Ilmu Negara dalam kedudukannya sebagai Ilmu pengetahuan pengantar bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak mempunyai nilai yang praktis seperti halnya dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sendiri. Jika orang mempelajari Ilmu Negara, ia tidak memperoleh hasilnya untuk dipergunakan secara langsung di dalam praktek. Berbeda halnya dengan mempelajari Hukum Tata Negara dari hasil pelajaran yang diperolehnya orang dapat langsung mempergunakannya, karena sifatnya yang praktis. Perbedaan ini dapat dilihat dari penggunaan istilah ilmu yang dikaitkan pada Ilmu Negara, sedangkan pada Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara tidak lazim orang menambahkannya dengan istilah tersebut menjadi Ilmu Hukum Tata Negara atau Ilmu Hukum Administrasi Negara.
Hubungan antara Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara dari segi manfaatnya yang diperoleh jika orang mempelajarinya masing-masing sebagai mata pelajaran seperti yang tersebut di atas, dapat disamakan dengan pendapat Rengers Hora Siccama dalam karangannya yang berjudul ’’Natuurlijke waarheid en historische bepaaldheid”.20) Dalam karangannya itu ia membedakan kebenaran hakekat dan kenyataan sejarah dengan menggolongkan tugas ahli hukum di satu pihak sebagai penyelidik yang hendak mendapatkan kebenaran-kebenaran secara obyektif, dan untuk itu ia tidak melaksanakan hukum itu sendiri; sedangkan di lain pihak ia menggolongkan tugas ahli hukum sebagai pelaksana yang akan mempergunakan hukum itu dalam keputusan-keputusannya. Dalam golongan pertama oleh Rengers Hora Siccama, seorang ahli hukum dinamakan sebagai penonton (de jurist als toeschou-wer). Sebagai penonton ia lebih mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pemain dan mencoba mencari sebab musababnya dengan mengadakan analisa-analisa tentang peristiwa itu untuk menentukan caranya yang lebih baik dan sempurna, bagaimana melaksanakan hukum itu. Dalam golongan kedua, seorang ahli hukum dimisalkan sebagai seorang pemain (de jurist als medespeler) yang harus memutuskan. Keputusannya bisa berbentuk:
1. Undang-Undang (legislatif)
2. Vonnis (judikatif)
3. Beschikking (eksekutif).
Oleh karena keputusan-keputusan itu tergantung kepada pelaksanaannya, maka tidak jarang terjadi bahwa suatu keputusan. dianggapnya baik oleh si pelaksana, akan tetapi sebaliknya kurang memuaskan bagi yang menerima keputusan itu, karena sifat subyektif isme dari keputusan itu sangat menonjol.
Berhubung denganpendapat Rengers Hora Siccama, maka dapatlah disamakan perumpamaan yang pertama itu dengan tugas Ilmu Negara yang tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu seharusnya dijalankan, karena Ilmu Negara mementingkan nilai teoritisnya, sedangkan sebaliknya bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang lebih dipentingkan adalah nilai-nilai praktisnya oleh karena hasil penyelidikannya itu langsung dapat d pergunakan dalam praktek oleh para ahli hukum yang duduk sebagai pejabat-pejabat pemerintah menurut tugasnya masing-masing.
Perbedaan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara juga dapat dilihat dari obyek yang diselidikinya. Jika obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah azas-azas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara dan Hukum Tata Negara pada umumnya, maka obyek Hukum Tata Negara adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tempat. Karena itu lazim disebut Hukum Tata Negara positif sebagai Hukum Tata Negara Indonesia atau Hukum Tata Negara Inggeris, Amerika, Jepang, Belanda dan sebagainya.
Oleh karena bagi Ilmu Negara yang penting adalah nilai teoritisnya, maka ilmu pengetahuan ini merupakan suatu ’*Seins-wissenschaft”, sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu ’’Normativen Wissenschaft”. Bagi mereka yang mempelajari Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara sudah tidak perlu diterangkan lagi secara mendapat akan arti dan azas dari negara, karena pengertian-pengertian itu sudah dianggap telah diketahui waktu mempelajari Ilmu Negara. Karena itu Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan pengantar bagi mereka yang hendak mempelajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Hubungan antara Ilmu Negara dan Hukum Tata Negara dari segi manfaatnya yang diperoleh jika orang mempelajarinya masing-masing sebagai mata pelajaran seperti yang tersebut di atas, dapat disamakan dengan pendapat Rengers Hora Siccama dalam karangannya yang berjudul ’’Natuurlijke waarheid en historische bepaaldheid”.20) Dalam karangannya itu ia membedakan kebenaran hakekat dan kenyataan sejarah dengan menggolongkan tugas ahli hukum di satu pihak sebagai penyelidik yang hendak mendapatkan kebenaran-kebenaran secara obyektif, dan untuk itu ia tidak melaksanakan hukum itu sendiri; sedangkan di lain pihak ia menggolongkan tugas ahli hukum sebagai pelaksana yang akan mempergunakan hukum itu dalam keputusan-keputusannya. Dalam golongan pertama oleh Rengers Hora Siccama, seorang ahli hukum dinamakan sebagai penonton (de jurist als toeschou-wer). Sebagai penonton ia lebih mengetahui kekurangan-kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pemain dan mencoba mencari sebab musababnya dengan mengadakan analisa-analisa tentang peristiwa itu untuk menentukan caranya yang lebih baik dan sempurna, bagaimana melaksanakan hukum itu. Dalam golongan kedua, seorang ahli hukum dimisalkan sebagai seorang pemain (de jurist als medespeler) yang harus memutuskan. Keputusannya bisa berbentuk:
1. Undang-Undang (legislatif)
2. Vonnis (judikatif)
3. Beschikking (eksekutif).
Oleh karena keputusan-keputusan itu tergantung kepada pelaksanaannya, maka tidak jarang terjadi bahwa suatu keputusan. dianggapnya baik oleh si pelaksana, akan tetapi sebaliknya kurang memuaskan bagi yang menerima keputusan itu, karena sifat subyektif isme dari keputusan itu sangat menonjol.
Berhubung denganpendapat Rengers Hora Siccama, maka dapatlah disamakan perumpamaan yang pertama itu dengan tugas Ilmu Negara yang tidak mementingkan bagaimana caranya hukum itu seharusnya dijalankan, karena Ilmu Negara mementingkan nilai teoritisnya, sedangkan sebaliknya bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang lebih dipentingkan adalah nilai-nilai praktisnya oleh karena hasil penyelidikannya itu langsung dapat d pergunakan dalam praktek oleh para ahli hukum yang duduk sebagai pejabat-pejabat pemerintah menurut tugasnya masing-masing.
Perbedaan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara juga dapat dilihat dari obyek yang diselidikinya. Jika obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah azas-azas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara dan Hukum Tata Negara pada umumnya, maka obyek Hukum Tata Negara adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tempat. Karena itu lazim disebut Hukum Tata Negara positif sebagai Hukum Tata Negara Indonesia atau Hukum Tata Negara Inggeris, Amerika, Jepang, Belanda dan sebagainya.
Oleh karena bagi Ilmu Negara yang penting adalah nilai teoritisnya, maka ilmu pengetahuan ini merupakan suatu ’*Seins-wissenschaft”, sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu ’’Normativen Wissenschaft”. Bagi mereka yang mempelajari Hukum Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara sudah tidak perlu diterangkan lagi secara mendapat akan arti dan azas dari negara, karena pengertian-pengertian itu sudah dianggap telah diketahui waktu mempelajari Ilmu Negara. Karena itu Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan pengantar bagi mereka yang hendak mempelajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking