Cara membuat Perjanjian Internasional dalam Hukum Internasional
Tentang hal membuat perjanjian internasional dapat dibagi lagi dalam 3 tahap yaitu:
(1) perundingan (negotiation);
(2) penandatanganan (signature);
(1) perundingan (negotiation);
(2) penandatanganan (signature);
(3) pengesahan (ratification);
Persoalan persyaratan (reservation) dan mulai berlakunya (entry into force) perjanjian juga akan dibahas disini.
Menurut hukum internasional dewasa ini, setiap negara mempunyai kemampuan mengadakan perjanjian internasional. Dengan negara di sini dimaksudkan negara dalam arti hukum internasional.
Pada umumnya, negara bagian dari suatu negara federal tidak mempunyai wewenang mengadakan perjanjian internasional. Walaupun demikian, ada kalanya negara bagian demikian diberi wewenang oleh konstitusi federal negara yang bersangkutan mengadakan perjanjian Internasional, dan memang mengadakannya. Contoh hal yang demikian ialah negara Byelo-Russian Sovyet Republic dan Ukraina Sovyet Republic yang turut serta dalam perundingan dalam Konferensi Jenewa tahun 1958 mengenai Hukum Laut sebagai peserta yang berdiri sendiri dan terpisah dari Uni Sovyet (USSR) yang juga menghadiri konferensi tersebut sebagai peserta. Kedua negara bagian dari federasi Uni Sovyet tersebut menandatangani Konvensi-konvensi Jenewa mengenai hukum iaut sebagai negara terpisah dari negara Uni Sovyet. Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwa pada umumnya wewenang mengadakan perjanjian internasional (treaty making power) dalam suatu negara federal biasanya berada pada pemerintah federal.
Persoalan siapakah yang dapat mewakili suatu negara dalam suatu perundingan internasional merupakan persoalan intern negara yang bersangkutan. Untuk menjaga agar tidak ada orang yang turut serta dalam satu konferensi internasional atas nama negara tanpa sebenarnya merupakan wakil yang sah dari negara itu, hukum internasional mengadakan ketentuan tentang kuasa penuh (full powers) yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mewakili suatu negara dalam perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional. Menurut ketentuan ini, seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara dengan sah sehingga dapat mensyahkan naskah suatu perjanjian internasional atas nama negara itu dan atau mengikat negara itu pada perjanjian apabila ia dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers, atau credentials) kecuali jika dari semula peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh demikian tidak diperlukan.
Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh tidak berlaku lagi bagi: kepala negara, kepala pemerintah (perdana menteri), menteri luar negeri yang karena jabatannya dianggap sudah mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan. Kepala perwakilan diplomatik juga tidak usah menunjukkan surat kuasa penuh dan mereka biasanya dapat mewakili negara yang mengirim mereka dalam perundingan dengan negara tuan rumah. Juga wakil suatu negara yang ditunjuk untuk mewakili suatu negara pada satu konferensi internasional atau pada suatu badan dari suatu organisasi internasional dapat mewakili negaranya dalam konferensi atau badan tersebut tanpa memperlihatkan surat kuasa penuh.
Surat kuasa penuh yang disinggung di atas merupakan dokumen yang sangat resmi bentuknya. Akan tetapi, dalam praktik sering terjadi bahwa seseorang dikirim untuk menghadiri suatu konferensi tanpa membawa surat kuasa demikian. Ada kalanya kuasa penuh itu secara sementara diberikan dengan kawat yang ditujukan kepada sekretariat atau ketua konferensi.
Untuk memeriksa sah tidaknya surat kuasa yang diberikan, suatu konferensi biasanya membentuk satu panitia pemeriksa surat-surat kuasa penuh demikian (credentials committee).
Hukum internasional dewasa ini juga memungkinkan seseorang yang tidak memiliki surat penuh sebagaimana disebut di atas, mewakili suatu negara dalam konferensi intemasinal yang mengikat negara itu dalam pembentukan suatu perjanjian asal saja tindakan orang tersebut kemudian disahkan oleh pihak yang berwenang dari negara yang bersangkutan. Tanpa pengesahan demikian, segala tindakan yang dilakukan orang yang tidak memiliki surat kuasa demikian tidak sah. Kecuali bila ditentukan lain, naskah suatu perjanjian diterima dengan suara bulat yaitu persetujuan penuh dari semua negara yang turut serta dalam perjanjian. Ketentuan suara bulat di atas tentu berlaku dengan mutlak bagi perundingan untuk mengadakan perjanjian bitaterat yakni yang pesertanya hanya dua negara. Tanpa ada persetujuan kedua peserta, tidak ada persesuaian kehendak yang menjadi dasar persetujuan.
Persoalan persyaratan (reservation) dan mulai berlakunya (entry into force) perjanjian juga akan dibahas disini.
Menurut hukum internasional dewasa ini, setiap negara mempunyai kemampuan mengadakan perjanjian internasional. Dengan negara di sini dimaksudkan negara dalam arti hukum internasional.
Pada umumnya, negara bagian dari suatu negara federal tidak mempunyai wewenang mengadakan perjanjian internasional. Walaupun demikian, ada kalanya negara bagian demikian diberi wewenang oleh konstitusi federal negara yang bersangkutan mengadakan perjanjian Internasional, dan memang mengadakannya. Contoh hal yang demikian ialah negara Byelo-Russian Sovyet Republic dan Ukraina Sovyet Republic yang turut serta dalam perundingan dalam Konferensi Jenewa tahun 1958 mengenai Hukum Laut sebagai peserta yang berdiri sendiri dan terpisah dari Uni Sovyet (USSR) yang juga menghadiri konferensi tersebut sebagai peserta. Kedua negara bagian dari federasi Uni Sovyet tersebut menandatangani Konvensi-konvensi Jenewa mengenai hukum iaut sebagai negara terpisah dari negara Uni Sovyet. Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwa pada umumnya wewenang mengadakan perjanjian internasional (treaty making power) dalam suatu negara federal biasanya berada pada pemerintah federal.
Persoalan siapakah yang dapat mewakili suatu negara dalam suatu perundingan internasional merupakan persoalan intern negara yang bersangkutan. Untuk menjaga agar tidak ada orang yang turut serta dalam satu konferensi internasional atas nama negara tanpa sebenarnya merupakan wakil yang sah dari negara itu, hukum internasional mengadakan ketentuan tentang kuasa penuh (full powers) yang harus dimiliki oleh orang-orang yang mewakili suatu negara dalam perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional. Menurut ketentuan ini, seseorang hanya dapat dianggap mewakili suatu negara dengan sah sehingga dapat mensyahkan naskah suatu perjanjian internasional atas nama negara itu dan atau mengikat negara itu pada perjanjian apabila ia dapat menunjukkan surat kuasa penuh (full powers, atau credentials) kecuali jika dari semula peserta konferensi sudah menentukan bahwa surat kuasa penuh demikian tidak diperlukan.
Keharusan menunjukkan surat kuasa penuh tidak berlaku lagi bagi: kepala negara, kepala pemerintah (perdana menteri), menteri luar negeri yang karena jabatannya dianggap sudah mewakili negaranya dengan sah dan dapat melakukan segala tindakan untuk mengikat negaranya pada perjanjian yang diadakan. Kepala perwakilan diplomatik juga tidak usah menunjukkan surat kuasa penuh dan mereka biasanya dapat mewakili negara yang mengirim mereka dalam perundingan dengan negara tuan rumah. Juga wakil suatu negara yang ditunjuk untuk mewakili suatu negara pada satu konferensi internasional atau pada suatu badan dari suatu organisasi internasional dapat mewakili negaranya dalam konferensi atau badan tersebut tanpa memperlihatkan surat kuasa penuh.
Surat kuasa penuh yang disinggung di atas merupakan dokumen yang sangat resmi bentuknya. Akan tetapi, dalam praktik sering terjadi bahwa seseorang dikirim untuk menghadiri suatu konferensi tanpa membawa surat kuasa demikian. Ada kalanya kuasa penuh itu secara sementara diberikan dengan kawat yang ditujukan kepada sekretariat atau ketua konferensi.
Untuk memeriksa sah tidaknya surat kuasa yang diberikan, suatu konferensi biasanya membentuk satu panitia pemeriksa surat-surat kuasa penuh demikian (credentials committee).
Hukum internasional dewasa ini juga memungkinkan seseorang yang tidak memiliki surat penuh sebagaimana disebut di atas, mewakili suatu negara dalam konferensi intemasinal yang mengikat negara itu dalam pembentukan suatu perjanjian asal saja tindakan orang tersebut kemudian disahkan oleh pihak yang berwenang dari negara yang bersangkutan. Tanpa pengesahan demikian, segala tindakan yang dilakukan orang yang tidak memiliki surat kuasa demikian tidak sah. Kecuali bila ditentukan lain, naskah suatu perjanjian diterima dengan suara bulat yaitu persetujuan penuh dari semua negara yang turut serta dalam perjanjian. Ketentuan suara bulat di atas tentu berlaku dengan mutlak bagi perundingan untuk mengadakan perjanjian bitaterat yakni yang pesertanya hanya dua negara. Tanpa ada persetujuan kedua peserta, tidak ada persesuaian kehendak yang menjadi dasar persetujuan.
Penerimaan naskah (adoption of the text) suatu perjanjian dalam suatu konferensi internasional yang dihadiri oleh banyak negara biasanya dilakukan dengan . duapertiga suara dari peserta konferensi, kecuali jika para peserta konferensi menentukan lain.
Dalam praktik, konferensi atau para peserta konferensi dapat menetapkan sendiri ketentuan mengenai pemungutan suara yang akan menentukan antara lain keputusan untuk menerima naskah perjanjian. Ketentuan mengenai kelebihan suara duapertiga dari peserta yang hadir yang memberikan suara merupakan praktik yang sudah lazim dalam konferensi internasional yang diadakan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketentuan ini telah diterima untuk sementara oleh Konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum perjanjian.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) yang diterima sebagai naskah yang terakhir dilakukan menurut cara yang disetujui oleh semua negara peserta yang mengadakan perundingan itu. Pengesahan bunyi naskah ini (authentication) harus dibedakan dari penerimaan (adoption) naskah perjanjian yang tadi kita sudah bicarakan di atas. Pengesahan ialah suatu tindakan formal mengenai bunyi naskah perjanjian sedangkan penerimaan (adoption) merupakan tindakan menerima isi perjanjian. Apabila konferensi tidak menetapkan prosedur untuk pengesahan haskah, pengesahan demikian dapat dilakukan dengan penandatanganan, penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial).
Persetujuan suatu negara untuk mengikat diri pada suatu perjanjian (consent to be bound by a treaty), dapat diberikan dengan berbagai macam cara dan bergantung kepada persetujuan antara negara-negara peserta pada waktu perjanjian itu diadakan.
Persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian itu dapat dilakukan dengan suatu penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta (accesion) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian. Suatu negara dapat mengikat dirinya dengan penandatangan perjanjian tanpa ratifikasi apabila hal itu memang menjadi maksud para peserta. Maksud demikian dapat tercantum dalam perjanjian itu sendiri atau para peserta dengan cara lain telah bersepakat bahwa perjanjian itu akan berlaku setelah ditandatangani tanpa menunggu ratifikasi. Bahwa suatu perjanjian akan berlaku segera setelah ditandatangani tanpa ratifikasi dapat juga dinyatakan dengan jalan menetapkan bahwa perjanjian itu akan berlaku sejak waktu ditandatangani, pada tanggal waktu diumumkan atau mulai pada tanggal yang ditentukan pada perjanjian itu.
Suatu negara dapat juga menyatakan terikat pada suatu perjanjian dengan melakukan pertukaran surat-surat atau naskah apabila para pihak yang bersangkutan menentukannya demikian. Hal ini dilakukan misalnya apabila perjanjian itu merupakan perjanjian yang berbentuk sederhana yakni terdiri dari pertukaran surat menyurat atau nota (exchange of letters atau exchange of notes). Dengan melakukan pertukaran surat yang telah ditandatangani sudah terjadi perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Pertukaran surat "ini jangan dikacaukan dengan pertukaran piagam ratifikasi perjanjian.
Dalam praktik, konferensi atau para peserta konferensi dapat menetapkan sendiri ketentuan mengenai pemungutan suara yang akan menentukan antara lain keputusan untuk menerima naskah perjanjian. Ketentuan mengenai kelebihan suara duapertiga dari peserta yang hadir yang memberikan suara merupakan praktik yang sudah lazim dalam konferensi internasional yang diadakan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ketentuan ini telah diterima untuk sementara oleh Konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum perjanjian.
Pengesahan bunyi naskah (authentication of the text) yang diterima sebagai naskah yang terakhir dilakukan menurut cara yang disetujui oleh semua negara peserta yang mengadakan perundingan itu. Pengesahan bunyi naskah ini (authentication) harus dibedakan dari penerimaan (adoption) naskah perjanjian yang tadi kita sudah bicarakan di atas. Pengesahan ialah suatu tindakan formal mengenai bunyi naskah perjanjian sedangkan penerimaan (adoption) merupakan tindakan menerima isi perjanjian. Apabila konferensi tidak menetapkan prosedur untuk pengesahan haskah, pengesahan demikian dapat dilakukan dengan penandatanganan, penandatanganan ad referendum (sementara) atau dengan pembubuhan paraf (initial).
Persetujuan suatu negara untuk mengikat diri pada suatu perjanjian (consent to be bound by a treaty), dapat diberikan dengan berbagai macam cara dan bergantung kepada persetujuan antara negara-negara peserta pada waktu perjanjian itu diadakan.
Persetujuan untuk mengikat diri pada suatu perjanjian itu dapat dilakukan dengan suatu penandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta (accesion) atau menerima (acceptance) suatu perjanjian. Suatu negara dapat mengikat dirinya dengan penandatangan perjanjian tanpa ratifikasi apabila hal itu memang menjadi maksud para peserta. Maksud demikian dapat tercantum dalam perjanjian itu sendiri atau para peserta dengan cara lain telah bersepakat bahwa perjanjian itu akan berlaku setelah ditandatangani tanpa menunggu ratifikasi. Bahwa suatu perjanjian akan berlaku segera setelah ditandatangani tanpa ratifikasi dapat juga dinyatakan dengan jalan menetapkan bahwa perjanjian itu akan berlaku sejak waktu ditandatangani, pada tanggal waktu diumumkan atau mulai pada tanggal yang ditentukan pada perjanjian itu.
Suatu negara dapat juga menyatakan terikat pada suatu perjanjian dengan melakukan pertukaran surat-surat atau naskah apabila para pihak yang bersangkutan menentukannya demikian. Hal ini dilakukan misalnya apabila perjanjian itu merupakan perjanjian yang berbentuk sederhana yakni terdiri dari pertukaran surat menyurat atau nota (exchange of letters atau exchange of notes). Dengan melakukan pertukaran surat yang telah ditandatangani sudah terjadi perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Pertukaran surat "ini jangan dikacaukan dengan pertukaran piagam ratifikasi perjanjian.
No comments:
Post a Comment
Aturan Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Dilarang Berkomentar spam, flood, junk, iklan, sara, sex dsb.(Komentar Akan Saya Hapus)
3. Silahkan gunakan OpenID untuk mempermudah blogwalking