata Negara, karena masalah kewarganegaraan adalah merupakan salah satu bagian dari Hukum Tata Negara, karena masalah kewarganegaran adalah merupakan salah satu bagian dari Hukum Tata Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 tidak membedakan antara istilah perjanjian dan traktat, hanya dalam pasal 11 disebutkan istilah perjanjian dengan negara lain, dan dalam kepustakaan wewenang ini disebut sebagai "diplomatic power", atau "foreign Affairs", atau hubungan luar negeri", atau "kekuasaan diplomatik". 51) Dalam pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 ini tidak diperinci lebih lanjut apakah semua perjanjian seperti halnya dengan persetujuan termasuk di dalamnya (internasional agreement). Ismail Sunny menyebutkan, bahwa hal-hal yang termasuk dalam internasional agreement tidak memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. 52)
Dalam praktek ketatanegaraan, yang dipakai sebagai dasar untuk menjalankan pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut adalah, Surat Presiden kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong tanggal 22 Agustus 1960 No. 2826/HK/1960. Dalam surat ini dibedakan dua macam perjanjian internasional, yaitu:
1. perjanjian internasional yang memuat materi yang penting (Treaty), dan
2. perjanjian internasional yang mengandung materi yang kurang penting (agreement).
Yang termasuk perjanjian internasional yang mengandung materi yang penting, adalah:
1. soai-soai politik dan soal-soal yang dapat mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara, seperti perjanjian-perjanjian persahabatan, persekutuan, perobahan wilayah atau penetapan tapal batas;
2. ikatan-ikatan yang sedemikian rupa sifatnya, sehingga mempengaruhi haluan politik luar negeri Negara, dan
3. soal-soal yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 atau sistem perundang-undangan kita hanya diatur dengan Undang-Undang, seperti soal kewarganegaraan.
Dengan demikian di luar hal-hal tersebut di atas, dianggap sebagai perjanjian internasional yang kurang penting.
Tetapi mengingat materi dari internasional agreement tersebut kadang-kadang dapat menyangkut hajat hidup rakyat banyak, maka hal-hal yang demikian itu seperti persetujuan (internasional agreement) harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Umpamanya masalah pinjaman dalam jangka panjang dari luar negeri, atau bantuan pinjaman kepada luar negeri. Kedua-duanya menyangkut keuangan negara, karena itu harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Walaupun demikian andaikata terjadi suatu traktat atau suatu persetujuan lain, maka kedua hal itu sudah termasuk dalam pengertian perjanjian dan dalam praktek hal itu tidak dapat dipisahkan secara tajam.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking